Pada kenyataannya yang namanya ujian hidup pasti selalu ada. Apalagi menikah yang dipaksakan. Belum tentu mereka akan berakhir bahagia masih ada banyak rintangan yang harus mereka lalui.
Alina membereskan meja makan. Setelah itu bergegas menuju kamarnya. Namun langkahnya terhenti ketika Leonel berada di ruangan tengah sambil menonton televisi.
Menyadari ada yang menatapnya, Leonel segera menoleh.
"Kemarilah!" Leonel menepuk sisi kirinya.
Alina membelokkan langkahnya menghampiri Leonel yang sedang bersantai. Kemudian duduk di sofa yang sama hanya saja cara duduk Alina sedikit menjauh dari Leonel.
Leonel menghela nafas, ia menarik dirinya agar pria itu dapat secara dekat duduk di samping wanita itu.
"Ada apa kau memanggilku?" Tanya Alina.
"Tidak ada apa apa. Aku hanya ingin berdua denganmu." Balas Leonel.
"Leonel, hubungan kita tidak sedekat ini. Jadi jangan coba coba untuk membujukku dengan cara seperti ini."
"Kalau begitu, mari kita ulangi waktu yang telah hilang dengan saling berbagi dan mendekatkan diri." Balas Leonel.
Alina terbelak. "Aku bilang aku tidak mencintaimu."
"Kalau begitu aku akan membuatmu jatuh cinta padaku."
"Haist, kau ini perayu wanita yang handal. Dan aku tidak tertarik sama sekali." Alina berkata dengan acuh tak acuh.
Leonel yang mendengar hal itu tersenyum miring. Kemudian ia teringat akan hal Alina yang melamar kerja di tempat lain. Dia ingin tau alasan wanita itu jadi ia segera mengalihkan topik pembicaraan dengan cepat.
"Aku ingin bertanya sekali lagi padamu, kenapa kau tidak melamar kerja di tempatku? Aku bisa memberimu tempat sesuai dengan pendidikanmu S2."
"Karena aku tidak mau berada di bawah perintahmu. Jadi aku melamar pekerjaan di tempat lain" Alina menjawabnya dengan cemberut.
"Baiklah terserah kau." Jawab Leonel mengalah.
Keduanya sama sama menonton televisi. Jam berdetak tanpa terasa waktu semakin malam. Alina menguap berkali kali. Melihat Alina yang sudah mengantuk. Leonel memerintahkan untuk pergi ke kamar lebih dulu.
Alina pun beranjak dari sofa dan pergi ke kamar. Tak berapa lama Leonel menyusul.
Di atas pembaringan itu, Alina langsung memejamkan mata karena sudah sangat mengantuk, Sementara Leonel membaring kan tubuhnya dengan telentang. Di sampingnya Alina tidur membelakangi juga ada guling sebagai pembatas mereka berdua.
Tanpa terasa, malam berangsur angsur kembali pagi.
Seperti biasa Leonel akan terbangun di pagi hari sementara Alina akan pergi ke dapur menyiapkan makanan. Selama menunggu makanan siap Leonel akan duduk di kursi di ruang makan sambil membaca koran dengan secangkir kopi dihadapannya.
Tak berapa lama makanan telah siap. Alina menyajikan tempe goreng dihadapan Leonel beserta nasinya.
"Besok pagi, aku akan membawakan koki kemari."
"Nah begitu dong, menjadi pria itu harus respect kalau aku ini tidak bisa memasak. Jadi aku tidak akan repot repot lagi menggoreng tempe ini lagi." Alina berkata dengan semangat namun semangat itu kembali dipatahkan Leonel ketika menyangkal pernyataannya.
"Hanya untuk mengajarimu memasak sampai kau pandai."
Mata Alina terbelak. "Apa!"
Leonel sudah selesai menghabiskan sarapannya, mengambil tisu dan mengelap sudut bibirnya.
