Setelah mendapatkan penanganan dari dokter, Henritz pun diperbolehkan pulang kembali karena keadaanya tidak parah. Dokter hanya memberikan resep obat saja untuk menetralkan pengaruh povidone iodine dalam tubuh Henritz.
"Istirahatlah!" ujar Valenesh saat sudah sampai di pinggir ranjang kamar yang menjadi kamar Henritz sekarang.
Henritz mengangguk dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang lalu memejamkan mata sedang Valenesh keluar dari kamar Henritz menuju kamarnya sendiri.
Pagi hari Valenesh mengerjapkan mata saat sinar matahari menembus melalui celah-celah gorden kamar Valenesh.
Dia segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum berkutat di dapur membuat pasta yang senantiasa menjadi menu sarapan tiap harinya.
Setelah Pasta selesai dibuat Valenesh langsung mengecek keadaan Henritz di kamarnya.
"Kenapa belum bangun juga dia, apa masih tidur jam segini?"
Tok tok tok.
Pintu terdengar diketuk dari luar, tetapi Henritz masih bergelung dalam selimut. Tidak ada yang membuka pintu kamar.
"Henritz!" panggil Valenesh.
Tidak ada jawaban dari luar.
"Henritz bangun, ini sudah jam 7 pagi!" seru Valenesh lagi. Tidak ada jawaban dari dalam.
"Tuh orang tidur atau mati sih?" Valenesh menggaruk kepalanya.
"Waduh jangan-jangan keadaannya–" Segera Valenesh memutar handle pintu yang ternyata tidak dikunci dan berlari ke arah ranjang dimana Henritz tidur dengan posisi meringkuk.
Tubuh Henritz bergetar seperti orang kedinginan. Segera Valenesh melempar selimut yang menutupi tubuh Henritz kemudian mengecek untuk memastikan keadaan pria itu.
"Dia tidak demam, tapi mengapa tubuhnya gemetar seperti ini? Apa mungkin karena efek cuaca yang dingin karena di luar hujan semalaman?" gumam Valenesh padahal Henritz merasakan kedinginan karena suhu tubuhnya yang menurun akibat di dalam tubuhnya tidak terjadi pembakaran kalori karena kelaparan.
"Henritz bangun yuk sudah siang!" Valenesh mengguncang tubuh Henritz.
"Aku masih mengantuk tinggalkan aku seorang diri," bohong Henritz padahal tubuhnya terasa lemah walaupun hanya untuk sekedar bangun.
"Hari sudah pagi dan sekarang waktunya makan, ayo!" Valenesh menarik gorden dan membuka jendela yang ada di ruangan itu hingga sinar matahari menembus ke dalamnya.
"Auw silau, tutup!" perintah Henritz.
"Lah ini sudah pagi, sinar matahari bangus untuk kesehatan dan tubuhmu yang kedinginan ini malah bagus kalau mendapatkan kehangatan sinar matahari."
"Tapi tidak untuk kesehatanku. Aku tidak suka sinar matahari."
Bukannya keadaan Henritz tambah membaik malah tambah bergetar hebat.
"Kamu kenapa sih? Apa efek keracunan semalam?" Valenesh bingung dan panik.
"Kita ke rumah sakit sekarang!"
"Tidak perlu, tutup jendelanya!"
Valenesh menatap ke arah jendela dan Henritz secara bergantian, lalu mendesah kasar. Wanita itu bangkit dan menutup jendela kembali.
"Gordennya juga!" perintah Henritz lagi.
"Hmm, manusia aneh," gumam Valenesh. Namun, tetep melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Henritz.
"Sudah ayo keluar, aku sudah menyiapkan makanan untukmu!"
Henritz menyingkirkan kedua tangan yang menutupi wajahnya lalu membuka mata. Dia mengangguk sambil merentangkan satu tangan agar ditarik oleh Valenesh.
"Apa lidah dan perutmu masih terasa terbakar?" tanya Valenesh sambil menarik tangan Henritz.
Henritz menggeleng. Valenesh membantu Henritz hingga pria itu duduk di kursi meja makan. Valenesh mengambil dua piring pasta yang sudah dibubuhi saos dari dalam dapur dan menaruhnya di atas meja makan.
"Mari makan!" ajak Valenesh.
Tentu saja Henritz kaget melihat menu yang dihidangkan oleh Valenesh.
"Apa ini? Seperti cacing saja," batin Henritz menatap jijik pasta di atas piring.
"Makan!" perintah Valenesh lagi melihat Henritz tidak bergerak dan sama sekali tidak mau menyentuh makanan di atas meja.
"Kenapa masih diam? Makan kemudian minum obat!"
Henritz mengambil sumpit dan mengaduk-aduk pasta di atas piring. Sesekali dia mencium saus tomat yang ditumpuk di atas pasta tersebut.
"Sama sekali tidak bau darah," gumam Henritz dan suara pria itu sedikit terdengar di telinga Valenesh.
"Makanlah! Itu bukan darah dan bukan pula obat merah seperti yang kau minum semalam."
Henritz mengangguk dan terpaksa makan meskipun pasta di mulutnya terasa aneh sebab tidak ingin Valenesh curiga bahwa dirinya bukanlah manusia.
Makan pasta tidak membuat Henritz kenyang karena sejatinya yang bisa membuat tubuh seorang vampir kenyang adalah darah.
