My Wife
"Mari bercerai." Sebuah suara datar nan dingin datang dari mulut Alina. Dia sudah menikah selama tiga tahun di keluarga Louis. Tetapi kenyataan pahit menamparnya. Dia telah menikah tetapi dia tidak dianggap oleh suaminya. Wanita mana yang tidak tersakiti jika diperlakukan seperti itu.
Leonel Louis Maxwel menaikkan alisnya. Dia mendongak dan menatap dingin ke arah wanita yang berdiri dihadapannya. Tangannya terhenti bekerja. Keningnya berkerut dalam.
Alina dapat melihat mata hitam nan tajam itu menatapnya dingin. Ia seolah merasakan perasaan yang dingin dan segera menoleh ke arah lain.
"Kenapa?" Dia ingin tau alasan yang tepat. Kenapa dia ingin bercerai?
Auranya yang mendominasi dengan suara rendah membuat jantung Alina menggigil. Alina menggigit bibir bawahnya dan kemudian ia berkata dengan lirih.
"Aku tidak mencintaimu." Sahutnya dengan tegas.
Pria itu tidak menanggapi. Dia lanjut bekerja. Seolah ucapan Alina adalah lelucon yang tidak perlu di dengarkan. Alina tidak mendapatkan respon. Membuat jantung Alina bergetar tak menentu. Dia mengerutkan dahinya bertanya tanya.
Sebelum pergi menemui pria itu dia sudah menyiapkan sebuah berkas di tangannya. Kemudian dia mengambil dari dalam tas tangannya lalu menaruh berkas itu tepat di hadapan pria itu.
"Aku sudah menyiapkannya. Kau hanya perlu tanda tangan. Dan mengenai properti. Aku tidak membutuhkannya." Ucapnya.
Pria itu kembali menghentikan tangannya dan dipaksa untuk melihat berkas itu. Pria itu seolah dirinya di rendahkan. Seorang wanita yang tidak sepadan dengannya malah menceraikannya. Dia adalah pria terkuat. Tidak ada yang berani membantahnya dan wanita ini malah membuatnya rendah diri. Amarah di dalam pria itu melonjak dan merasa kesal dengan sikap wanita ini. Dia menggertakkan giginya.
"Alina!" Ucap Pria itu dengan suara lirih.
Tubuh Alina bergetar kala pria itu mengucapkan namanya dengan jelas. Ini pertama kalinya dia dipanggil seperti itu. Pria yang berstatus suami selama tiga tahun itu telah hidup di luar negeri setelah upacara pernikahannya. Meninggalkan Alina hidup di dalam negeri dengan properti rumah yang sudah disediakan.
Di dalam rumah itu, dia hanya menunggu kedatangan suaminya untuk pulang. Dia masih berharap jika sang suami itu masih perduli padanya. Namun kenyataannya di luar negeri dia mendengar desas desus jika sang pria telah memiliki putra dengan wanita lain.
Hati Alina merasa hancur. Sekarang hanya bisa melakukan seperti ini. Dia menikah karena dipaksa kedua orang tuanya. Mereka berkata jika dia menikah ke dalam keluarga Louis, dia tak akan kekurangan apapun dalam harta dan tahta. Tetapi di luar akan hal itu, perasaan yang seharusnya terakit dalam perahu harus hancur bersamaan dengan berita itu.
Alina merasa gugup kala mata Leonel berubah merah. Dia menatapnya dengan tajam.
"Tidak ada kata perceraian dalam kamusku. Pergilah!." Ujar Leonel. Ia meraih berkas itu dan melemparnya ke dalam tempat sampah. Tepat saat itu manik matanya yang coklat bertemu dengan mata hitam Leonel. Alina sempat tertegun menatap manik mata Leonel.
Kemudian kesadarannya kembali tersadar kala Leonel membuang berkas itu ke dalam tempat sampah.
"Leonel. Apa maksudmu dengan membuang berkas itu. Jika kau tidak mau menceraikanku. Sebaiknya kau segera pulang. Kau anggap apa diriku selama tiga tahun ini." Alina berkata lirih. Air mata nya berkumpul di pelupuk matanya. Dia sangat sakit hati.
Selama tiga tahun ini wanita itu telah mengorbankan waktu. Dia menikah di usia masih muda. Mengorbankan segalanya demi menempuh kehidupan pernikahan ini tetapi pria itu telah mematahkan segalanya.
Dia tidak mengerti, kenapa pria itu tidak menganggap keberadaan dirinya tetapi enggan untuk menceraikannya.
Alis pria itu saling bertaut. Wajahnya menghitam. Alina menyadari perubahan wajah pria itu. Punggungnya semakin gemetar ketakutan. Dia perlahan mundur.
"Kamu keterlaluan."Setelah itu Alina hendak pergi, Tetapi sedetik kemudian pria itu meraih pergelangan tangannya dan menyeretnya keluar dari ruangan kerja.
Antara ruang kerja dan kamar utama tidak terlalu jauh. Pria itu dengan langkah besar menarik Alina masuk ke dalam kamar utama.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Alina dengan kepanikan di matanya.
Pria itu tidak menjawab, ia menarik dasi yang melilit lehernya dan melemparnya asal. Alina semakin panik. Ia melangkah mundur.
"Leonel!" Alina ingin menghentikannya tetapi tangan pria itu kembali terulur lalu melemparnya ke ranjang.
Alina merasakan sakit pada punggungnya. Tetapi dia harus menahannya dan segera bangkit terduduk. Tetapi ia sudah menemukan Leonel membuang jas yang membalut kemeja putihnya. Kini tangannya teralih kepada kancing kemeja itu dan membukanya satu persatu.
