"Lalu? Aku juga tidak butuh kok, bekerja ditempat dimana kita harus bertemu dengan orang yang tidak menghargai kita. Aku tau kita ini hanya pelayan, tapi kita juga manusia. Kita juga berhak untuk dihargai. Bukan malah seenaknya diperlukan seperti sampah" Tari menatap Ranty dengan lekat. Dia tetap bersikeras pada pendiriannya.
"Maaf ya, gara-gara aku kita harus jadi pengangguran sekarang" Ujar Ranty dengan lirih serta perasaan bersalah, lantaran permasalahan itu terjadi akibat dari kecerobohannya.
"Kita tidak akan jadi pengangguran. Asalkan kita mau berusaha untuk mencari pekerjaan baru. Rejeki tidak akan kemana ataupun tertukar. Yang terpenting adalah.... Kita saling mendukung dan membela satu sama lain" Tari memberikan wejangan dengan bijaknya. Ranty menganggukkan kepalanya dengan pelan.
🍁🍁🍁🍁🍁
Gerald sedang duduk bercengkrama bersama Mama dan Omanya dalam sebuah restoran elit. Dia tampak sedang mengaduk-aduk minuman yang berada diatas meja didepannya dengan sedotan.
"Oma, ini mereka jadi datang tidak sih? Sudah hampir satu jam lho, kita menunggu" Gerald melirik arloji dipergelangan tangannya dengan tidak sabaran, lantaran orang yang ditunggu-tunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
"Ya kamu sabar dulu dong sayang. Mungkin mereka sedang terjebak macet dijalan. Lagipula pertemuan ini juga akan menguntungkan perusahaan kita. Karena Pak Tristan ini adalah salah satu pengusaha terbesar di Indonesia. Kalau perusahaan kita bisa merger dengan perusahaan mereka, maka perusahaan kita akan jauh lebih besar lagi dari sebelumnya" Oma Violet dengan sabar memberi pengertian pada cucu kesayangannya itu.
Beberapa saat kemudian, tampaklah seorang pria dan wanita paruh baya bersama seorang gadis muda berjalan mendekati meja mereka.
"Ibu Violet?" Tegur pria itu memastikan dengan suara ramah. Gerald bersama Mama dan Omanya langsung menoleh dan menengadah.
"Pak Tristan?" Oma Violet berdiri dari kursi yang sedang didudukinya. Begitupun dengan cucu dan menantunya.
"Iya Bu, apa kabar?" Tristan tersenyum ceria seraya mengulurkan tangannya pada wanita sepuh itu, yang menyambutnya dengan senyum ramah.
"Alhamdulillah baik Pak. Oh ya kenalkan, ini cucu dan menantu saya. Ini Astrid, dan ini Gerald" Oma Violet menunjuk dan memperkenalkan Astrid dan Gerald.
"Hallo Bu, hallo Gerald. Apa kabar?" Tristan mengulurkan tangannya seraya menyapa ibu dan anak itu dengan senyum ramah yang terus merekah diwajahnya. Astrid membalas uluran tangan pria itu dengan tak kalah ramahnya, begitupun dengan Gerald.
"Baik kok Om"
"Oh ya kenalkan juga, ini istri dan anak saya, Claudia dan Moza" Kini giliran Tristan yang memperkenalkan istri dan putri sambungnya.
"Hallo Bu, hallo cantik" Oma Violet menjabat tangan Claudia dan Moza, dengan senyum ramah dan kagum yang terpancar diwajahnya yang sudah mulai berkeriput dibalik make upnya.
"Terima kasih Oma" Moza tersenyum cerah mendapat pujian seperti itu.
"Oh ya, silahkan duduk" Oma Violet mempersilahkan semuanya untuk duduk.
"Iya-iya terima kasih" Ujar Tristan. Mereka semua pun menurut duduk dikursinya masing-masing.
"Sebentar Pak, Bu, Moza. Kok sepertinya kita pernah bertemu ya?" Oma Violet menautkan alisnya dan menatap ketiga orang itu dengan lekat. Kemudian dia tampak berpikir sejenak.
"Oh ya saya ingat. Dipesta waktu itukan? Yang Gerald ribut dengan dua pelayan tidak sopan itu?" Tanya Oma Violet memastikan ingatannya.
"Oh iya ya saya juga ingat. Bapak yang waktu itu menegur pelayan kurang ajar itukan? Tapi yang membuat saya bingung, Bapak kok seperti mengenal pelayan itu ya? Bahkan Bapak juga tau kalau namanya Tari. Memang kalian pernah bertemu sebelumnya?"
Astrid menimpali dengan kening mengernyit. Membuat Tristan tampak gelagapan dengan pertanyaan itu. Dia sangat bingung harus menjawab apa. Haruskah dia berkata jujur bahwa pelayan yang mereka maksud itu adalah putri kandungnya sendiri?
"Mmm.... Kenal sih tidak Bu. Tapi saya pernah beberapa kali bertemu dengan gadis itu diacara-acara pesta yang saya datangi. Karena kan.... Dia bekerja sebagai pelayan katering. Dan saya sering mendengar teman-temannya memanggil dia dengan nama Tari" Tristan memberi jawaban dengan gugup, lantaran semua yang dia katakan adalah kebohongan.
"Oh.... Begitu?" Astrid dan Oma Violet saling manggut-manggut.
Moza dan Mamanya tersenyum puas. Mereka sangat lega dan senang mendengar jawaban yang diberikan Tristan pada kedua wanita beda generasi itu. Mereka puas lantaran pria itu menyangkal dan tidak mengakui hubungannya dengan Tari yang sesungguhnya.
Ternyata siasat mereka tempo hari sangat ampuh, untuk menyingkirkan gadis itu dari kehidupan Papanya sendiri. Ditambah lagi dengan insiden dipesta kemarin. Tristan pasti sudah semakin malu dan murka pada putri tunggalnya itu.
Sekarang mereka sangat yakin jika harapan Tari untuk kembali kerumah, dan kembali diakui sebagai bagian dari Pratama group akan semakin tipis, atau mungkin lenyap.
Sedangkan Gerald tampak kesal mendengar pembicaraan orang-orang dihadapannya itu. Moodnya yang sebelumnya sangat baik seketika berubah menjadi buruk, saat semua orang kembali membahas tentang pelayan rendahan yang sudah berani menghina dan mempermalukannya dihadapan banyak orang dengan sengaja!
Awas saja jika dia sampai bertemu lagi dengan pelayan jal*ng itu!! Dia tidak akan segan-segan membuat perhitungan, yang akan membuat gadis sialan itu menyesal seumur hidupnya karena sudah pernah berani berurusan dengannya!!
"Oh ya, Ibu Violet hanya memiliki satu cucu, Gerald? Tidak ada lagi?" Tristan mencoba mengalihkan pembicaraan. Gerald dan Mamanya saling pandang menanti jawaban wanita sepuh itu.
"Mmm.... Iya Pak, cucu saya satu-satunya hanya Gerald saja. Tidak ada lagi" Jawab Oma Violet dengan tegas dan tanpa merasa ragu sedikitpun. Hingga Gerald dan Astrid merasa puas dengan jawabannya.
"Oh" Tristan dan Claudia manggut-manggut.
"Pak Tristan dan Ibu Claudia sendiri, apa Moza ini putri kalian satu-satunya? Tidak ada yang lain?" Sekarang giliran Astrid yang berbalik mengajukan pertanyaan semacam itu pada Tristan. Yang membuat lelaki itu kembali gelagapan dan bingung harus menjawab apa.
Moza dan Claudia menanti jawaban Tristan dengan penasaran, akankah lelaki itu berkata jujur dengan mengakui keberadaan Tari sebagai putri kandungnya?
"Mmm.... Iya Bu, Moza adalah putri kami satu-satunya" Akhirnya Tristan menjawab dengan gugup dan ragu. Perasaan bersalah menerjangnya, karena telah berbohong tentang status anaknya sendiri.
Namun Moza dan Claudia semakin merasa puas dan sumringah, karena sekarang Tristan benar-benar sudah berada dalam kendali mereka. Termasuk tentang hubungannya dengan Tari sebagai ayah dan anak yang sudah benar-benar retak dan sukar untuk diperbaiki lagi.
"Maaf semuanya, saya permisi ketoilet sebentar ya" Ujar Gerald yang lantas bangkit berdiri dari kursinya.
"Oh, iya-iya" Ucap Claudia yang lantas kembali melanjutkan perbincangan mereka. Moza menatap kepergian Gerald hingga pria itu lenyap dari pandangannya. Tampaknya dia sedang memikirkan sebuah rencana.
"Maaf, aku juga.... Permisi ketoilet ya"
"Iya-iya silahkan" Kata Astrid.
Moza juga beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan meninggalkan para orang tua yang kembali asik dengan pembicaraan mereka, seputar masalah keluarga dan bisnis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments