Sesampainya dikota tempat tinggalnya, Fajar menatap sebuah cafe yang ditemuinya ditengah jalan yang dilaluinya. Tempat semacam itu memang dia butuhkan disaat-saat seperti ini.
Fajar memutuskan untuk mampir ketempat hiburan malam itu. Sesampainya didalam, dia langsung memesan minuman keras hingga menghabiskan beberapa gelas dan botol.
Dalam keadaan yang sudah setengah sadar, bayangan Zahra masih terus melintas dan mendominasi isi kepalanya. Mengapa takdir tidak pernah berpihak padanya?! Mengapa semua orang yang dicintainya, pada akhirnya pergi meninggalkannya?!
Mengapa dia selalu merasa tidak pernah ada orang yang benar-benar menginginkannya?! Bahkan Omanya sendiri pun tidak pernah menganggapnya sebagai cucu. Dan dia pasrah dengan takdirnya sebagai cucu yang tak dianggap.
Setelah berumah tangga, disaat dia sedang berbahagia menyambut kehadiran buah hati yang akan lahir dari rahim istri tercintanya, keduanya malah meninggalkannya untuk selamanya.
Dan sekarang hal yang hampir sama pun kembali terjadi. Meskipun untuk saat ini wanita yang dicintainya bersama bayi yang dikandungnya tidak direnggut oleh maut. Melainkan oleh lelaki lain, yang telah lebih dulu memilikinya.
Sekalipun dia sudah mengatakan ikhlas dan rela, namun untuk mempraktekkannya tidaklah semudah itu. Dari lubuk hatinya yang terdalam, rasa sakit dan terluka namun tak berdarah sangat terasa.
Arrgghhh!! Hidupnya benar-benar sangat menyedihkan. Rasanya dia ingin mati saja! Supaya dia bisa bersama kedua orang tua, istri dan anaknya dialam sana.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Mau apalagi kamu hubungi aku?! Masih belum puas setelah kamu dan Mamamu menguasai Papaku dan membuatku terusir dari rumahku sendiri! Sudah merebut lelaki yang aku cintai dengan liciknya?! Mau apalagi sekarang?!" Tari menghardik orang yang menghubunginya yang tak lain adalah Moza dengan kemarahan yang menggebu-gebu.
"Tar tunggu, tolong jangan dimatikan dulu. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Tolong dengarkan aku sebentar saja. Aku tau aku salah. Tidak seharusnya aku mencurangi saudaraku sendiri. Aku sangat menyesal. Semua itu aku lakukan karena dikuasai oleh rasa iri dan cemburu padamu.
Karena menurutku hidupmu terlalu sempurna. Kamu memiliki Papa yang baik, kaya dan sangat menyayangimu. Dikampus pun semua orang mengelu-elukanmu. Karena kamu cantik dan cerdas. Kamu bisa mendapatkan apapun dan siapapun yang kamu mau. Tidak seperti aku, yang memiliki ayah seorang begal dan pecandu narkoba.
Semua orang dikampus pun melihatku dengan tatapan biasa saja. Sangat berbeda saat mereka menatapmu yang penuh dengan kekaguman" Melalui ponsel Moza mengeluarkan uneg-unegnya. Suaranya terdengar sedih. Entah kesedihannya tulus atau hanya sandiwara belaka. Tari tidak bisa memastikannya.
"Lalu apa salahku jika aku mendapatkan semua itu?! Aku tidak pernah memintanya!! Aku hanya mensyukuri apa yang aku miliki!! Dan kamu tau kenapa kamu tidak bisa dilihat dengan istimewa oleh orang lain?! Karena kamu itu busuk!! Kamu tidak tau rasanya bersyukur dengan nafas dan kehidupan yang telah Tuhan berikan untukmu!
Kamu malah sibuk berpaku pada takdir orang lain, dan menghancurkan kebahagiaan orang lain, karena kamu pikir bisa mengambil kebahagiaan orang itu! Jika kamu berpikir bisa berbahagia dengan cara menghancurkan kebahagiaan orang lain, kamu salah besar. Justru itu akan menjadi bumerang dan karma untukmu sendiri dikemudian hari"
Panjang lebar Tari menceramahi Moza secara blak-blakan dengan nada tinggi. Dia tidak peduli apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh saudara tirinya yang licik itu. Wanita itu benar-benar membuatnya geram dan emosi.
Bisa-bisanya dia menghancurkan kehidupan orang lain dengan alasan iri dan dengki, karena kehidupannya yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. Dasar perempuan tidak berperasaan!
