Matahari mulai terbit dari ufuk timur. Mata Alina berkedip kala sinar mentari menyinari wajahnya melalui celah gorden jendela. Ia merasa tak nyaman akan hal itu. Meskipun enggan untuk bangun, tetapi karena rasa tak nyamannya ia pun terpaksa bangun.
Terdengar deringan telepon di sebelahnya. Ia menguap sebentar dan menggeliat. Ia menoleh dan melihat nama yang berada di papan layar depan pada ponselnya. Wajahnya tersenyum. Itu adalah mama Leonel. Selena.
Meskipun dia tidak pernah bertemu dengan Leonel atau apakah pria itu menganggapnya sebagai istrinya atau tidak. Tetapi keluarganya menganggapnya sebagai menantu di keluarga Louis.
Alina segera mengangkat telepon itu.
"Halo." terdengar suara yang halus dan lembut dari ujung telepon.
Selama mereka masih menganggapnya sebagai menantu di keluarga Louis, mereka akan selalu bersikap baik kepadanya. Alina sudah terbiasa dengan keluarganya. Dia selalu bersama mereka ketika hari libur. Dia juga sudah mempelajari tentang tata krama selama masuk ke dalam keluarga Louis. Ada yang tidak boleh dan ada yang boleh. Jadi ia sudah tau akan hal itu.
"Mama!" Suara Alina terdengar hangat.
Selena tersenyum dari sebrang sana, Meskipun Alina tidak dapat melihatnya. Tetapi Alina dapat merasakan kebaikan Selena. Selena tidak memiliki seorang putri. Ketika Alina menjadi menantunya, dia sudah merasa tak kesepian lagi. Alina adalah wanita yang mudah menyesuaikan diri. Termasuk dengan Selena yang bisa mengobrolkan apapun sehingga mereka mudah akrab.
"Alina. Malam ini adalah ulang tahun perusahaan. Mari kita pergi berbelanja." Selena berkata dengan lembut.
Pesta? Malam ini. Kenapa ia baru tau sekarang. Setidaknya jika ada perayaan dia mengetahui sebelumnya. Tahun tahun sebelumnya, Dia tidak selalu datang ke acara pesta karena ia selalu bentrok dengan kegiatannya di luar kota. Atau seringnya dia selalu mendapat tugas di luar daerah. Karena ia sudah lulus, jadi ia mendapatkan kesempatan untuk pergi.
"Baiklah ma." Jawab Alina.
Selena menganggk. "Oke. Sopir akan menjemput kamu sejam lagi. Bersiaplah." Ujar Selena.
Setelah mengakhiri panggilan dengan Selena. Alina melirik jam yang tergantung di dinding. Ternyata sudah jam sembilan pagi. Ia lekas pergi mandi dan berpakaian sopan. Tak lupa untuk menguncir rambutnya dengan dikuncir kuda.
Ia menuruni tangga, dan Bik Muna sudah menyiapkan sarapan. Alina pergi ke ruang makan dan menyantap sedikit makanan. Setelah selesai makan, tepat sopir yang akan menjemputnya telah sampai.
Alina segera pergi dengan mobil yang di berikan oleh Selena. Di sebuah perbelanjaan pusat kota, Selena dan Alina bertemu.
Malam ini adalah pesta perayaan ulang tahun perusahaan yang ke 150 tahun. Perusahaan ini adalah perusahaan yang didirikan oleh nenek moyang keluarga Louis. Karena sudah berdiri selama lebih 100 tahun. Maka perayaan ini akan dibuat megah.
Selain itu, keluarga Louis akan mengumumkan secara resmi akan pernikahan Leonel dan Alina.
Tiga tahun yang lalu pernikahan mereka tidak terlalu diadakan pesta. Yang penting mereka sah secara agama dan negara. Acaranya hanya dihadiri oleh kerabat terdekat dan kolega bisnis yang penting penting saja. Tidak ada yang tau tentang kebenaran pernikahan mereka.
"Mama!" Alina menyebut Selena dengan mama ketika mereka saling bertemu.
"Alina, sudah satu bulan kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu. Apakah kau baik baik saja?" Tanya Selena seraya memeluk satu sama lain dengan Alina.
"Tentu saja, Alina baik baik saja. Hanya saja, Alina sudah tidak memiliki kegiatan setelah lulus." Jawab Alina dan pelukan mereka saling terlepas.
"Tidak apa apa. Kau adalah nyonya muda dikeluarga Louis." Sahut Selena sambil tertawa. "Baiklah ayo pergi. Mama sudah memerintahkan budi untuk mempersipkan gaunnya."
