Para tamu undangan yang hadir saling berdiskusi. Selena dan ayah Leonel (David Maxwel louis) dapat mendengar diskusi mereka karena ruangan menjadi tambah berisik. Tetapi mereka tidak peduli.
"Leonel, ini adalah kedatanganmu setelah tiga tahun di luar negeri. Mari bersulang."
"Terima kasih ayah." Leonel mengikuti David menjulurkan tangannya dengan menggenggam gelas berkaki yang berisi anggur lalu mereka sama sama menenggaknya.
"Lain kali, ayah akan menempatkanmu di perusahaan pusat. Jadi kau tak perlu lagi menangani perusahaan cabang yang berada di Jaya karta itu." Ucap David.
Leonel tersenyum sambil melirik Alina yang terdiam di sampingnya.
Malam semakin larut. Pesta pun semakin marak. Satu persatu para undangan memilih pergi setelah menghabiskan hidangan di hadapan mereka, namun ada juga yang bertahan dari awal hingga akhir. Setelah lama berada di pesta itu Leonel sudah mulai merasa bosan berada di pesta itu. Sementara Selena dan David masih menemui para kolega bisnis mereka yang masih bertahan di sana.
"Ayo kita pulang." Leonel beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Alina yang hanya terdiam. Nampaknya gadis itu memang tidak memiliki kenalan siapapun di sana kecuali Selena. Hanya saja Selena harus menemani David untuk menemui para kolega bisnisnya. Jadi Alina juga tidak bisa menikmati pesta itu kecuali menemani Leonel yang duduk di sampingnya dengan sesekali menenggak anggur yang telah di sediakan.
Leonel tanpa aba aba langsung menarik tangan Alina dan menggenggamnya. Alina tanpa sadar langsung beranjak dari tempat duduknya dan mengikuti langkah Leonel di sisinya. Lagi pula dirinya tidak bisa menolak selain menurutinya. Leonel dan Alina terlihat nampak harmonis jika seperti itu. Selena yang tanpa sengaja menangkap mereka saling bergandengan tangan langsung tersenyum lebar.
"Lihatlah David. Leonel meskipun keras kepala dia tetap menyayangi istrinya." Selena menunjuk ke arah Leonel dan Alina berjalan melewati para tamu.
"Ya benar. Sikapnya meniru diriku. Andai dia meniru sifatmu dia tidak akan sekeras itu. Tapi aku lega, ketika dia tiba tiba mengatakan ingin menikah. Sudah berulang kali kita menjodohkan dengan anak dari beberapa teman kita tapi dia enggan untuk menyetujuinya."
"Sudahlah David, itu semua masa lalu. Yang penting kita harus fokus dengan masa tua kita. Biarkan Leonel yang akan mengisi ruang Ceo mu itu. Ayah juga akan kembali ke negara panama. Seharusnya kau juga menepati janjimu untuk mengajakku berkeliling dunia."
"Ha."
"Ayolah David. Kau sudah berumur hampir enam puluh tahun, sudah seharusnya yang muda yang bekerja sekaligus menggantikan posisimu. Aku rasa Leonel sudah membuktikannya dengan mengelola perusahaan cabang di negara Jaya Karta. Apakah kau tidak ingin dia lebih sukses dari mu. Lagi pula, kau tidak seharusnya memisahkan mereka lagi."
"Ya...ya...ya. Baiklah jika seperti itu. Aku akan meminta ijin ayah untuk menaikkan jabatan Leonel. Ayah juga sudah berumur 89 tahun. Nanti aku akan mengurus semuanya. Kita akan pergi mengelilingi dunia."
David merangkul bahu istrinya dan tertawa. Mereka bukanlah pasangan muda tetapi keromantisan mereka melebihi anak muda.
Kali ini mobil Leonel tidak pergi ke villa tempat orang tuanya tinggal melainkan ke rumah yang sudah dia beli sendiri di daerah perumahan elit di tengah pusat kota di kota metro.
"Leonel, kenapa kau tiba tiba pulang?" tanya Alina saat mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah mewah itu. Leonel mengernyitkan dahinya.
Langkah Leonel terhenti kala Alina maju selangkah dan menghadang jalannya. Dia menatap wajah Leonel yang dingin dan datar.
Leonel membalas tatapan Alina dia tertegun jika dihadapkan dengan wajah Alina yang cantik. Dulu saat Hendro berlutut padanya Leonel menganggap sebuah lelucon jadi dia asal berkata dengan meminta untuk menikahi putrinya. Tapi tak di sangka, jika menatapnya terus menerus hatinya menjadi goyah.
"Leonel!" Alina kembali menyadarkan Leonel yang terus menatapnya.
"Hm." Leonel berdehem dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Jadi maksudmu, kau berharap aku tidak kembali?" Leonel bertanya dengan tegas. "Bukankah waktu itu kau pernah berkata jika masih ingin mempertahankan pernikahan ini aku harus kembali."
"Kau masih muda, tapi ternyata kau sudah pikun." Kemudian Leonel menggeser tubuh Alina menyamping, lalu melanjutkan langkahnya pergi ke kamar utama di lantai dua.
"Apa? Apakah barusan dia mengolokku." Alina terlihat nampak bodoh.
Leonel tersenyum geli.
(…)
Terdengar suara air shower yang mengalir dari dalam kamar mandi, Alina melirik ke arah pintu kamar mandi itu tampaknya Leonel sedang mandi.
