Bab 12 Jauh dimata dekat dihati

Emilia tertawa terbahak bahak. Dia tidak mengerti dengan sikap Alina ini. Menurutnya, tindakan Alina ini sangat lucu. Jadi ia menertawakannya. Lagi pula, Emilia tau jika Alina memang sudah menikah. Apalagi lelaki yang menikahinya itu adalah seorang pengusaha yang kaya. Buat apa bekerja jika suaminya sudah kaya?

"Diamlah Emi. Aku benar benar membutuhkannya." Alina segera memarahi Emi yang menertawakannya.

"Haha, kau ini benar benar bodoh Alina. Suami kaya sepertinya kenapa kau malah mencari pekerjaan." Emilia tertawa hingga perutnya sakit.

Alina merasa kesal sambil memonyongkan bibirnya.

"Lagi pula, aku ini hanyalah penjual kue kecil kecilan. Mana bisa aku menggajimu jika kau bekerja padaku." Lanjut Emi sambil mengambil gelas dan meminumnya. Setelah tertawa terlalu lama tenggorokan Emi sangat kering.

Terlintas di pikiran Alina sebuah ide cemerlang. Ia menarik sudut bibirnya lalu berkata dengan serius.

"Kalau begitu kita bekerja sama saja. Kau tak perlu menggajiku melainkan kita bagi hasil saja."

Emilia langsung tersedak dengan ucapan Alina ini. "Apa maksudmu?"

Alina mengetuk ngetukkan jarinya di bagian dagunya. "Aku akan menyewa ruko, kau yang membuat kuenya dan kita bekerja sama untuk menyeponsorkannya. Menurutmu? Bagaimana dengan ide ku ini?" Alina berbicara sambil menoleh ke arah Emilia dengan tampang terkejut.

"Aku yang membuat kue sendirian?" Tanya Emi.

Alina mengangguk. "Aku tidak bisa memasak. Dan aku hanya bisa makan saja. Tapi pekerjaanku ini adalah sebagai kasir juga sebagai pelayan jika ada pelanggan datang. Sedangkan kau hanya berada di dapur membuat kue saja."

"Dasar oncom!" Emi baru tau jika Alina tidak bisa melakukan apapun. Dia hanya bisa menepuk dahinya sendiri.

Alina nyengir.

"Ya baiklah, aku terima ide kamu ini."

"Begitu baru benar." Alina langsung tertawa, dan obrolan mereka selanjutnya saling bercerita tentang masa lalu mereka. Bahkan mereka hampir lupa jika mereka mengobrol sudah terlalu lama.

Hari semakin sore. Alina segera berpamitan dan pergi dari kediaman Emilia. Sampai di rumah mewahnya sudah menjelang magrib.

"Dari mana?" sebuah suara yang datar dan dingin itu menyentaknya ketika ia menapakkan kakinya masuk ke dalam ruangan tengah.

Alina mengedarkan pandangannya ke arah sofa bersamaan dengan lampu menyala terang benderang. Alina terpaku pada sosok yang tengah berdiri menatapnya.

Kemudian ia menghela nafas mencoba untuk tetap tenang menghadapi sikap Leonel ini.

"Dari rumah temen." Jawab Alina.

"Laki atau perempuan?"

"Kenapa kau cerewet sekali. Ah sudahlah, aku capek. Aku akan mandi sebentar. Nanti aku akan memasak untukmu." setelah itu Alina bergegas pergi ke kamarnya.

Leonel tampak muram. Tapi hanya mampu menghela nafas. Ia mendongakkan wajahnya sekilas kemudian ia kembali duduk dan menonton tivi.

Leonel entah kenapa tiba tiba sudah pulang. Selesai mandi dan berganti pakaian, Alina kembali turun. Ia mengenakan kaos yang kebesaran dengan celana pendek di atas paha. Sangat terlihat jelas kakinya yang ramping dan mulus.

Leonel melirik sekilas pada langkah Alina yang menuruni tangga. Ia mematikan tivi dan mengejarnya.

"Alina, katakan padaku kenapa kau mengajukan cv pada perusahaan lain?" Tanya Leonel sambil mengikuti langkah Alina yang memasuki dapur.

Alina menghentikan langkahnya dan Leonel harus berhenti dengan paksa. Dia hampir saja menabrak Alina yang berhenti mendadak. Tubuhnya yang tinggi membuat Alina harus mendongak.

"Kamu tau?" Tanya Alina dengan menaikkan alisnya.

"Menurutmu? Aku adalah bos, apa yang tidak aku ketahui." Leonel memandangnya dengan bertaut alis. Tangannya terlipat di depan dada.

Alina mendundukkan kelopak matanya dan menghela nafas.

"Jika kau mau, kau bisa datang padaku. Aku akan memberimu posisi." Lanjut Leonel.

"Leonel, seseorang yang merangkak naik melalui orang dalam bukankah akan mengundang banyak musuh. Aku tidak mau. Lagi pula aku sudah tak berminat lagi bekerja di perusahaan." setelah itu ia berbalik dan memasuki dapur.

Alina mengambil mie instan dari dalam kulkas dan membawanya ke tempat perapian.

"Jika tidak berminat, kenapa kau ingin bekerja." Leonel masih mengejarnya bahkan ia kini telah bersandar pada meja dapur sambil memperhatikan Alina yang sedang menuangkan air ke dalam panci.