Kedua wanita yang berbeda umur itu masuk ke dalam pusat perbelanjaan di kota metro. Banyak para pengunjung lain menatap mereka dengan perasaan terkagum. Meskipun Selena sudah memasuki kepala empat tetapi wajah cantiknya tidak menampakkan umurnya yang lebih dari seperempat abad.
Alina dan Selena berjalan berdampingan. Di belakangnya pengawal wanita mengikuti. Sampai di sebuah pintu toko yang biasa menjadi langganan Selena, Budi sudah berada di depan pintu dan di belakangnya beberapa jajaran anak buahnya berdiri dengan tegap.
Ketika Selena dan Alina sudah mulai nampak, terlihat Budi menyunggingkan senyuman dan segera maju untuk menyambutnya.
"Nyonya Selena!" Ucap Budi menyapa Selena.
"Budi." Selena tersenyum lalu melirik Alina yang berada di sampingnya. "Kenalkan, ini Alina. Istri dari Leonel Maxwel Louis. Kau harus melayaninya dengan baik." Ucap Selena.
Budi mendengar pemberitaan ini merasa terkejut. Tatapannya menuju ke arah Alina yang terlihat menyunggingkan senyum ramah di wajahnya. Ia Menelisik tubuh Alina dan pakaian yang dikenakan oleh gadis itu secara seksama. Dia akui, jika wanita ini memang sangat cantik. Penampilannya juga lumayan oke. Hanya saja, sebagai istri dari Leonel, dia tampak terlalu masih muda. Dan Seharusnya dia lebih pantas untuk dijadikan sebagai adiknya.
"Nyonya muda Louis. Selamat datang. Saya adalah Budi, sekaligus perancang busana di sini." Ucap Budi seraya memperkenalkan diri.
Alina menatap pria yang bertubuh kekar itu dengan seksama, kemudian ia menyunggingkan senyuman. "Iya."
"Nyonya Selena, nona Alina. Mari silahkan masuk. Saya sudah menyiapkan gaun sesuai perintah anda." Budi beralih kepada Selena dan mempersilahkan masuk. Pelayan itu segera menyingkir dan mengambilkan gaun yang telah disiapkan Budi sebelum mereka datang.
Selena dan Alina melangkahkan kakinya mengikuti langkah Budi yang masuk ke dalam toko. Di dalam toko itu tersedia sofa yang panjang dan sebuah meja. Budi memerintahkan kepada salah satu pelayan untuk membuatkan minuman kepada kedua tamunya. Selena dan Alina duduk di sofa panjang sementara Budi berdiri.
Seorang pelayan datang dengan mendorong rak pakaian. Budi segera maju dan mengambil salah satu gaun dari sana. "Nyonya Selena, ini adalah gaun dengan bahan beludru yang mewah."
Selena mengangguk dan memuji keindahan gaun itu. "Sangat bagus." kemudian ia menoleh ke arah Alina. "Alina, apa kau suka?" Tanya Selena.
Alina melihat gaun dengan bahan beludru itu terlihat bagus dan indah. Ia tidak bisa menahan untuk tidak memujinya. "Bagus sekali tetapi menurutku itu tidak sesuai dengan usiaku." Sahut Alina.
Budi memperlihatkan senyuman masam. Gadis ini malah tidak menyukai gaun yang ia rancang. Budi meletakkan gaun itu ke tempat semula. Lalu mengambil gaun lainnya yang berada di sebelahnya.
"Bagaimana jika gaun yang ini? Bahannya dari satin lembut. Saya membawanya dari luar negeri." Budi kembali memperlihatkan gaun yang berada ditangannya.
Gaun itu berwarna hitam nan panjang. Terlihat sangat sopan dan elegan. Di bagian punggungnya nampak terbuka dan di bagian dadanya terlalu rendah. Namun dibagian bawah gaun itu ada manik manik yang berkilau membuat gaun itu semakin indah dan mewah.
"Bagaimana menurutmu Alina?" Selena bertanya kepada Alina lagi.
"Mama, gaun ini sangat bagus dan indah. Tetapi jika Alina yang memakainya sungguh tidak cocok dibadan Alina." Sahut Alina.
"Nona Alina. Bagaimana kau menilai jika gaunku tidak cocok pada tubuhmu, anda belum mencobanya." Budi sangat geram dan segera menyela perkataan Selena.
"Benar apa yang dikatakan Budi. Kau belum mencobanya. Mungkin saja gaun ini akan cocok jika kau sudah mengenakannya." Tambah Selena.
"Tidak ma, aku ingin gaun yang berwarna peach itu." Alina sudah tidak bisa menahan lagi dan segera menunjuk ke sebuah gaun yang berada di sampingnya lagi. Gaun itu berwarna peach dan berbentuk sabrina. Sangat cocok jika dikenakan oleh tubuhnya.
Budi tersenyum senang, kemudian ia mengambilkan gaun itu. "Benar benar pilihan yang sempurna." Budi bergumam rendah kemudian mengambil gaun yang di maksud Alina.
Gaun itu terbuat dari tile yang berkualitas tinggi dengan bordiran pada bunga di bagian dadanya. Gaun ini terlihat elegan dan mewah. Di bagian bawahnya ada motif bling bling sehingga nampak berkilau. Alina pergi ke sebuah kamar pas. Sedangkan pelayan membawakan gaun itu hingga ke dalam.
Beberapa lama kemudian, Alina keluar dengan gaun di tubuhnya. Sangat cocok dengan usianya yang masih muda. Selena tersenyum melihat kecantikan Alina yang terpancar pada wajahnya. Juga pada gaun itu.
"Bungkus gaun itu dan kirimkan ke alamatku." Gumam Selena yang mengacu pada Budi sebagai perintah.
"Baik Nyonya."
Budi menaikkan tangannya kepada pelayan untuk membungkus gaun yang di pilih Alina. Alina kembali masuk ke dalam kamar pas dan mengganti pakaiannya dengan pakaian semula. Selena juga memilihkan sepatu hak tinggi kepada Alina. Setelah menghabiskan beberapa jam hanya dengan memilih pakaian. Kini mereka beralih kepada sebuah salon yang berada di sana.
"Alina, kita butuh spa untul merilekskan tubuh kita." Ucap Selena kemudian ia membawanya masuk ke dalam salon itu. Di sana sudah di sambut oleh pemilik salon. Dan membawanya kepada kursi santai.
Di dalam salon itu, Tubuh Alina dan Selena dipijat.
Alina merasa sangat enak dan nyaman. Selama bersama Selena, ia selalu mendapatkan layanan terbaik di salon ini. Dia juga sudah terbiasa pergi ke sana selama mengenal Selena.
Sampai jam 5 sore, akhirnya mereka selesai. Mereka kembali ke kediaman keluarga besar Louis Dengan wajah yang nampak segar.
"Alina, pergilah mandi dan berdandan. Di kamar atas adalah kamar Leonel. Kau bisa menggunakannya." Selena memberitaukannya ketika mereka telah sampai di kediaman mereka.
Alina hanya mengangguk. Seorang pelayan datang dan mengantarkan Alina ke kamar pribadi Leonel.
Meskipun ia sering berkunjung ke sana. Ini pertama kalinya dia memasuki kamar Leonel. Dulu semasa dia masih berkuliah, dia akan pulang di sore hari. Jadi ia sama sekali tidak mengetahui kamar itu.
Sampai di kamar itu, nampak terlihat jelas jika kamar itu berdinding putih dan abu abu. Menandakan jika si pemilik kamar adalah orang yang berhati dingin. Alina sudah merasa sangat lelah jadi tidak memperhatikan seisi ruangan kamar itu.
Dia hanya ingin mandi. Jadi ia bergegas masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan air pada kran shower. Setelah beberapa menit, Alina sudah selesai mandi. Ia keluar dengan handuk kimono yang melilit tubuhnya. Rambutnya terlihat basah karena guyuran air.
Namun ia terbelak kala ada seorang pria yang tengah memandangnya. Pria itu memiliki postur tubuh yang mencapai 175 cm.
"Kamu..."
...****************...
Leonel kembali setelah menetap tiga tahun di luar negeri. Sebenarnya ia merasa enggan untuk kembali kalau tidak mengingat dia sudah menikah. Ach, andai saja Alina tidak datang menemuinya waktu itu mungkin dia lupa jika dia sudah menikah.
Dan tepat saat merayakan hari ulang tahun perusahaan nenek moyangnya yang ke seratus lima puluh ini akhirnya dia kembali. Di tahun tahun sebelmnya. Ia sering merayakannya di luar negeri. Kali ini ia mendapat kejutan besar sehingga ia memutuskan untuk kembali.
Dia tak berpikir panjang dan memasuki kamar pribadinya. Namun ia tertegun sesaat ketika mendengar suara air shower di kamar mandi menyala.
Mungkinkah, ini hadiah yang dimaksud oleh sahabatnya?
Leonel suka bergonta ganti wanita. Jadi sahabatnya telah menyiapkannya untuknya. Leonel tersenym menyeringai dan memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Ia membuang asal mantel yang masih melekat pada tubuhnya.
Tepat saat itu, pintu kamar mandi terbuka. Seorang wanita tengah selesai mandi dengan berbalut handuk kimono. Rambut panjangnya terlihat basah. Alina menyadari jika di dalam ruangan itu ada seseorang kemudian ia dapat melihat seseorang tengah berdiri tegap di tengah ruangan, ia menatap seseorang itu lalu menyadari jika seseorang itu adalah Leonel. Matanya terbelak karena terkejut.
"Kamu...."
Ketika Leonel memikirkan tentang pemikirannya, dia tersentak kala melihat seorang gadis itu adalah Alina. Alina terlihat baru saja selesai mandi. Dia mengenakan handuk kimono dan rambut panjangnya basah. Dia menatap Alina dari ujung rambut hingga kakinya. Timbul perasaan yang bergelora di dalam hatinya.
Leonel melihat Alina yang juga kaget akan kedatangannya. Ia pun tersenym smirk.
"Hadiah yang sangat bagus." Puji Leonel melirik seluruh tubuh Alina dengan suara rendah. Perlahan kakinya maju selangkah demi selangkah.
Alina yang melihat Leonel mendekatinya, ia tampak ketakutan. "Leonel! Apa yang ingin kau lakukan?" Alina sangat panik dan melihat langkah itu semakin mendekat.
Leonel tampak tersenyum tetapi sangat menakutkan. Alina merasa takut ia melangkah mundur selangkah demi selangkah.
"Leonel! Berhenti di sana!" Suara Alina meninggi dan langkah Leonel pun terhenti.
"Aku hanya numpang mandi di kamarmu. Kau jangan salah paham." Suara Alina tampak bergetar. Ia sangat takut jika Leonel salah paham kepadanya.
"Oh ya?" Dia seolah bertanya tetapi di dalam perkataannya sangat suram. Ia mengerutkan wajahnya dan memancarkan sifat dingin. "Andai waktu itu kau tidak datang kepadaku. Mungkin aku lupa jika aku telah menikah." Leonel melirik tubuh Alina. Di dalam mata Alina terpancar sorot kepanikan.
Leonel kembali tersenyum dan menatapnya dengan mesum. "Kau datang kepadaku dan sekarang aku tidak akan melepasmu lagi."
Setelah mengatakan hal itu, dia mencekal tangan Alina dengan cepat dan melemparnya ke atas ranjang. Satu persatu tangannya membuka kancing kemeja yang melekat pada tubuhnya.
Alina merasakan sakit pada punggungnya. Namun ia harus tetap bertahan dan lepas dari pria itu. "Leonel!" Alina berseru.
Tetapi Leonel seolah tak mendengarnya. Ia melemparkan kemejanya setelah berhasil membuka kancing terakhir. Terlihat dada ratanya yang menonjol penuh otot yang kuat.
Alina menelan ludahnya dengan kasar.
Langkah Leonel semakin maju. Alina semakin ketakutan melihat Leonel yang semakin mendekat. Ia pun mundur selangkah setiap satu langkah Leonel.
Leonel seolah mendapatkan mainan baru dan sangat menarik. Melihat wajah Alina yang ketakutan ia malah merasa senang. "Leonel!" Alina berseru marah dan menggertakkan giginya. Tetapi Leonel malah tertawa.
"Ada apa Alina sayang?" Leonel terbahak.
"Aku akan mengganti uang mu satu triliun itu. Lalu kau ceraikan aku. Maka kau tidak akan terbebani dan kau bisa melakukan apapun dengan wanita lain. Tetapi jangan kepadaku." Ucap Alina cepat.
Leonel menaikkan alisnya sebelah. "Menurutmu, apakah kau mampu mendapatkan uang satu triliun itu? Atau kau ingin mendapatkannya dengan cara seperti ini?"
Ketika Alina ingin membalas ucapan Leonel, Leonel tak memberinya ruang untuk membantahnya lagi dan meraup bibir ranum Alina dengan cepat dan kasar. Alina hanya bersikap pasif dan tidak membalasnya. Ia merasa kesal. Meskipun ia mendorong beberapa kali dada Leonel tetapi ia tetap kalah dengan tenaga Leonel yang semakin bertenaga.
Leonel sangat menikmati rasa rasberry pada bibir wanita itu. Apalagi ia dapat mencium aroma sabun segar yang membuatnya dimabuk kepayang. Leonel tidak bisa melepaskan tubuh gadis ini yang menurutnya sangat unik. Sangat berbeda ketika ia melakukannya dengan banyak wanita. Jadi ia tak mampu untuk melepaskannya. Ia menginginkan lebih pada wanita itu.