"Tidakkah kau mau belajar tentang memasak? Sebagai wanita meskipun dalam berkarir yang tinggi juga harus bisa memasak. Menyenangkan suami itu berkah." Jawab Leonel.
Alina semakin tak berdaya. Ia mengerutkan bibirnya. Leonel langsung mendorong kursinya ke belakang dan pergi setelah mengenakan jas hitamnya.
Padahal sudah merasa senang ketika dia tidak lagi memasak tetapi yang ia dapatkan malah harus belajar memasak. Kenapa hidupnya selalu dipaksa untuk belajar?
…
Hari semakin siang. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian ia bergegas keluar rumah. Setelah berputar putar di sekitar jalan merpati, akhirnya menemukan sebuah ruko yang akan disewakan. Ia pun mencatat nomer yang ditinggalkan si pemiliknya. Lalu menghubunginya dengan nomer pribadinya.
"Halo, dengan pak Rahmat?"
"Ya benar. Ini siapa?"
"Perkenalkan nama saya Alina, mengenai ruko bapak, saya ingin menyewanya. Bisakah kita bertemu untuk menanyakan hal lebih lanjut."
"Oh, sepertinya masih ada waktu. Kita bertemu di ruko saja."
"Baik, saya akan menunggu anda."
Telepon ditutup. Tak berapa lama si pemilik ruko telah datang. Dia adalah seorang pria baruh baya mengenakan peci dan sabuk yang melilit pinggangnya dengan celana hitam.
"Pak Rahmat."
Si pemilik nama langsung tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan. "Ya, benar. Apakah anda nona Alina?"
Alina mengangguk. Jabatan tangan mereka pun terlepas.
"Kita masuk saja untuk mengetahui isi ruko ini. Antara cocok dan tidak cocoknya kita bisa bicarakan lagi." Pak Rahmat pun mengeluarkan sebuah kunci. Setelah terbuka, ia sedikit menggeser pintu lalu masuk.
Alina dapat melihat isi ruko itu terdiri dua lantai. "Bagaimana menurutmu nona?" Tanya pak Rahmat.
"Sesuai yang aku inginkan. Jika menyewa selama satu tahun berapa harganya?" tanya Alina.
"Anda bisa menyewanya dengan harga 20 juta selama setahun. Itu sudah termasuk listrik dan air."
"Baiklah. Saya minta rekening anda. Saya akan membayarnya lunas."
Pak Rahmat langsung tersenyum lebar. Ia memberikan kartu rekeningnya lalu melanjutkan proses selanjutnya.
Untuk urusan ruko kini telah terselesaikan. Alina tersenyum sempringah lalu menghubungi sahabatnya Emilia.
"Emilia, aku sudah mendapatkan rukonya."
"Ah benarkah?" tanya Emi hampir tak percaya.
"Ya, disini sangat dekat dengan area anak sekolahan. Aku yakin kamu juga akan cocok jika berjualan disini."
Emilia tanpa sadar meneteskan air mata. Dia sangat terharu dengan kebaikan Alina. Sudah setahun ini, dia ingin mempunyai toko sendiri. Namun karena terhalang biaya dengan ia harus membiayai ibunya yang sedang sakit sakitan, maka dia tidak mempunyai uang.
Sekarang ada Alina yang membantunya sekarang dia sangat lega.
"Alina, terima kasih. Ini adalah impianku sejak lama." Jawab Emi dengan suara rendah dan serak.
"Hei jangan berterima kasih padaku. Itu karena aku juga membutuhkan pekerjaan ini. Lebih baik kau segera datang kemari dan kita hias bersama."
Emilia mengusap wajahnya dan tersenyum cerah. "Oke."
Saat sibuk bekerja, ponsel Leonel berdenting tanda pesan masuk. Setelah mengeceknya dia mendapati ada uang yang keluar dari bank. Ia memerintahkan Nathan untuk meneliti pengeluaran itu.
Setelah beberapa waktu. Nathan kembali masuk dan melaporkan dana yang keluar selama tiga tahun terakhir.
