"Vale?" Henritz ikut terlonjak kaget melihat yang berdiri di depannya tadi dan sekarang terduduk lemas saat ini adalah Valenesh.
"Bangun Vale!" Henritz memegang kedua pundak Valenesh lalu membantunya berdiri lagi.
"Ternyata yang selama ini mencuri kantong darah adalah dirimu," tuduh Valenesh sambil menunjuk ke arah dada Henritz.
"Vale biar ku jelaskan dulu," ujar Henritz sambil mengelap sisa darah di bibir dengan tangannya.
"Apa yang akan kau jelaskan setelah aku melihat dengan mata kepalaku sendiri? Kau tenyata musuh dalam selimut, apa kau ingin aku dikeluarkan dari rumah sakit ini hah? Siapa dirimu sebenarnya?!" bentak Valenesh, pikirannya sudah sangat kacau saat ini.
"Vale, aku tidak bermaksud apapun. Aku hanya tidak sengaja ke sini dan mencium aroma darah yang sangat menggairahkan. Aku haus Vale, aku bisa mati kalau tidak minum darah."
"Dasar makhluk tidak berguna. Kehadiranmu sangat menyusahkan bagi manusia. Pergi dari hadapanku! Aku benci sosok makhluk yang bernama vampir!" teriak Valenesh dengan nada suara yang tinggi. Valenesh benar-benar emosi.
Melihat Valenesh emosi akhirnya Henritz memutuskan untuk undur ke belakang.
"Kita bicarakan nanti saja." Setelah mengatakan kalimat itu Henritz langsung menghilang.
Valenesh kaget dan langsung mengelus dadanya melihat Henritz menghilang secara tiba-tiba.
Ya Tuhan mimpi apa aku sehingga dipertemukan oleh makhluk seperti dia? Benar dugaan Kekey, dia adalah vampir." Raut wajah Valenesh terlihat kecewa sebab dia sudah sangat menyukai Hendritz selama ini.
"Aku menyukai vampir," gumam Valenes lalu tertawa, tepatnya menertawakan dirinya sendiri yang sudah terkecoh dengan ketampanan dan kebaikan Henritz sehingga sampai tidak sadar bahwa pria itu sudah seringkali menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya bukanlah manusia.
Wanita itu beranjak ke kursi, duduk termangu sambil menopang dagu dengan tangan kanannya. "Apa dia hadir di sisiku karena tahu bahwa akulah pemilik darah murni itu?" Valenesh mengingat-ingat saat pertama kali dia menemukan Henritz terbaring lemah di jalanan.
"Jangan-jangan dia sengaja meminta tolong waktu itu agar bisa masuk ke dalam kehidupanku. Wah kuakui dia memang pandai berakting." Valenesh tampak menggelengkan kepala.
"Aku harus waspada, aku tidak boleh melepaskan kalung ini barang sejenak pun. Kalau tidak dia dapat mendeteksinya." Valenesh menyentuh kalung di lehernya yang langsung mengeluarkan sinar terang.
Tok tok tok.
Pintu ruangan terdengar diketok dari luar, lamunan Valenesh buyar seketika.
"Bu Valenesh, Anda ada di dalam-kah?" Terdengar suara dari luar.
Tatapan Valenesh langsung tertuju pada kantong darah yang tergeletak di lantai dengan darah yang berceceran di atas granit putih.
Valenesh langsung bangkit dari duduknya dan segera mengambil bekas kantong darah itu dan memasukkannya ke dalam tempat sampah. Setelahnya barulah wanita itu membersihkan dengan cara mengepel lantai yang ada bekas darahnya.
"Bu, Bu Valenesh ada di dalam- kah?" ulang orang yang ada di luar.
"Saya membutuhkan darah untuk pasien," lanjutnya.
"Tunggu sebentar Sus!" seru Valenesh dari dalam dan langsung membuka pintu.
"Kenapa lama sekali Bu?"
"Maaf tadi saya baru dari kamar mandi. Butuh golongan darah apa?" tanya Valenesh sambil tersenyum ramah. Bersikap sewajar mungkin agar tidak perlu ada yang dicurigai.
Wanita yang ada di hadapan Valenesh tidak langsung menjawab pertanyaan Valenesh melainkan menilik pakaian Valenesh yang sedikit basah saat ini.
Valenesh memandang seluruh pakaiannya dengan perasaan yang tidak karuan sebab takut meninggalkan bekas darah di bajunya itu dan bisa saja wanita yang berdiri di hadapannya ini mencurigai dirinya.
"Bu Valenesh tadi pasti terburu-buru ya cebokannya sehingga rok ibu basah seperti ini." Wanita itu terkekeh seolah ada yang lucu.
Valenesh melihat ujung roknya yang sedikit basah.
"Iya, hehe ... jadi ketahuan deh. Ya mau bagaimana lagi? Saya tidak mau suster menunggu lama sebab bisa saja pasien yang membutuhkan darah ini keadaannya darurat."
Suster itu mengangguk dan memberikan kertas ke arah Valenesh.
Setelah memeriksanya, barulah Valenesh memberikan darah sesuai dengan yang dibutuhkan.
"Terimakasih Bu, kalau belum selesai ritual kamar mandinya silahkan dilanjutkan!" ujar wanita itu sambil terkekeh sebelum akhirnya meninggalkan ruangan Valenesh.
"Sudah, sudah tuntas!" seru Valenesh dan ikut tertawa.
