Malam mencekam, awan menggantung dan terlihat kilatan cahaya di langit. Suara guntur sesekali terdengar. Valenesh yang baru pulang dari stadion sehabis menonton acara sepakbola bareng di layar lebar, menyetir mobilnya dengan kencang sebab memprediksi sebentar lagi akan turun hujan.
Saat menyetir mobilnya itu samar-samar dia melihat benda jatuh dari langit.
Bruk.
Ckiiit!
Valenesh mengerem mobilnya secara mendadak kala melihat benda besar menghalangi pandangannya ke depan.
"Benda apa itu?" Valenesh turun dari mobil untuk memeriksanya.
Gadis itu kaget saat melihat sesosok makhluk yang terbaring tidak berdaya di tengah jalan beraspal. Mahkluk itu terlihat sangat besar.
Dengan langkah pelan Valenesh mendekat. Semakin dekat semakin kecil benda itu di mata Valenesh.
"Tolong aku! Tolong!" Terdengar suara pria yang meminta tolong.
"Apakah itu manusia?" valenesh sedikit ragu untuk melanjutkan langkahnya.
"Auw, sakit tolong aku! Ada manusia, kah di sini?"
"Benar itu manusia dan suara minta tolong berasal dari benda itu."
Valenesh yang mempunyai rasa kemanusiaan tinggi pun berlari mendekat dan menyorot benda tersebut dengan senter handphone-nya.
Dia kaget ketika melihat seorang pria tampan dengan tubuh penuh luka berbaring tak berdaya.
Valenesh mendekatinya lebih dekat lagi. "Kamu kenapa?"
"Aku dirampok, mobil dan dompetku dibawa kabur. Tolong aku, aku sudah tidak kuat! Aaarggh!" Pria itu mengerang kesakitan.
"Baiklah, ayo aku bantu berdiri. Kita ke mobil sekarang!"
Pria itu mengangguk dan Valenesh memapah pria itu hingga masuk ke dalam mobil.
Valenesh pun membawa pria itu ke rumah karena jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan rumah sakit.
Sampai di rumah, Valenesh mendudukkan tubuh pria tersebut di atas sofa ruang tamu lalu menghidupkan lampu di ruangan tengah rumahnya itu.
Henritz Fanhouzan nama pria itu. Dia begitu kaget saat Valenesh menghidupkan lampu karena sedikit silau. Dia langsung menutup matanya.
"Kenapa ditutupi begitu?" Valenesh Falencia menyingkirkan tangan di wajah Henritz.
Setelah tangan pria itu tidak menghalangi wajah Henritz lagi, Valenesh kaget sebab orang yang ditolongnya itu sangat tampan sekali seperti orang korea.
"Siapa namamu dan kenapa sampai seperti ini?"
"Bukankah sudah kukatakan tadi aku dirampok, mengapa masih bertanya lagi?" Henritz balik bertanya.
"Oh iya saya lupa. Sorry habisnya aku terpana melihat wajahmu yang begitu tampan dan mirip dengan Jungkook," ucap Valenesh terkekeh lalu bangkit untuk mengambil kotak obat.
"Jungkook siapa?" tanya Henritz saat Valenesh kembali ke sisinya dan mencoba mengobati luka-luka di tubuhnya.
"Auw." Henritz meringis kesakitan.
"Sakit?"
"Perih."
"Nanti akan hilang sendiri."
Henritz mengangguk.
"Beristirahatlah!" perintah Valenesh saat sudah menyelesaikan pekerjaan membersihkan dan mengobati luka-luka Henritz.
"Katakan dulu siapa Jungkook!" Henritz penasaran.
"Kamu benar-benar tidak tahu?"
Henritz menggeleng.
"Oh ya kamu pasti tidak tahu, kalau cowok tuh pasti tahunya black pink bukan BTS," ujar Valenesh membuat Henritz mengerutkan dahi semakin tidak mengerti.
"Jungkook tuh salah satu anggota dari grup band korea. Salah satu band ternama yang terkenal dan mendunia."
"Oh." Barulah Henritz bisa memahami bahwa yang dimaksud Valenesh adalah penyanyi band.
"Oh ya siapa namamu tadi? Masa aku harus panggil Jungkook KW sih?" Valenesh tertawa renyah membuat rona wajahnya semakin bersinar diterpa sinar lampu kristal yang menggantung tepat di atasnya.
"Dia cantik sekali. Andai dia juga vampir, setelah berhasil mengalahkan Rodex, Geof, dan Terex aku pasti membawanya ke istana untuk dijadikan permaisuri," batin Henritz.
"Ya sudah aku panggil Jungkook saja," ujar Valenesh sebab Henritz tidak menjawab pertanyaannya.
"Namaku Henritz Fanhouzan. Kau boleh memanggilku Henritz."
"Henritz? Nama yang bagus. Oh ya kamarmu yang di sana!" Valenesh menunjuk ke arah kamar yang ada di pojok ruangan.
Henritz menatap kamar yang ditunjukkan oleh Valenesh lalu mengangguk.
Sepersekian detik kemudian Valenesh bangkit dan berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya sendiri yang berada di lantai 3.
Henritz yang masih berada di sofa merasa kelaparan. Dilemparkan dari tempat yang sangat tinggi tidak hanya membuat tubuhnya terluka, tetapi juga remuk dari dalam. Henritz merasa tidak punya kekuatan sama sekali bahkan untuk berjalan pun dia rasanya tidak sanggup.
"Darah, aku harus mendapatkan darah saat ini juga untuk memulihkan kekuatanku." Henritz lalu teringat dengan benda cair yang berwarna merah yang tadi sempat dioleskan Valenesh pada lukanya.
Segera Henritz meraih kotak obat yang ditinggalkan oleh Valenesh begitu saja di atas meja. Henritz membuka kotak tersebut dan mengambil povidone iodine di dalamnya.
"Lumayan walaupun hanya sedikit siapa tahu bisa membuatku berjalan dan mencari darah yang lainnya." Henritz membuka tutup botol povidone iodine lalu menciumnya.
"Kok baunya beda ya dengan darah biasanya? Ah mungkin ini yang dimaksud darah murni oleh ayah sewaktu masih hidup. Makanya wanita tadi mengoleskan pada luka-lukaku karena darah murni memang mempunyai keunikan tersendiri." Henritz langsung meneteskan obat merah itu di lidahnya.
"Ah, kenapa rasanya pahit dan asam?" Henritz mengecap tetesan obat merah di lidahnya.
"Bodoh! Kan darah murni rasanya memang unik." Henritz meraih gunting yang berada di sebelah povidone iodine itu lalu menggunting leher botol povidone iodine agar bisa langsung meminumnya dengan sekali tegukan untuk mengurangi rasa pahit di lidahnya.
Slurp.
Selesai meneguk obat merah atau povidone iodine itu Henritz menyandarkan tubuhnya untuk menunggu reaksi dari benda cair berwarna merah yang dia anggap adalah darah murni itu.
Beberapa saat kemudian jantung Henritz berdegup kencang dan lidahnya terasa terbakar.
"Ah panas!" teriak Henritz dengan suara yang menggelegar sambil mengibaskan tangan di depan mulutnya yang menganga.
Valenesh yang baru saja menyelesaikan mandi malamnya dengan air hangat langsung mengambil bathrobe panjangnya dan berlari keluar kamar. Setelahnya dia memilih turun ke lantai dasar dengan mengunakan lift agar lebih cepat sampai.
"Kau kenapa lagi?" tanya Valenesh sambil berlari ke arah Henritz.
"Lidah dan mulutku terasa panas, hah, hah, hah," sahut Henritz sambil menjulurkan lidahnya keluar.
"Kau meminum ini?" tanya Valenesh langsung saat melihat botol povidon iodine sudah tergeletak sembarangan dalam keadaan kosong.
Henritz mengangguk.
"Oh God! Apa mau dia sebenarnya?" keluh Valenesh.
"Aku ingin lekas sembuh, jadi lebih cepat kalau aku meminumnya, kan daripada hanya mengoleskan saja pada luka?" Tidak mungkin Henritz berkata jujur bahwa dirinya menganggap cairan itu adalah darah. Bisa curiga nanti Valenesh tentang dirinya yang bukanlah manusia.
"Bodoh! Ayo kita ke rumah sakit!"
Akhirnya Valenesh membawa Henritz ke ruang IGD rumah sakit tempatnya bekerja.
Di belahan dunia lain, Rodex dan Terrex malah senang melihat Henritz ditolong oleh Valenesh sebab dengan kehadiran Henritz di samping Valenesh, mereka tidak perlu khawatir kejahatan mereka ditemukan. Pihak rumah sakit pasti akan menyangka bahwa Henritz, lah pelaku pencurian kantong darah yang selama ini terjadi.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Pink Blossom
oh trnyta yg slma ini jd pencuri itu rodex dn adik kndung'y henritz
2023-03-05
1
Pink Blossom
darah murni? jgn² veleseh pemilik drh murni jd
2023-03-05
0
Pink Blossom
itu bkn drh henritz
2023-03-05
0