Setelah melewati pesta malam ini, Alina juga merasa lelah. Tubuhnya terasa lengket meski di dalam aula itu ada banyak pendingin yang menyejukkan ruangan itu. Tetapi dia tetap saja berkeringat.
Leonel sudah selesai mandi, dia mengenakan handuk sebatas pinggang dan airnya masih menetes dan terhenti pada lipatan handuk yang melilit pinggangnya. Dia membuka pintu dengan asal dan keluar dari dalam kamar mandi. Tetapi air masih saja menetes ke lantai sehingga lantainya basah.
Melihat Leonel yang sudah keluar, Alina bergegas masuk ke dalam kamar mandi. kala melangkah tiba tiba Alina terpeleset oleh air rembesan. Tanpa sadar Alina terjatuh. Namun belum sampai mencapai lantai, seolah tubuhnya telah melayang diudara.
Sebuah tangan besar menangkapnya. Alina membelalakkan matanya. Wajahnya begitu dekat dengan wajah Leonel. Bahkan dia bisa menghirup sabun yang biasa ia pakai. Hanya saja bau sabun itu tercium sangat wangi jika digunakan oleh pria itu.
Pletak
Leonel menjentikkan jarinya di dahi Alina. Sehingga Alina tersadar akan buaian manis yang tercium melalui indra penciumannya. Alina meringis merasakan rasa sakit pada dahinya kemudian dia tersadar jika ia tidak sampai terjatuh ke lantai, lantas ia segera beranjak dari tangkapan tangan besar milik Leonel. Wajahnya memerah karena malu.
"Cepatlah mandi." Ungkapnya dengan memijat tangannya yang terasa kram.
"Eh." Alina menyembunyikan wajahnya yang merona. Jika diperhatikan dengan jelas, Leonel sangatlah tampan. Wajahnya tidak membosankan meski dipandang setiap hari. Pantas saja banyak wanita yang selalu datang kepadanya.
Alina berlari memasuki kamar mandi dan menutup pintunya. Dia merasakan debaran jantung yang sangat cepat. Punggungnya ia sandarkan di balik pintu. Dia meraba jantungnya yang berlarian kesana kemari. Dadanya tampak naik turun karena nafas yang memburu dengan cepat. Wajahnya masih merona.
Leonel di luar sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian piyama. Dia sangat lelah setelah melakukan perjalanan dari Jayakarta dan menghadiri pesta hingga tengah malam. Dia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang tanpa menunggu Alina yang sedang mandi.
Sementara Alina di dalam kamar mandi sudah selesai mandi. Dia mengenakan handuk kimono kemudian keluar. Tatapannya teralihkan kala Leonel telah terbaring di atas tempat tidur. Ini sudah jam 1 dinihari. Mungkin dia terlalu lelah. Alina tidak perduli dan dia tak perlu waspada jika Leonel akan berbuat seperti sore tadi.
Dia berjalan ke arah meja rias. Menghabiskan waktunya dengan mengoleskan skincare pada wajahnya. Tak lupa mengoleskan lotion kepada kaki dan tangannya. Setelah selesai, ia berjalan ke arah walk in closet. Namun tatapannya tak bisa teralihkan kala Leonel tidur dengan pulas di atas ranjangnya.
Dia mengerutkan bibirnya. Namun sesaat kemudian, ia bergidik mengingat sikap Leonel yang tanpa ampun menghajar dirinya di atas ranjang. Dia berlari memasuki walk in closet mengganti handuk kimononya dengan piyama panjang berwarna matcha dengan gambar pororo di dadanya.
Di umurnya yang ke 25 tahun tetapi kebiasaannya sewaktu kecil selalu melekat kepada dirinya. Dia nampak gelisah dan takut jika berada dekat dengan Leonel dia tanpa sadar mondar mandir kesana kemari memikirkan dia malam ini ia akan tidur di mana.
Setengah jam telah berlalu, Leonel terbangun dari tidurnya dan meraba ke samping ranjang. Ah...itu kebiasaannya karena di luar negeri dia selalu tidur dengan wanita manapun. Saat pikirannya sudah teringat jika dia telah kembali. Dia mendudukkan dirinya di tepian kasur. Kepalanya serasa berdenyut nyeri. Mungkin dia terlalu banyak minum anggur kala di pesta tadi.
Dia pun beranjak dan ingin minum. Saat menoleh, air di gelas telah kosong. Dia bergegas keluar dari kamar. Namun pandangannya teralihkan ke arah sofa dengan bantal dan selimut yang menutupi seluruh tubuh Alina. Kening Leonel mengernyit.
Apa yang di lakukan wanita bodoh itu di sana?
Langkah Leonel membelok ke arah sofa, menyibak selimut yang menutupi wajah Alina. Ia tersenyum geli kala ada air menetes melalui sudut bibir wanita itu.
Mungkin karena kebiasaannya yang jorok jadi wanita itu memilih tidur berjauhan. Leonel mengeluarkan ponsel dan memotret wajah Alina yang jelek. Setelah itu, ia keluar kamar dan menuruni tangga sambil melihat hasil jepretannya dan terkikik sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 13 Episodes
Comments
Mulianti Mulianti
upppp tor
2023-01-30
0
Evi
thoor up lg
2023-01-30
0