"Bagaimana kalau sampai darah ini ketahuan hilang lagi?" Valenesh termangu di depan pintu lalu menutup pintunya.
"Sepertinya aku harus merekayasa laporan, kalau tidak direktur akan menanyakan kemana perginya satu kantong darah ini. Henritz kau menambah beban pikiranku lagi, padahal direktur sudah mencurigaku. Arrrgh!" Valenesh meninju tembok sebab teramat kesal pada Henritz.
Pagi menjelang, kali ini terjadi pergantian shift antara Valenesh dengan Smith.
"Selamat bertugas Smith." Valenesh menepuk bahu Smith.
"Selamat istirahat Valenesh, jangan lupa sedia obat penambah darah agar kamu tidak anemia sebab harus kerja lembur terus. Semoga tidak terjadi rolling sehingga aku yang harus bertugas jaga malam."
"Curang kamu Smith. Giliran kamu yang tugas malam banyak alasan," ujar Valenesh lalu terkekeh.
"Kekuatan mataku tidak didesain untuk bertugas malam, jadi bawaannya ngantuk terus." Smith cekikikan.
"Kau pikir matamu ciptaan manusia begitu? Kau hanya perlu membiasakan diri. Sudah ya aku pulang sebab sudah ngantuk berat. Kekuatan mataku sudah tinggal 5 watt saja," ujar Valenesh kemudian berlalu dari hadapan Smith.
"Lebih baik kau sewa sopir saja jika mengantuk Val! Aku tidak mau terjadi kecelakaan nantinya!" teriak Smith karena jarak Valenesh sudah jauh dengan tempat dirinya berdiri saat ini.
"Tidak perlu Smith saya masih mampu menyetir sendiri! Kalau menyewa sopir, gaji jaga semalam habis dong!" Valenesh balas berteriak dan Smith hanya menggeleng mendengar jawaban Valenesh.
"Dasar wanita aneh, kalau sudah pelit perhitungan banget, tapi kalau sudah royal sama teman boros tanpa perhitungan."
Empat puluh lima menit berkendara akhirnya Valenesh sampai juga di rumahnya.
"Kau ...! Mengapa belum pergi juga?!" bentak Valenesh yang masih melihat tubuh Henritz ada di dalam rumahnya. Pria itu sekarang duduk di sofa ruang tamu sambil bersandar.
"Vale aku tidak ingin jauh darimu. Kita adalah sahabat, kan?"
Valenesh menggeleng. "Dulu, sebelum aku tahu kau adalah vampir tapi sekarang tidak lagi, kita tidak bisa bersama lagi."
"Vale apa perbedaan itu harus kita permasalahkan?" Henritz menatap mata Valenesh.
"Oh jelas Henritz, apalagi kau telah menipuku," ucap Valenesh dengan suara datar.
"Aku tidak pernah menipumu Vale."
"Tidak pernah?! Kau pura-pura terluka dan menghadang perjalananku malam itu hanya demi untuk dekat denganku. Aku tahu, agar kau bisa dengan begitu mudah mencuri darah-darah di tempat kerjaku, bukan? Sekarang kau pergi, aku tidak bisa memelihara parasit dalam rumahku!" Valenesh menunjuk ke arah luar.
"Vale ...."
"Keluar!"
"Vale dengarkan penjelasanku dulu! Pertemuan kita malam itu benar-benar tidak disengaja dan aku sudah terlanjur nyaman denganmu. Jadi kumohon izinkan aku tinggal si sini untuk tetap menjadi sahabatmu!"
"Persahabatan kita sudah berakhir!" teriak Valenesh.
"Vale, aku hanya sekali mengambil darah di rumah sakit itu dan kumohon maafkan aku! Aku ...."
"Pergi!" teriak Valenesh sambil mendorong tubuh Henritz keluar. Valenesh sudah terlalu marah sehingga tidak ingin mendengarkan penjelasan apapun.
Brak.
Pintu dibanting kuat kemudian dikunci oleh Valenesh dari dalam. Henritz mencoba membuka pintu, tetapi menyadari pintunya telah dikunci.
Oleh karena itu dia langsung mengatupkan kedua tangan di depan dada sambil memejamkan mata.
Wuus.
Henritz sudah ada di hadapan Valenesh lagi membuat Valenesh terkejut.
Henritz lalu bersimpuh di kaki Valenesh.
"Vale berikan aku kesempatan untuk hidup bersamamu lagi. Aku janji tidak akan pernah mencuri darah di rumah sakit lagi," mohon Henritz dengan tatapan sayu.
"Tidak bisa. Sekali maling akan tetap menjadi maling." Valenesh berbalik. Namun, Henritz menahannya.
"Aku mohon Vale, beri kesempatan untukku untuk membuktikan bahwa aku akan berhenti mencuri. Apapun aku lakukan asal bisa terus dekat denganmu."
"Apa yang kau incar dariku?"
"Kenyamanan hidup, perhatianmu."
"Bohong!" teriak Valenesh.
"Aku bersumpah Vale, aku berkata jujur ...."
"Keluar!" teriak Valenes.
"Vale ...."
"Keluar! Keluar! Keluar! Keluar ...!"
Mendengar Valenesh berteriak histeris akhirnya Henritz mengalah.
"Baiklah aku pergi sekarang," lirih Henritz lalu menghilang dari hadapan Valenesh.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yana Judiana
sadd:((
2023-09-03
0
Pink Blossom
ya di usir deh🤧🤧
2023-03-11
0
Pink Blossom
ad ap dg kalung'y
2023-03-11
0