"Ini adalah catatan pengeluaran dari pihak bank atas nama nona Alina Fabianto. Anda segera lihat." Nathan memberikan sebuah dokumen ke hadapan Leonel.
"Dan ini yang terakhir kali untuk menyewa sebuah ruko seharga 20 juta." dan sangat terlihat jelas sebuah transaksi yang keluar melalui rekeningnya dan masuk ke rekening atas nama Rahmat Abdullah.
"Kenapa dia menyewa ruko?" Tanya Leonel tidak tau.
"Dari yang saya tau. Nyonya akan membuka toko kue bersama sahabatnya." Jawab Nathan.
Leonel mengangguk. Sepertinya pemblokiran CV pelamaran kerja dari Alina malah berakibat membuka toko sendiri. Tetapi itu sangat bagus, apalagi toko itu menjual kue. setidaknya wanita itu akan belajar untuk memasak.
"Oke. Kau boleh keluar."
Nathan pun membungkuk hormat dan keluar dari kantor Leonel.
Di ruko jalan merpati.
Emilia telah datang, Alina memperkenalkan ruko itu. Lalu terinspirasi untuk membuat ruangan itu menjadi estetik. Jadi ia akan mendekorasi ruko kecil itu menjadi tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat nongkrong para anak anak remaja.
"Sangat bagus Alina. Terima kasih, Ini adalah impianku sejak lama." mereka berdua saling berpelukan.
"Sudahlah. Lebih baik. Kita mencari tukang untuk merombak ruangan ini."
"Alina. Biayanya pasti besar jika merombak, apalagi harga sewa ruko ini. Kau memiliki uang sebanyak itu, kenapa kau tidak memulai usaha sendiri?"Tanya Emilia dengan kening berkerut dalam.
"Aku tidak tau usaha apa yang cocok untukku. Maka dari itu aku melamar pekerjaan. Tapi tak di sangka aku sama sekali tidak mendapatkan panggilan kerja sama sekali. Aku teringat kamu saat itu juga pergi ke tempatmu. Jadi aku memikirkan hal ini bersamamu."
"Ternyata seperti itu." Emilia mengangguk.
Setelah lama berputar di dalam ruko itu, Alina dan Emi mencari tukang untuk mendekorasi ruko itu. Setelah seminggu mendekor ulang, kini ruangan itu terlihat baru lagi.
Emi dan Alina bisa memulai usaha mereka disana. Sebelum usahanya lancar, Emi dan Alina akan melayaninya sendiri.
Siang itu, pertama kalinya mereka membuka toko mereka. Selain membuat kue juga menjadikan tempat yang asyik untuk tongkrongan.
Para anak remaja yang baru saja keluar dari tempat pembelajaran mereka langsung terkesima dengan tempat yang strategis itu. Apalagi mereka sangat suka nongkrong ketika jam pelajaran usai.
Nyatanya mereka sangat antusias pergi ke sana dan menikmati kue dan camilan buatan Emilia. Sepanjang hari ini diadakan promo karena baru pertama buka. Bukan hanya remaja yang datang kesana. Ada juga para penikmat kuliner yang berdatangan ke sana.
Bahkan Alina dan Emilia sangat kerepotan harus melayani mereka.
Toko ditutup pada jam 10 malam. Alina dan Emilia membereskan barang barang mereka. Saat itu sebuah mobil bentley masuk ke dalam parkiran.
Leonel melihat melalui kaca pembatas di dalam ruko itu terlihat lelah. Ia pun turun dari dalam mobil dan masuk kedalam toko.
Alina menundukkan kepala, menghitung jumlah keuntungan yang di dapat. Saat pintu didorong terbuka akan mengeluarkan lonceng bunyi. Tanpa sadar segera berkata menyapa.
"Selamat datang di toko kami." Ucap Alina.
Leonel berdiri di depan pintu. Dia mengerutkan alisnya dan melihat dengan jelas apa yang tengah disibukkan oleh Alina.