"Setelah makan aku ingin mengunjungi temanku. Apa kau tidak apa aku tinggal sendirian?"
"Oh tidak apa-apa, pergilah! Aku baik-baik saja."
Valenesh mengangguk dan segera membawa piring ke dalam dapur lalu mencucinya. Setelahnya gadis itu kembali ke dalam kamar dan mengganti pakaiannya untuk bersiap-siap pergi.
"Ini ponsel untukmu, kalau ada apa-apa segera hubungi diriku. Di dalam ponsel itu hanya ada nomor teleponku saja." Valenesh mengulurkan ponsel ke arah Henritz dan pria itu menerimanya.
"Aku pergi dulu, bye!" Valenesh melambaikan tangan dan berlari keluar rumah. Dia sedikit terlambat dari waktu yang sudah disepakati dengan teman-temannya.
Setelah Valenesh pergi, Hendrik menimbang-nimbang ponsel di tangannya.
"Benda apa ini, kenapa wanita tadi memberikannya padaku?"
Meletakkan begitu saja ponsel di atas meja makan tatkala melihat seekor kelinci melompat-lompat ke arahnya.
"Kebetulan." Dengan langkah tertatih Henritz mengejar kelinci tersebut.
"Hei ayolah hewan kecil, kenapa kau lincah sekali?"
Kelinci yang dikejarnya tiba-tiba naik ke atas sofa.
"Dapat! Akhirnya kau menyerah juga." Taring-taring Henritz keluar dan segera menghisap darah dari kelinci tersebut.
"Ah segar! Ini cukup untuk memulihkan tenagaku meski tidak sekuat jika aku mengkonsumsi darah manusia." Hendritz tersenyum lalu berjalan keluar dan melempar kelinci yang sudah tidak bernyawa itu ke sembarang tempat.
Tubuh yang pucat dan seolah membeku sedari tadi berubah. Rasa dingin kini berubah menjadi rasa hangat yang menjalar di seluruh tubuhnya.
Di sebuah pinggir lapangan sepakbola.
"Val tumben kau telat," sapa Kekey melihat Valenesh yang baru muncul.
"Ada yang ku urus dulu sebelum kemari."
"Kelinci kesayanganmu sakit lagi?"
"Tidak hanya saja saya mengurus seseorang yang semalam hampir saya tabrak."
"Siapa?"
"Seorang pria aneh yang takut dengan sinar matahari," jawab Valenesh dengan ekspresi datar.
"Ada ya manusia takut sama matahari? Memang benar-benar aneh itu orang yang kamu tolong sebaiknya kamu hati-hati saja setelah sembuh segera suruh dia pergi dari rumahmu," nasehat Kekey.
"Janganlah aku tidak tega jika harus mengusirnya."
"Harus tega dong Val, demi keselamatan dirimu. Ingat kau hanya tinggal berdua dengan Pak satpam di rumah itu. Jadi kalau dia melakukan sesuatu yang jahat padamu, akan sulit bagi orang lain untuk menemukannya."
"Kau tenanglah sebab kalau aku lihat dia orangnya polos. Jadi tidak mungkinlah kalau dia melakukan hal yang di luar nalar. Mungkin dia memang mengidap suatu penyakit yang tidak boleh terkena sinar matahari."
"Oh ya, ya aku pernah dengar sih ada penyakit takut sama sinar matahari, kalau tidak salah namanya Xeroderma pigmentosum. Hmm, sepertinya kau menyukainya sehingga tidak rela kalau dia harus pergi dari rumahmu," tebak Kekey.
"Ya sepertinya," sahut Valenesh sambil tersenyum membayangkan wajah Henritz Fanhouzan yang begitu tampan.
"Eh tapi penyakit apa yang kamu maksud itu?"
"Xeroderma pigmentosum atau XP merupakan salah satu penyakit kulit keturunan yang langka, yaitu ketika kulit sangat sensitif terhadap paparan radiasi sinar UV dari matahari. Saking sensitifnya, paparan dalam jumlah kecil pun bisa menyebabkan kulit penderita XP terbakar hingga melepuh."
"Waduh ngeri juga tuh penyakit, semoga saja penyakit Hendritx hanya fotofobia saja."
"Semoga saja, tapi aku kok jadi kepo sama pria yang kamu maksud. Lain kali aku main deh ke rumahmu biar nggak penasaran."
"Jangan!"
"Eh kenapa Val? Tumben aku nggak boleh main ke rumahmu."
"Takut naksir, nanti aku ada saingan hehehe." Valenesh terkekeh.
"Nggak mana mungkin aku naksir sama pria yang takut sama matahari. Kayak vampir aja."
"Huss, kok ngomong gitu sih Key, jangan dong! Masak orang seganteng itu vampir." Valenesh tidak terima sahabatnya menganggap Henritz vampir.
"Kan aku cuma bercanda, ya sudah tuh para pemain sudah berdatangan."
"Oke yuk, saatnya kita rapat!"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Radiah Ayarin
pasti vampir itu
2023-02-11
1
Nengmela 😘
dia itu calon suami mu kan ya🤣
2023-02-11
1
🛡️Change⚔️ Name🛡️
Suruh makan kecap aja tuh, kan hampir mirip 😁
2023-02-11
2