Kelas XII IPA-1-kelas Win-sedang memasuki pelajaran bimbingan konseling. Untuk anak-anak SMA, biasanya Bimbingan Konseling menjadi pelajaran yang paling tak disegani oleh cowok-cowok. Tapi, entah mengapa, untuk hari ini telinga Win terpasang dengan baik mendengarkan penerangan gurunya.
“Biasanya, orang-orang yang sedang mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya, akan diterpa krisis kepercayaan diri. Seperti menarik diri dari keramaian, enggan bersosialisasi dan mereka sering menghabiskan waktunya di tempat-tempat sepi untuk berdamai dengan dirinya sendiri,” tutur Bu Risma dengan suara lembutnya.
Entah mengapa, yang ada di pikiran Win saat ini adalah Fina. Menarik diri dari keramaian? Enggan bersosialisasi? Dan tempat sepi? Ketiganya sangat menggambarkan karakter Fina yang tak pernah ia temui di kantin dan selalu menghindar untuk berkomunikasi dengannya. Bagaimana kalau Fina menjauhinya bukan tanpa alasan? Bagaimana kalau hari-harinya belakangan sedang terasa berat? Otak Win meng-kringting. Pikirannya bercabang.
Mereka sering menghabiskan waktunya di tempat-tempat sepi untuk berdamai dengan dirinya sendiri.
Otak Win terus dihantui kalimat Bu Risma bagian itu. Tempat sepi. Satu hal yang ada di kepala Win ketika mendengar tempat sepi di sekolahnya adalah rooftop.
Bimbingan konseling berakhir. Pelajaran selanjutnya adalah Matematika. Win cupu dalam bidang tersebut. Dia memutuskan untuk bolos dan angkat kaki dari kelas sebelum guru matematikanya datang. Kemana lagi Win akan menuju selain rooftop? Win akan memastikan apakah dugaannya benar, atau ia hanya menolak kenyataan kalau ada satu cewek yang tak terpikat olehnya.
Win melangkah menaiki anak tangga, satu demi satu. Ia tiba di rooftop.Win sedikit terkejut, dugaannya benar. Seorang cewek berdiri di sana. Menatap pemandangan perkampungan dari atas gedung sekolah. Berdiri tegak. Anak-anak rambutnya menari-nari terbawa angin.
Win melangkah mendekati Fina. Fina nampaknya sadar ada suara langkah kaki mendekatinya. Ketenangannya terusik. Fina membalikkan badan. Mereka berdua saling berpandangan.
Seperti biasa, wajahnya selalu tak suka tiap kali melihat Win menguntitnya. Ia sudah mengambil ancang-ancang untuk menghindar. Win masih bungkam memandang cewek di depan matanya. Mencerna kembali perkataan Bu Risma saat di kelas. Tentu keberadaan Fina di sini bukanlah kebetulan belaka.
Fina berjalan menyalip tubuh Win, hendak meninggalkan rooftop. Namun Win langsung menahan pergelangan tangannya, membuat langkah Fina terhenti.
“Kalo lo jawab pertanyaan gue, gue gak akan ganggu lo lagi. Kenapa lo selalu menghindar?” tanya Win dengan serius. Instingnya berkata ada hal yang Fina sembunyikan darinya.
Seperkian detik lengang. Suara angin menelisik. Kedua wajah mereka sama-sama datar. Tak ada lelucon untuk saat ini. Win masih mengunci erat tangan Fina. Mereka saling membelakangi.
“Lebih baik menghindar, sebelum hilang.” Fina akhirnya menjawab pertanyaan Win yang selalu dia lontarkan kepadanya.
Cewek itu menghempaskan tangannya ke udara, melepaskan cengkraman Win. Win membiarkan Fina pergi. Win masih terpekur di tempat. Sendirian, dilanda kebingungan. Selang beberapa detik, sifat kekanak-kanakannya kembali muncul.
Win memberantaki rambutnya dengan frustasi, merengek. Ia tak bisa menangkap maksud cewek itu. Lebih baik menghindar, sebelum hilang. Mengapa harus puitis sekali? Metafora, atau apalah itu, otak Win tak sanggaup mencernanya. Nilai Bahasa Indonesia dia memprihatikan. Win sudah bertaruh untuk tidak mengganggunya lagi, tetapi kenapa jawabannya harus semacam itu?
...***...
30 menit berlalu sejak jam pulang sekolah untuk kelas 12. Fina baru saja keluar dari gerbang. Ia tak pernah melupakan ritual itu: Menunggu di kelas sampai sekolah senyap demi menghindari guncangan di tubuhnya.
Ojek online yang telah di pesannya berhenti di depannya. Abangnya menyebutkan nama, memastikan tak salah ambil penumpang. Fina mengangguk, lanjut mengambil helm yang di sodorkan abang tersebut.
Ojek tersebut melesat dengan kecepatan sewajarnya, membiarkan penumpang menikmati udara sore hari yang kebetulan sedang tak banyak polusi. Si pengemudinya seolah sudah punya prediksi kalau Fina sedang tidak di kejar waktu. Roda motor itu begitu santai meliuk-liuk.
Abang Ojek mengambil sisi kiri, karena selanjutnya ia akan mengambil rute kiri di perempatan jalan. Lampu merah menyala. Kendaraan terpaksa berhenti. Beraris rapi. Hening tanpa suara klakson, seolah para pengemudinya sudah mengerti.
Di trotoar jalan, ada seseorang yang menyodorkan brosur ke arah Fina. Fina meraihnya. Fina membaca isi brosur itu. Akan diselenggarakan sebuah penyuluhan bertema: Generasi Sehat Mental di salah satu Mal.
Fina membalikkan kertas tahan air itu. Memandangnya tanpa bereaksi apapun. Wajahnya datar seperti biasa. Acara itu dibuka untuk umum. Siapapun boleh menghadirinya. Bintang tamunya Dokter Psikolog muda berprestasi lulusan studi di Australia. Cukup terkenal di kalangan anak muda karena ketampanannya. Mereka menyebutnya Si Dokter Tampan. Di bagian bawah sisi kiri brosur tersebut terpampang foto dokter tersebut, seharusnya Fina mengerti mengapa julukan itu di berikan kepadanya.
Fina terus menggenggam brosur dengan foto si Dokter Tampan itu sampai ke rumah.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
@Kristin
Semangat up nya 🤗
2023-02-26
0
𝐀⃝🥀Jinda🤎Team Ganjil❀∂я🧡
You make me ok nya si Fina?? Win apa Dokter Tampan ya 🤔🤔🤔
2023-02-07
2
Nika
tanda
2023-02-06
1