Alina semakin panik dan mundur. Tetapi punggungnya terhalang oleh papan ranjang. Leonel tertawa dan itu terdengar mengerikan di telinga Alina.
"Leonel! Hentikan! Berhenti di sana!" Alina berkata dengan suara meninggi. Matanya terpejam dan tangannya terulur ke depan.
"Kenapa? Bukankah ini yang kau maksud." Leonel menyeringai. Tangannya telah berhasil membuka semua kancing kemeja yang terakhir. Terlihat dadanya yang kuat dari balik kemejanya yang terbuka. Alina membuka mata dan melihat dada Leonel yang kuat. Dia tertegun sejenak tetapi ia harus menarik kesadarannya.
"Leonel. Kau...Kau tidak boleh seperti ini. Jika kau melakukannya, Kau sama saja telah melakukam kekerasan dalam rumah tangga." Ucap Alina dengan terbata.
"Oh ya." Leonel berkata dengan senyum semakin menakutkan.
Alina menatap pria itu dengan tajam penuh kewaspadaan. Ia menarik ponselnya dari dalam tas dan segera menghubungi polisi melalui balik punggungnya. "Leonel, jika kau berani. Aku akan berteriak." Ucap Alina dalam kepanikan.
Pria itu kemudian tertawa. "Teriaklah. Disini tidak akan ada yang dengar teriakanmu meski kau berteriak sampai tenggorokanmu putus." Ujar Leonel menghentikan tawanya dan berkata dengan keji. Kemudian ia berlalu dan masuk ke dalam kamar mandi.
Alina tertegun sejenak. Kemudian ia kembali menatap ponselnya. Terdengar suara dari sebrang berucap berulang kali. Alina mematikan telepon. Menyimpan kembali ke dalam tas. Ia segera bangkit dari atas ranjang. Sebelum Leonel keluar dari dalam kamar mandi, ia harus segera melarikan diri.
Tanpa merapikan penampilannya, Alina berjalan menuju ke sebuah pintu keluar. Tetapi saat memegang gagang pintu dan menariknya. Pintu itu telah di kunci.
"Sialan!" Alina mendesis dengan pelan. Matanya memerah karena marah. Tetapi ia masih dalam kepanikan yang luar biasa. Ia mencari celah untuk bisa keluar dari dalam kamar itu. Matanya menelisik ke seluruh ruangan kamar yang luas nan mewah itu.
Ia menyadari kala ia menelisik ruang kamar itu terlihat sangat mewah dan luas. Berbeda dengan kamar utama yang ia miliki di dalam negeri. Ia tertegun sejenak.
Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka. Alina menarik kesadarannya dan mencari apapun alat untuk melindungi dirinya. Dan pandangannya menemukan sebuah kayu pemukul bola baseball di lemari kaca. Ia segera mengambilnya dan menyimpannya di samping tubuhnya.
Leonel keluar dengan handuk sebatas pinggang melilit tubuhnya. Ia bersiul santai. Alina yang berada dipojokan menyaksikan tubuh Leonel yang bertelanjang dada. Ia terpesona dengan tubuh Leonel yang tampak seksi.
Rambutnya terlihat berantakan. Apalagi ada tetesan air yang menetes dari rambutnya yang basah. Ia terlihat semakin tampan. Alina mengedipkan matanya tampak terpesona.
Leonel tersenyum menyeringai dan mengganti pakaiannya dengan santai. Alina membelalakkan matanya kala pria itu malah membuka handuk yang menutupi bagian pentingnya tanpa rasa malu. Alina segera membalikkan badannya dan mendesis kesal.
"Kenapa kau menghadap ke sana. Bukankah aku adalah suamimu?" Leonel berkata menyeringai.
Tetapi Alina tidak menjawab. Dia merutuki dirinya, karena harus menemui pria itu. Leonel telah selesai berpakaian. Dia kemudian duduk di sofa dan memandang Alina yang masih menghadap ke tembok.
"Aku sudah selesai." Ungkapnya.
Alina merasa ragu untuk berbalik. Ia mengeratkan pegangan pada pemukul base ball.
Leonel melirik ke arah tangan Alina yang sepertinya sedang memegang sesuatu di balik tubuhnya. "Apakah aku semenankutkan itu, sampai kau harus memukulku dengan kayu." Leonel mengerutkan bibirnya. Wajahnya berubah jelek seolah mencibir dirinya sendiri.
Alina tidak berkata apapun, hanya melirik sebilah kayu yang ia pegang.
"Siapa yang melakukan kekerasan? Apakah aku harus menelepon polisi." Leonel membalikkan perkataan Alina.
Alina mengerutkan bibirnya dan perlahan melepas pegangan pada kayu itu. Ia berbalik badan dan meningkatkan kewaspadaan.
"Leonel, kenapa kau mengurungku disini? Mengenai yang aku katakan tadi. Anggap aku tidak mengatakan apapun. Biarkan aku pergi!" Ucap Alina.
Leonel menaikkan alisnya sebelah. Lalu tersenyum ringan.
"Oh ya!" Leonel merubah wajahnya menjadi tegas dan arogan. "Apakah sebelum ini, kau tidak memikirkan apapun hal lain?"
Alina menatap wajah itu dengan ketakutan yang mendalam. Dia hanya ingin bercerai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 13 Episodes
Comments
Lia Juli
lanjutkaaaaannnnnn
2023-01-29
0
Sunenti Kamalia
bab awal menarik👌
2023-01-28
0