Alina mendongakkan kepalanya kala pelanggan yang hadir tidak mengucapkan pesanannya.
"Leonel." Pandangan Alina terpaku pada sosok tinggi itu yang tengah memandangnya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Alina.
Bukannya menjawab tetapi pria itu malah mengedarkan pandangan sekelilingnya sambil meneliti keadaan ruko itu.
"Ternyata bagus juga." Leonel merasa puas dengan gaya minimalis ruangan ruko itu yang menurutnya kecil.
Emilia sudah selesai membersihkan dapurnya. Saat ini ia mendengar sebuah keributan di luar jadi ia bergegas keluar. Namun langkahnya terhenti di depan pintu ketika melihat ada seorang lelaki tinggi yang menawan.
Dia bahkan sangat terpesona dengan apa yang ia lihat. Namun pandangan itu harus ia alihkan ketika Alina berjalan terlebih dulu dan menyeret pria itu keluar. Emilia pun langsung tersadar dan duduk di meja pengunjung sambil minum air.
Alina meninggalkan meja kasir dan menarik lengan Leonel yang malah berdiri di tengah ruangan mengomentarinya. Leonel tiba tiba diseret keluar oleh Alina.
"Kamu jangan mengusik usaha ini. Cukup kau sudah memblokir aku melamar pekerjaan." Alina bersikap tegas.
"Kau pergilah, sebentar lagi aku akan pulang." ketus Alina dan hendak berbalik untuk kembali masuk.
"Aku akan menunggumu." saat mengatakannya Alina sudah masuk ke dalam. Entah Alina mendengar atau tidak.
Leonel kembali ke dalam mobil sambil menunggu wanita itu Keluar. Sudah setengah jam Leonel menunggu. Toko juga sudah tidak ada pengunjung. Di pintu depan sudah terpasang kata 'tutup' tak berapa lama lampu di matikan.
Emilia dan Alina berjalan bersama. Sebelum sampai di parkiran Alina dan Emilia tampak berbincang.
"Ini pertama kalinya kita membuka toko tapi sudah ada banyak pelanggan. Ngomong ngomong besok kita harus merekrut pegawai saja."
"Benar. Aku juga merasa kewalahan berjalan kesana kemari melayani pelanggan juga harus mencatat pesanan. Aku sangat lelah."
Saat saling berbincang Emilia tanpa sadar melirik sebuah mobil mewah dengan merek yang sama dengan mobil yang biasa di gunakan Alina. Emilia mengerutkan kening sambil menolehkan kepalanya. Menyadari jika perkataan Alina tidak didengar ia pun menatap Emilia.
"Emilia dengar tidak apa yang aku katakan." Tanya Alina.
"Alina, lihatlah mobil itu. Sejak tadi dia berparkir disana." Emi menunjuk ke sebuah mobil yang terparkir di sebrang jalan.
Alina mengikuti jari telujuk Emi yang mengarah pada mobil Leonel yang masih menunggunya.
"Ugh." Alina tercengang.
"Sepertinya mobil itu sama dengan mobil yang kau pakai."
Emilia masih melihat dengan jelas mobil hitam bermerk bentley itu tetap berdiam disana.
"Itu Leonel." Sahut Alina dengan suara rendah.
Meskipun berkata dengan suara rendah, Emilia masih tetap mendengar karena hari sudah malam juga tidak terlalu berisik.
"Emilia. Aku pulang dulu." Alina menghentak rasa keterkejutan Emilia. Lalu bergegas ke sana.
Emilia mengenyahkan rasa penasarannya untuk bertanya. Dia memilih pergi mengendarai motor matiknya dan meninggalkan area ruko.
Sementara Alina menemui Leonel yang ternyata masih menunggunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 13 Episodes
Comments
Xiaomi Note3
mana kelanjutanny
2023-03-29
0
Zrhy Wahyuni Nur Bilal
lanjut thor
2023-03-23
0
Yulia Ningsih
semangat thor
2023-02-17
0