"Aku hanya merasa bosan di dalam rumah." Balas Alina.

"Jika bosan, aku akan membawamu bulan madu."

Alina menolehkan kepalanya dan memandangnya dengan tajam. "Lelucon apalagi yang kau katakan Leonel?"

Alina meluruskan pandangannya meletakkan panci berisi air ke atas kompor dan menyalakannya.

"Aku sungguh sungguh, lagi pula di dunia luar telah di beritakan bahwa kita sudah menikah. Memang lelucon apa yang dapat aku katakan." Leonel menaikkan alisnya.

Alina kembali menghela nafas, kini air dalam panci telah mendidih. Ia membuka bungkus mie instan dan memasukkannya ke dalam panci lalu menunggunya hingga matang.

"Kamu memiliki istri dan anak di luar. Jika tau tentang berita ini. Apa yang akan mereka pikirkan? Mereka juga butuh pengakuan darimu." Alina mengulurkan jarinya dan menunjuk dadanya dengan telunjuknya.

"Tidak ada hubungannya dengan mereka." Leonel berkata dengan dingin.

"Saat ini mereka sedang mencarimu. Suatu saat mereka akan datang. Kenapa kau tidak menandatangani perceraian kita saja? Ada wanita lain yang harus tersakiti." jawab Alina tegas.

Mie sudah matang, ia mematikan kompor dan mengangkatnya. Leonel dengan naluriah mengambil alih gagang panci dan menuangkan mie ke dalam mangkuk yang ia bagi dua.

"Peduli apa dengan mereka. Mereka yang menjebakku. Meskipun di luar aku sering bermain wanita. Tapi aku selalu menggunakan pengaman. Bagiku, dia hanya menjeburkan dirinya untuk mendapatkan keuntungan. Jadi aku tidak perduli dengan mereka." Leonel berjalan ke arah meja makan. Dengan nampan yang berisi dua mangkuk mie instan.

"Meskipun begitu dia juga perempuan. Jika tau pria yang ia sukai telah menikah dengan orang lain. Bukankah menimbulkan dendam?" tanya Alina. Ia segera duduk di kursi di samping Leonel.

"Bagaimana mungkin? Aku telah memberinya uang kompensasi dan dia mengambilnya. Sejak dua tahun itu dia pergi. Bagaimana kau tau soal ini?" Di benak Leonel tanpa sadar menyadari pembicaraan Alina.

Alina tersenyum kering. "Jadi benar selama ini yang aku dengar?"

"Sialan! Kau menjebakku?" tanya Leonel memandang Alina dengan amarah.

"Tidak. Aku hanya sekedar tau ketika kakek berbicara dengan seseorang di telepon. Malam itu aku tak sengaja mencuri dengar pembicaraannya."

"Lalu kau meminta perceraian ini karena alasan itu?"

Alina mengangguk. "Sebagai wanita. Aku juga tersakiti." Alina merasakan kesedihan yang berkepanjangan selama dia menikah dengan Leonel. Hanya saja dia mau bertahan dengan alasan masih bersekolah. Mungkin saat lulus nanti ia akan memikirkannya. Dan saat ini dia sudah lulus jadi ia mempunyai kesempatan untuk berbicara hal ini hari ini.

Leonel tertegun ketika kalimat yang terakhir ia ucapkan. Ternyata selama ini ia selalu dirindukan oleh wanita ini. Ketika masih berada di luar negeri kadang kala dada bagian kirinya selalu terasa nyeri. Tapi setelah kepulangannya penyakit itu tidak pernah kambuh sama sekali..

Apa ini yang di namakan dengan jodoh? Jauh dimata dekat dihati.

Leonel berkedip kemudian menundukkan kepalanya menyuap mie instan itu.

"Jadi, masih adakah alasan lain untuk pembuktian pengajuan perceraian ini?" Alina bertanya.

Leonel masih terdiam merasakan panas menyebar ke dalam mulutnya. Dia baru pertama kalinya memakan mie instan buatan Alina. Ini pertama kalinya gadis itu memasakan makanan yang bisa di makan manusia. Jadi ia tidak menanggapi perkataan Alina. Setelah mie sudah masuk ke dalam kerongkongannya ia kembali berujar.

"Sudah aku bilang berkali kali. Aku tak akan menceraikanmu. Apapun alasanmu. Dan mengenai hal itu, kau katakan saja pada ibu. Maka aku akan murah hati menandatanganinya." Jawab Leonel tidak mempunyai beban apapun.

Percuma saja, Alina mengumpulkan semua bukti perselingkuhan Leonel selama hidup di luar negeri. Pada akhirnya ia harus berkata kepada Selena. Selena adalah ibu yang penuh kasih. Ia tak mungkin menyakiti hati wanita itu. Terlebih dia sangat menyayangi wanita itu seperti ibu kandungnya.

Setelah berdebat tiada akhir itu, Leonel lebih dulu menarik kursi. "Uang satu triliun itu tiada artinya bagiku. Hanya saja kau itu istriku. Sebaiknya kau simpan kata katamu itu dan jadilah istri yang baik untukku."

Terpopuler

Comments

lya

lya

dikit amat thor

2023-02-15

0

lya

lya

dikit amat thor

2023-02-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!