"Tari tunggu. Tolong jangan dimatikan dulu. Aku tau aku sudah sangat bersalah dan berdosa padamu. Aku sangat menyesal. Tadinya aku pikir aku akan bahagia setelah aku berhasil mengadu domba kamu dan Papa, dan menyingkirkanmu dari rumah ini. Ternyata aku salah. Hidupku malah terus-terusan dihantui rasa bersalah, karena aku sudah jahat padamu....."
"Dan aku tidak ada waktu untuk mendengar drama lebaymu itu. To the poin, katakan saja apa yang kamu mau sekarang karena aku sedang sibuk" Tukas Tari datar.
"Aku hanya ingin mengatakan, kalau aku akan menjelaskan semuanya pada Papa. Kalau kamu tidak bersalah. Kalau akulah yang telah menjebak dan memfitnahmu"
"Apa aku tidak salah dengar? Kamu akan menjelaskan semuanya pada Papa? Kamu salah minum obat, atau sedang menyiapkan jebakan baru untukku?" Tuduh Tari dengan sinis.
"Tidak Tar, aku serius. Aku akan jujur pada Papa bahwa akulah yang telah menjebakmu. Aku yang telah merekayasa foto dan video itu. Walaupun aku yakin hal itu akan membuat Papa marah besar, bahkan mungkin akan membenciku, tapi aku sudah siap. Yang penting aku sudah menebus kesalahanku. Tapi kalau boleh, aku ingin bertemu denganmu...."
"Untuk apa kamu ingin bertemu denganku? Apalagi rencanamu?"
"A-aku tidak sedang merencanakan apapun kok Tar. Aku mohon percayalah. Aku hanya ingin melihat kondisimu. Aku sangat menghawatirkanmu. Aku ingin ngobrol santai denganmu. Nanti setelah itu kita sama-sama kerumah untuk menemui Papa, dan menjelaskan semuanya" Moza berkata dengan suara sedih dan terdengar memelas.
Membuat Tari menjadi bimbang antara harus mempercayainya atau tidak. Haruskah dia memberikan kepercayaannya pada wanita itu? Dia pernah memberikan kepercayaan penuh padanya, seperti seorang adik yang mempercayai kakaknya sendiri.
Tapi wanita itu malah menusuknya dari belakang, hingga membuat hidupnya sengsara seperti sekarang. Benarkah kali ini wanita itu memang sudah menyesali semua perbuatannya? Haruskah dia memberinya kesempatan kedua?
"Aku mohon Tar. Tolong beri aku satu kesempatan lagi"
"Dimana" Akhirnya Tari kembali bersuara dengan nada dingin. Dengan gembiranya Moza memberikan alamat lokasinya.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Tar, kamu mau pergi? Mau kemana malam-malam begini?" Tegur Ranty saat melihat Tari keluar dari kamar dengan mengenakan pakaian lengkap, seperti celana jeans panjang dipadukan dengan tie front t-shirt berwarna putih, sepatu kets dengan warna senada. Serta tas selempang yang disampirkan kepundaknya.
"Iya Ran. Mmm.... Aku.... Ingin menemui Moza...." Tari menjawab dengan terbata-bata.
"Apa?! Kamu ingin menemui Moza? Untuk apa kamu menemui dia?" Ujar Ranty dengan terkejut.
"Mmm.... Tadi dia menghubungiku. Dia bilang kalau dia sudah menyesali semua perbuatannya. Dia minta maaf padaku. Dan dia berjanji akan menjelaskan semuanya pada Papa, kalau aku tidak bersalah. Dia mengajakku untuk ketemuan. Katanya dia ingin ngobrol denganku secara langsung"
"Kamu yakin, dia benar-benar tulus menyesali semua perbuatannya padamu?" Ranty bertanya dengan ragu.
"Aku tidak tau. Tapi.... Tidak ada salahnya kan, aku memberi dia kesempatan? Siapa tau dia benar-benar sudah menyesal dan ingin memperbaiki kesalahannya" Tari pun menjawab dengan sama ragunya.
"Kalau memang kamu yakin ingin menemuinya.... Ya sudah. Tapi aku peringatkan, kamu hati-hati ya. Jangan terlalu percaya padanya. Jangan sampai dia berhasil menghancurkanmu lagi"
"Iya kamu tenang saja. Aku pasti akan berhati-hati kok. Lagipula.... Aku juga tidak sepenuhnya percaya pada dia. Aku hanya memberinya kesempatan saja, karena aku ingin memastikan apakah dia benar-benar menyesal"
"Ya sudah hati-hati ya. Jangan lama-lama perginya" Ranty berkata dengan berat hati dan pasrah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments