Cinta kedua untuk Ardian.
"Harum, lupakan semuanya, karena disini tidak akan ada orang yang menyakiti Harum lagi." Ucap Nalda lembut sambil melepaskan pelukannya dan dengan lembut dia menatap anak perempuan itu.
"Tapi.... Kalau mereka datang bagaimana dokter?" Lirih Harum terlihat ketakutan. Walaupun Harum selalu menyakinkan dirinya, kalau ia sekarang aman karena orang-orang yang ingin menyakitinya tidak akan bisa lagi. Selama ia berada di tengah-tengah keluarga Fazar. Tapi ketakutannya selalu datang, jika ia mengingat kalau tantenya dan juga Nadila akan menyiksanya jika ia melakukan kesalahan.
"Harum." Nalda menangkup wajah Harum yang ketakutan."Orang-orang jahat seperti mereka, sudah tuan Fazar sembunyikan agar mereka tidak menggangu Harum lagi." Jelas Nalda lembut berusaha untuk menenangkan gadis itu.
"Ben... Benarkah dokter?" Tanya Harum dengan terbata-bata karena ketakutan.
"Iya Rum, mereka tidak akan menyakiti Harum lagi." Jawab Nalda terus menyakinkan anak perempuan itu."Sekarang Harum tarik nafas biar rileks, lupakan semua ingatan itu dan ingat hal baik saat Harum sedang berada di rumah kak Wiyah." Harum hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Harum mengikuti Instruksi Nalda dengan cara memejamkan matanya lalu ia menarik nafasnya dan membuang nya. Ia juga mengingat hal menyenangkan saat ia bersama dengan keluarga nya yang baru.
"Bagaimana sudah jauh lebih tenang?" Tanya Nalda saat melihat wajah takut Harum tadi berubah menjadi tenang.
"Sudah dokter. Harum jauh lebih tenang sekarang." Jawab Harum tersenyum kecil.
"Kalau gitu, Harum makan ya?" Walaupun dengan ragu tapi Harum tetap menganggukkan kepalanya kecil."Kalau gitu Harum makan dulu, setelah itu Harum di jemput.... Oke." Ucap Nalda membuat Harum hanya tersenyum.
Keduanya melangkah masuk kedalam rumah, tapi berpapasan dengan bik Titi yang ingin melangkah keluar.
"Nyonya, diluar ada tamu yang datang mencari nyonya."
"Siapa bik?"
"Bibik, juga nggak tau nyonya." Jawab bik Titi."Tapi nyonya, orang yang cari nyonya itu sangat tampan."
"Tampan?" Beo Nalda bingung."Bibik lanjut aja, nanti saya temui tamunya."
"Baik nyonya." Setelah menyampaikan maksudnya, bibik Titi kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi, sedangkan Nalda akan menemui tamu yang dikatakan oleh bik Titi tadi."Harum mau makan, atau mau ikut dokter bertemu dengan tamu didepan?" Tanya Nalda menatap Harum yang sekarang sedang menatapnya.
"Harum disini aja, nungguin dokter."
"Baiklah, nanti kalau Harum mau makan, makan aja. Nggak usah nungguin dokter." Harum menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti dengan ucapan Nalda."Kalau gitu dokter tinggal sebentar."
"Iya dokter." Setelah kepergian Nalda yang pergi keruangan tamu, Harum melangkah kearah meja makan dan duduk di sana untuk menunggu Nalda."Mama, lihatlah sekarang Harum bahagia, karena orang-orang disini banyak yang menyayangi Harum... Tidak seperti dulu lagi yang selalu menyakiti Harum." Ucap Harum tersenyum haru karena merasa begitu bahagia bisa mendapatkan kasih sayang yang selama ini ia nantikan.
Nalda mengerutkan keningnya bingung, saat melihat tubuh tinggi dan tegap seseorang yang sedang membelakanginya.
"Maaf, mas. Apa anda mencari saya." Tanya Nalda, saat ia berada dibelakang pria itu. Sedangkan pria yang tadi membelakanginya perlahan-lahan membalikan tubuhnya saat mendengar suara Nalda yang menyapanya
."Kamu lagi!" Ucap Nalda terkejut saat melihat siapa pria yang datang bertamu itu."Padahal tadi, saya baru mengusir anda, tapi kenapa sekarang anda datang lagi!" Kesal Nalda saat melihat kehadiran pria, yang tidak lain adalah Ardian.
"Seharusnya anda bersikap sopan santun nyonya saat ada tamu yang datang kerumah anda, bukan mengomel-ngomel seperti ini." Ucap Ardian menasehati, sambil tersenyum miring. Nalda yang mendengar ucapan Ardian memasang wajah asamnya, karena pria itu ingin menasehatinya sedangkan kelakuannya membuat ia pusing.
"Huuuh! Apa yang anda inginkan tuan?" Tanya Nalda mendengus kesal, tapi dengan suara yang dibuat lembut saat bertanya.