Satu jam kemudian.
Tubuh Alina merasa remuk redam karena ulah Leonel yang membuatnya lemas. Pria itu benar benar sangat buas dalam urusan ranjang.
Ia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang tertutup dan suara air shower yang menyala. Ia mengepalkan tangannya sangat kuat hingga memutih. Di dalam hatinya, Gadis itu mengutuk pria yang sedang mandi itu.
Beberapa menit kemudian Leonel keluar dengan handuk yang melilit tubuhnya. Ia melirik ke arah ranjang dan tersenyum simpul. "Mandilah! Sejam lagi, kita harus segera turun dan menyambut para tamu." Ujarnya dengan ringan.
Mata Alina memerah. Andai saja di negara ini tidak harus patuh hukum, mungkin ia sudah membunuhnya. Alina menyeret tubuhnya yang lelah menuju kamar mandi.
Leonel tampak sudah rapi mengenakan stelan jas yang mewah keluar dari ruang walk in closet. Matanya menoleh sekilas ke atas ranjang yang sudah tak bertuan. Namun tatapan matanya memicing kala menemukan darah yang masih basah di atas seprai. Ia tertegun sejenak. Kepalanya menoleh ke arah pintu kamar mandi yang tertutup.
Masih perawan?" Ia menebak di dalam hati hampir tak percaya. Wanita sekarang mana mungkin masih perawan di era jaman modern seperti ini. Namun ia merasa bangga, apalagi yang ia anggap hanyalah sebagai pengisi rumahnya ternyata menjaga keperawanannya dengan baik. "Pantas saja terasa sempit?" ia berkata dalam hati dan tersenyum simpul.
Sedetik kemudian pintu kamar mandi terbuka menampakkan wajah Alina yang nampak segar. Aroma sabun segera menguar ke dalam indra penciuman Leonel. Leonel hampir saja tak bisa menahan hasratnya lagi jika saja dia tidak memikirkan tentang keterlambatannya. Jadi ia tidak mau memandang wajah Alina.
"Segera ganti pakaianmu dan aku akan menunggumu di luar." Titah Leonel. Leonel segera pergi dari dalam kamar dan tidak lupa menutup pintu.
Alina berjalan tertatih karena di bawah sana masih terasa sakit. Namun apadaya. Pesta malam ini menantikan kehadirannya. Mau tak mau ia harus datang. Dia mengenakan gaun yang disediakan oleh Selena juga menggunakan riasan tipis pada wajahnya. Ia hanya merapikan sedikit rambutnya yang panjang. Setelah itu ia segera keluar.
Di luar kamar, Leonel menunggu Alina. Tak berapa lama Alina membuka pintu. Leonel yang nampak cemas segera menoleh kala mendengar derit pintu yang terbuka. Alina nampak cantik nan anggun dengan balutan gaun sabrina selutut dengan hiasan bordiran bunga di bagian dadanya. Leonel tak menyangka jika Alina akan secantik ini.
"Ayo, para tamu telah menunggu kita." Namun Leonel tetap berkata dingin. Lalu membawa Alina pergi.
Di dalam mobil itu, Alina dan Leonel sama sama diam. Leonel sibuk dengan telepon pada genggamannya sementara Alina sibuk dengan pikirannya. Saat hampir sampai di palataran perusahaan Louis corp, Leonel segera menyimpam ponselnya.
"Leonel!" sepertinya Alina memiliki kesempatan kali ini untuk berbicara dengan Leonel.
Leonel hanya berdehem sekilas dan fokus kepada jalanan yang nampak ramai oleh para wartawan.
"Aku ingin bicara denganmu!" Ungkap Alina.
"Katakanlah!"
Alina meremas kedua tangannya di atas pangkuannya. "Kenapa kau tak mau menceraikanku?" Alina bertanya dengan takut takut.
Leonel yang awalnya fokus pada jalanan yang kendaraannya melaju sedikit melambat membuatnya menoleh. Ia menaikkan alisnya dan menatap Alina dengan serius.
"Jika pernikahan ini hanyalah pernikahan bisnis, Maka aku akan mencari uang satu triliun itu untuk menggantinya. Jangan memaksaku hidup pada keadaan ini. Aku tak sanggup." Alina mengungkap isi hatinya.
"Katakan itu pada ibu." Leonel segera menjawab dengan rasional.
Alina termangu.
Mana mungkin ia berani mengatakan hal ini pada Selena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 13 Episodes
Comments