"Anda sangat cantik saat seperti ini." Batin Ardian tersenyum samar saat melihat wajah kesal wanita didepannya yang terlihat sangat menggemaskan."Sadar Ardian, ingat tujuan mu." Batin Ardian mengingatkan akan tujuanya kenapa ia pergi kerumah Nalda sekarang."Perkenalkan saya tetangga baru anda nyonya Nalda, Rumah saya berada di samping rumah anda. Itu adalah rumah saya." Ucap Ardian memperkenalkan dirinya sambil menunjuk kearah rumah yang baru saja ia beli.
"Tetangga?" Gumam Nalda pelan sambil menatap kearah rumah yang Ardian tunjukkan tadi."Bukannya itu rumah sudah ada pemiliknya, tapi kenapa pria ini mengaku, kalau itu adalah rumahnya?" Batin Nalda bingung sambil menatap rumah yang Ardian tunjukkan. Karena setahunya rumah itu sudah ada yang menepati dan keluarga yang menempatinya adalah pengacara."Bukannya rumah itu sudah ada pemiliknya tuan Ardian, lalu kenapa anda bisa tinggal disana?" Tanya Nalda menatap curiga Ardian.
"Ya, karena saya baru saja membelinya. Sedangkan pemiliknya yang lama baru saja pindah." Jawab Ardian dengan santai, apalagi Ardian mengerti akan tatapan curiga dari wanita itu.
"Benarkah? Secepat itu? Tapi baru tadi pagi aku melihat mereka disana." Batin Nalda terus bertanya-tanya, karena baru tadi pagi anak-anak dari pengacara yang tinggal di rumah itu menyapanya. Tapi entah kenapa sore ini mereka sudah pindah saja. Walaupun Nalda tidak terlalu mengenal keluarga disamping rumahnya, tapi Nalda sering bertemu kalau mereka sedang berada di luar.
"Kenapa anda diam nyonya Nalda, apakah saya perlu memperlihatkan surat-surat tanah saya kalau perlu?" Tanya Ardian dengan tersenyum menggoda.
"Tidak perlu, saya tidak membutuhkan itu." Jawab Nalda cuek."Lalu apa yang anda inginkan, bukannya anda sudah memperkenalkan diri anda, sebagai tetangga saya yang baru?" Tanya Nalda dengan nada yang ketus karena kesal melihat wajah menjengkelkan pria didepannya.
"Sebagai tetangga yang baik, saya hanya ingin memberikan ini, sebagai tanda perkenalan kita." Jawab Ardian sambil menyerahkan paper bag yang tadi dia bawa.
"Apa ini?"
"Buka biar nggak penasaran." Karena penasaran dengan apa yang Ardian bawah, Nalda membukanya untuk mengecek apakah isi didalamnya.
"Ikan asam manis? Dan es krim?"
"Iya, saya tidak tau apa yang anda suka, makanya saya membeli itu. Sedangkan es krim itu, saya membelinya untuk anak perempuan yang berada di rumah anda. Tapi saya tidak tau apakah dia suka atau tidak. " Jawab Ardian.
"Tapi bagaimana anda tau, kalau dirumah saya ada anak perempuan?"
"Tadi saya melihatnya, makanya saya tau nyonya." Jawab Ardian lama-lama kesal juga menghadapi semua pertanyaan wanita didepannya itu."Dia wartawan atau apa sih, kenapa banyak bertanya dari tadi?" Batin Ardian.
"Oh, oke terimakasih."
"Iya terimakasih kembali." Jawab Ardian tersenyum samar."Apa kamu tidak ingin mengenalkan ku pada anak perempuan dibelakang mu?" Tanya Ardian melihat kearah belakang Nalda, yang kini terdapat Harum yang sedang berdiri di sana dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Sedangkan Nalda yang mengerti dengan tatapan Ardian ikut berbalik mengikuti arah pandangan Ardian yang sedang menatap kedalam rumahnya."Harum, kenapa ada disini?" Tanya Nalda terkejut saat melihat keberadaan anak perempuan itu.
"Emm... Tadi Harum tunggu dokter, tapi nggak datang juga, makanya Harum kesini buat temuin dokter." Jawab Harum ragu-ragu sesekali pandangannya menatap kearah Ardian dengan takut.
Nalda yang mengerti akan tatapan ketakutan Harum, melangkah mendekati anak perempuan itu, lalu ia memeluknya dan menyembunyikan tubuh mungil itu dibalik tubuhnya.
Sedangkan Ardian yang memang berada disana hanya bisa menatap Harum dari kejahuan, bahkan tatapan ketakutan gadis berusia sepuluh tahun itu bisa Ardian rasakan."Apakah dia takut padaku? Tapi kenapa, aku tidak pernah menyakitinya? Apakah karena es krim kemarin? Tapi itu tidak mungkin, hanya karena es krim dia langsung takut kepadaku?" Batin Ardian yang memiliki banyak pertanyaan dalam pikirannya. Karena setiap pertemuannya dengan Harum, pasti anak perempuan itu langsung menghindarinya dengan tatapan ketakutan.
"Harum nggak apa-apa?" Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya, walaupun rasa ketakutan masih tetap ada di matanya.
"Mama, Harum ketemu sama papa lagi. Tapi Harum tidak dekat-dekat, karena takut kalau papa tidak akan menerima Harum nanti, saat papa tau kalau Harum adalah anaknya dan anak dari mama. Wanita yang papa benci." Batin Harum yang terus menatap kearah Ardian.
"Maaf tuan, sebaiknya anda pergi dulu. Karena pasien saya sepertinya takut dengan anda." Bukan maksud Nalda mengusir pria itu, hanya saja melihat Harum ketakutan seperti sekarang, membuat ia takut kalau trauma gadis kecil itu akan kambuh lagi nanti.
"Tidak apa nyonya, sebenarnya saya juga akan pergi dari tadi." Jawab Ardian, setelah itu ia melangkah meninggalkan rumah Nalda.
Sebenarnya Ardian merasa ragu dalam hatinya saat meninggalkan rumah Nalda, tanpa menyapa gadis kecil itu. Tapi melihat ketakutan dimata Harum membuat Ardian terpaksa meninggalkannya.
"Ada apa denganmu Ardian, kenapa kamu begitu sangat penasaran tentang gadis kecil itu?" Batin Ardian yang terus saja melangkah meninggalkan rumah Nalda, sesekali ia menoleh kebelakang.
.
.
Nalda berjongkok menyamakan tingginya dengan Harum, lalu memegang dagunya. Agar Nalda bisa menatap anak perempuan itu."Harum, apa Harum takut sama om tadi?" Tanya Nalda lembut menatap Harum yang dari tadi diam."Harum...."
Harum hanya diam tidak menjawab, yang membuat Nalda, semakin dibuat kebingungan.
"Apa yang disembunyikan Harum sebenarnya? Apakah ada rahasia yang gadis ini sembunyikan." Batin Nalda penasaran.
...🌺🌺🌺🌺🌺...
"Maaf tuan tuan Fadil, saya boleh menyampaikan sesuatu tentang piskis Harum sekarang?" Tanya Nalda pada Fadil yang sekarang sedang berada di ruang tamu. Sedangkan Harum sedang berada di toilet.
"Tentu dokter Melisenda, apa yang anda ingin anda sampaikan?" Jawab Fadil yang sepertinya penasaran dengan apa yang ingin Nalda sampaikan.
"Begini tuan Fadil. Saya melihat kalau piskis Harum sudah membaik tapi belum sepenuhnya."
"Maksudnya dokter? Harum belum sepenuhnya pulih gitu?"
"Bisa dibilang seperti itu tuan Fadil. Karena saya melihat kalau Harum masih memiliki ketakutan yang besar, tentang masa lalunya dimana dia pernah di sakiti." Jelas Nalda, yang membuat Fadil terdiam.
"Apakah Harum akan terus seperti ini, dokter?"
"Dia akan pulih, jika kalian terus menyemangatinya dan juga menyakinkannya kalau sakit yang pernah dia rasakan tidak akan terjadi lagi. Ingatkan dia, kalau kalian akan selalu bersamanya." Jelas Nalda dengan serius."Dan jangan biarkan, ketakutannya membuat Harum selalu ragu melakukan sesuatu yang dia inginkan."
"Terimakasih dokter Melisenda, kami akan mengikuti saran anda." Jawab Fadil sambil tersenyum."Apakah ada sesuatu yang ingin dokter Melisenda sampaikan atau tanyakan lagi?"
"Sebenarnya tidak ada tuan Fadil, karena apa yang akan saya tanyakan pasti tidak terlalu penting." Jawab Nalda tidak yakin dengan apa yang akan ia tanyakan.
"Apa itu dokter? Tanyakan saja jika berkaitan dengan kondisi Harum sekarang?"
"Maaf tuan Fadil. Apakah Harum mengenal tuan Ardian Natan Ronaltan?" Fadil yang mendengar pertanyaan Nalda dibuat diam karena ia sendiri bingung ingin menjelaskannya dari mana.
"Maaf dokter Melisenda, untuk pertanyaan ini saya tidak bisa menjawabnya. Karena hanya bang Fazar yang bisa." Jelas Fadil."Apakah ada sesuatu yang berkaitan dengan tuan Ardian."
"Tidak ada tuan Fadil, saya hanya bertanya saja." Jawab Nalda tersenyum canggung, karena menanyakan hal yang pribadi tentang keluarga itu.
Fadil yang mendengar jawaban dari dokter Melisenda, hanya menganggukkan kepalanya mengerti.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments