Dokter Tampan

Seorang Pria tampan berusia sekitar 23 tahunan turun dari mobil Avanza silver di sebuah rumah sakit di Ibu Kota. Pria itu tampak penuh wibawa dengan tubuh terbalut jazz putih. Dia adalah seorang dokter? Auranya terpancar sangat kuat. Kriteria pria bijaksana, berpendidikan, mandiri bisa dilihat hanya dari penampilannya.

Pria itu berjalan menyusuri rumah sakit. Satu tangannya tersembunyi di balik kantong celananya, membuat pesonanya semakin berhamburan. Beberapa pengunjung rumah sakit mengulas senyum terbaiknya, menyapa dokter tampan itu. Sang dokter tersenyum balik. Ramah sekali. Senyumnya meneduhkan. Sebuah senyum yang bisa membawa ketentraman dan perdamaian. Suster-suster di sana tak mau kalah. Ikut-ikutan menyapa. Beberapa darinya menyebutkan nama. Sok dekat.

“Siang, Dokter Gerald”

“Siang, suster-suster.” Gerald balik menyapa.

Pria itu memasuki lift. Naik ke lantai 8, letak kantornya berada. Senyumnya masih mengembang di bibirnya, menyapa orang-orang di dalam lift. Ia tak pelit akan itu. Padahal andai senyumnya itu dibanderol harga, pastilah nominalnya sangat mahal.

Lift terbuka. Tiba di lantai 8. Gerald bergegas keluar. Tiba-tiba langkahnya terhenti sejenak. Senyumnya menghilang dalam sekejap. Tak sengaja ia dapati seorang anak kecil perempuan manis sedang memainkan pesawat kertas yang di lipat-lipat. Gerald memandang pesawat mainan yang dilayangkan ke udara oleh anak itu. Ia teringat sebuah kenangan. Pastilah kenangan itu sangat berarti baginya sampai dunianya rasanya berhenti sejenak untuk beberapa detik. Gerald kembali memasang senyumnya, Langkahnya berlanjut, memasuki ruangannya. Di badan pintu ruangan itu tertera sebuah papan nama. “Ruang psikologi”. Pria dengan aura baik itu adalah seorang psikolog?

***

Langit gelap seperti kanvas yang ditumpahkan warna hitam. Bintik-bintik cahaya dari bintang-bintang berhamburan. Bulan menggantung di tengah pasukan bintang.

“Drrrt...,” sebuah dering memecahkan lengangnya ruangan. Sedikit memalukan mengetahui dering tersebut berasal dari dalam perut Fina.

Fina cemberut. Melihati perutnya yang mengomel meminta makanan. Malam hari memang waktu paling menggoda untuk mengemil. Tetapi sayangnya, di kulkasnya tak ada sesuatu yang bisa ia makan. Stok makanannya sudah habis. Fina harus sedikit menantang dirinya untuk keluar membeli makanan di supermarket, jika dia memang ingin memanjakan perutnya. Untuk orang dengan kecemasan sosial sepertinya, perlu perjuangan untuk sekedar ke supermarket.

Fina menyambar hoodie berwarna pink yang mengantung lembut di dinding kamarnya. Warna pink adalah warna kesukaannya. Dia memang sangat feminim.

Fina berjalan keluar rumah dengan kumpluk di kepalanya. Sudah seperti pengintai. Udara segar malam hari menyambutnya. Fina masih bisa menikmati suasana saat ini. Sebelum kecemasannya datang dan ia mendadak lupa cara bernapas.

Fina tak mau berlama-lama di supermarket. Ia langsung memasukkan makanan-makanan kemasan yang sudah dicatat di otaknya sejak masih di rumah ke dalam keranjang. Fina bergegas menuju kasir. Mengantri. Tubuhnya mulai kaku. Gilirannya tiba. Ia mengeluarkan semua barang belanjaannya ke meja kasir dengan gugup. Wajahnya tertunduk, tak kuasa menatap Mbak Kasir meski sesama perempuan dan ia tak mengenalnya.

“Ada lagi?” tanyanya.

“Enggak, Mbak.” Fina menjawab secukupnya dengan ekspresi kaku. Mbak Kasir berlanjut dengan menawarkan produk diskonan. Fina menjawab masih dengan jawaban yang sama.

Setelah melakukan transaksi pembayaran, Fina dengan gerakan cepat balik kanan dan--

Brak!!!

Belanjaannya di dalam tote-bag terurai berantakan di lantai. Ia menabrak seorang cowok yang mengantri tepat di belakangnya.

“Sorry.. Sory...” Cowok itu meminta maaf. Padahal jelas itu kesalahan Fina yang terburu-buru dan tak melihat dengan baik lantaran kumpluk yang menghalangi matanya.

Fina melepaskan kupluk sialan dari kepalanya itu dan memungut barang-barang belanjaannya di lantai. Cowok itu ikut membantu. Antrian berikutnya maju lebih dulu, mengambil giliran orang yang Fina tabrak.

“Gak pa-pa.” Fina memasukkan barang-barangnya kembali ke dalam tote-bag. Ia mendongak, menatap orang yang baru saja ditabraknya. Alangkah terkejutnya ia mengetahui kalau orang itu adalah orang yang sama yang ia temui di sekolah kemarin sore. Win.

“Elo?” Win sama terkejutnya. Pertanda apakah mereka dipertemukan lagi di sini.

Fina membisu.

“Si-si Hamburger.” Win nampaknya bisa membaca kebingungan Fina meskipun cewek itu hanya menunjukkan tampang datar. Ia menunjuk-nunjuk dirinya sendiri, mencoba mengingatkan Fina dengan kejadian di sekolah kemarin sore.

Fina ingat. Cowok itu tampak lebih tampan dengan pakaian santai dari saat mereka bertemu di sekolah. Sederhana. Hanya menggunakan crewneck dan celana pendek. Tetapi, entah mengapa pakaian sederhananya itu membuat pesonanya semakin memikat.

Fina masih dengan prinsipnya, yaitu bersikap apatis. Setelah mengangkut semua barang belanjaannya, ia langsung bergegas pergi dengan hanya meninggalkan satu kata singkat. “Makasih.” Maksudnya, makasih karena Win sudah membantu merapikan barang-barangnya.

Win yang melihat Fina pergi begitu saja kali ini tak mau hanya diam. Win tak mengerti mengapa cewek itu tampak menghindar darinya? Apa ada yang salah dari Win?

Win yang tadinya berniat membeli minuman kaleng, mengurungkan niatnya, menaruh kembali minuman itu dengan asal di meja kasir dan mengejer Fina sebelum ia kehilangan jejaknya.

“Apa yang salah dari gue?” tanya Win membuat gerakan kaki Fina terhenti. Napas cowok itu memburu, kelelahan mengejarnya.

“Apa gue terlalu sok-asik sampai mengusik lo?” Win berkata lantang pada Fina yang berjarak 4 meter di depannya.

“Lo yang nemuin kunci motor gue. Walaupun gue tahu itu gak sengaja. Apa berlebihan kalo gue pengen mengenal lo?” sambungnya lagi.

Seperkian detik hening. Suara angin menderu. Fina bungkam sesaat. Merenung. Mercerna perkataan Win baik-baik. Lalu, akhirnya ia angkat bicara, memecahkan keheningan.

“Kita udah gak punya urusan lagi.” Hanya itu balasan Fina. Singkat. Padat. Jelas. Menohok.

Fina meninggalkan Win yang masih terpaku di jalanan lengang. Cowok menghembuskan napas kasar mendengar kalimat yang dikeluarkan Fina barusan.

***

SMA Bina Antaraga sedang memasuki jam istirahat untuk kelas 12. Kantin seperti biasanya selalu ramai. Para pedagang banjir rezeki. Kursi-meja dihuni tanpa sisa. Salah satu meja ditempati oleh Win dan gengnya. Hingar-bingar semakin terasa karena adanya mereka.

“Lo liat cewek yang di sana? Gila cakep banget. Cantik, badannya bagus, kulitnya mulus.” Dery berbisik pada Hersa sembari menunjuk salah satu adik kelas mereka yang mengantri membeli makanan. Tak sopan memang, asal tunjuk begitu saya. Diantara teman-teman Win yang lain, Dery yang paling genit soal cewek. Mata keranjang. Playboy. Apapun sebutannya, itulah Dery. Padahal, dia sudah punya cewek. Dia sangat beruntung mendapatkan tipikal cewek penyabar seperti pacarnya saat ini.

“Serah lo. Gue gak mau punya masalah sama Letta.” Hersa acuh. Nada bicara cowok itu terkenal dingin dan datar. Dia teman Win yang paling pendiam dan tak suka cari masalah. Sedangkan Letta, itu nama pacarnya.

“Cewek mulu bahasannya! Gue bilangin pacar-pacar kalian baru tau rasa!” Ahdan mencelutuk. Dia adalah anggota terakhir di komplotan mereka. Cowok berkulit coklat yang sebenarnya kalau dilihat-lihat masih ada sisi manisnya. Seperti Win, dia masih jomblo. Tapi, Win tak selama Ahdan menjomblo. Ahdan terakhir pacaran sejak saat SMP. Dan itupun hanya bertahan satu minggu.

“Sirik aja lu, Mblo! Makanya, cari pacar! Si Bando Kuning kan ada tuh.” Dery menunjuk cewek yang mengenakan bando kuning dengan dagunya yang sedang duduk di meja seberang tepat di belakang punggung Ahdan.

Si Bando Kuning adalah sebutan untuk Yola. Anak IPS-2 yang selalu menggunkan bando berwarna kuning. Dia punya banyak koleksi bando, semuanya warna kuning. Dia terobsesi dengan warna kuning. Kartun favoritnya adalah Spongebob. Buah favoritnya adalah nanas. Semua yang berwarna kuning, dia suka.

Ahdan menoleh ke belakang, ke arah si Bando Kuning. “Idih, ogah! Mending gue jomblo. Daripada nanti gue tinggal di rumah nanas Spongebob.” Celetuk Ahdan yang tanpa sadar suaranya masuk ke telinga Yola.

Yola menghembuskan kepulan napas menyerupai asap seperti banteng, mendengar ada yang membicarakannya. “Eh Sawo! Kalo mau ngomongin orang tuh liat-liat dulu! Lantang suara lo sama jarak lo ke dia sinkron, kagak?! Lo kira gue budeg, hah?!” semprot Yola nyaring. Cewek itu kalo bicara memang selalu ketus. Apalagi kalau marah. Karakternya yang berisik, banyak omong dan kasar sudah menjadi ciri khasnya.

“Lo kalo ngomong ngaca dulu! Jarak 2 meter ngomong kayak ke orang jarak 10 meter.” Ahdan tak mau kalah. Bersungut-sungut.

“Biarin! Lagian, ya. Mana mau gue tinggal seatap sama lo, Sawo... Sawo...,” ucap Yola mengungkit kembali prihal rumah nanas Spongebob. Sawo itu adalah ejekan khusus yang dibuat Yola untuk Ahdan. Karena kulit Ahdan berwarna sawo matang. Secara tak sadar, mereka sudah melakukan hal romantis, karena sudah saling memberikan nama panggilan.

“Nah loh, ribut... ribut...” Derry mengompori.

Di suasana yang bising ini, isi kepala Win justru terasa kosong melompong. Hanya ada satu orang yang menempati ‘ruangan’ itu. Fina. Entah mengapa, Win selalu memikirkan cewek itu. Tumbuh goresan di hatinya ketika ucapan Fina kemarin malam terputar kembali di kepalanya. Kita udah gak punya urusan lagi.

“Win, are you OK?” tanya Hersa yang duduk tepat di sebelahnya. Teman satunya itu nampak bisa menebak ada benang-benang kusut yang memenuhi kepalanya. Dari tadi Win tak terdengar suaranya. Hamburger yang ia pesan pun hanya digigit satu kali dan sisanya dijadikan bahan tontonan. Padahal kalau soal hamburger, Win bisa menghambiskannya hanya dengan dua-tiga gigitan.

Win tersadar dari lamunannya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, seperti orang baru bangun dari mimpi. “Im OK.” Win menggigit kembali hamburgernya yang sudah mulai dingin. Hersa menepuk-nepuk pundak Win. Sedangkan kedua temannya yang lain masih sibuk adu mulut dengan kubu sebelah.

Win menyadari kenyataan baru setelah terpekur memikirkan Fina beberapa detik lalu. Mulai dari perasaan ingin terus bertemu cewek itu, perasaan tak sesak pada saat cewek itu mencampakinya, bayang-bayang wajah cewek itu yang selalu muncul di kepalanya, sepertinya dapat disimpulkan bahwa Win sedang jatuh hati padanya.

Gak ada urusan lagi? Ada. Karena sekarang gue suka sama lo. Dan itu menjadi urusan gue. Kalau gue suka, gue harus dapatin. Win membatin, seolah membalas ucapan Fina kemarin malam.

***

Seperti yang Win katakan, kalau ia suka, ia harus mendapatkannya. Artinya, Win akan terus mengejar Fina hingga ia menggapainya. Win sudah kepalang jatuh cinta.

Sepulang sekolah, Win kembali ke tempat pertemuanya dengan Fina. Tempat kunci motor dengan gantungan hamburgernya ditemukan oleh cewek itu. Koridor. Tepatnya sebelum tangga naik dan di depan ruangan laboratorium.

Siswa-siswi berlalu. Ini sudah 15 menit sejak bel pulang dibunyikan, namun cewek yang Win nantikan tak kunjung melintas. Win sudah mulai lelah. Apa Fina tidak melalui jalan ini? Mungkin saja ia mengambil jalan lain untuk tiba di gerbang sekolah. Sekolah mereka luas sekali.

Win melirik jam di tangannya. Duduk lemas di tangga sembari menopang pipi. Wajahnya nampak mengantuk, tapi ia terus memaksa melotot, memasang tatapan jeli, tak melewatkan satu siswi pun yang berlalu.

Win memutuskan untuk menunggu sekitar 10 menit lagi. Ia tak peduli meskipun sejak tadi orang-orang yang melintas melihatinya ganjil yang sedang duduk melamun sendirian di anak tangga.

Win menahan kantuknya. Ia mendongak, Matanya yang mulai menghilang ia picingkan tatkala seorang cewek melintas menjinjing tote-bag berwarna putih-Anak jaman sekarang tak menggunakan tas gengdong untuk sekolah-Bukankah itu si Penemu Kunci motornya? Win buru-buru membenarkan posisi tubuhnya dan langsung mengejar cewek tersebut.

Win menahan pergelangan tangan cewek itu. Membuatnya tertahan. Cewek itu menoleh ke belakang. Win menguap, menunjukkan betapa lamanya ia menunggu cewek itu di sini. Wajah mengantuknya terlihat kentara. Menyerupai orang mabuk.

Fina menautkan alisnya. Mau apa lagi dia? Bukankah sudah Fina katakan kalau ia tak punya urusan dengannya.

Win rupanya tak salah orang. Cewek itu benar-benar Fina. Meskipun matanya tersisa segaris karena mengantuk, tetapi ia tak pernah keliru akan rupa cewek itu.

“Kenapa lama banget, sih?” protes Win seolah mereka benar-benar punya urusan sekarang. Cowok itu sudah kembali berenergi. Matanya sudah kembali utuh.

Win tak tahu sama sekali soal ritual sepulang sekolah Fina yang ia lakukan setiap hari. Ia jadi menunggu 30 menit pasca kepulangan mereka.

“Bukan urusan lo.” Fina berkata seperti biasanya, singkat tapi menyakitkan. Ia mencoba melepaskan cengkraman tangan Win yang menghambatnya.

Fina kembali melangkah, mencoba menghindar. Tetapi tiba-tiba Win mendahuinya dan merentangngkan tangannya di hadapannya.

“Gak boleh!” larang Win mentah-mentah.

Fina semakin heran melihat aksi Win. Siapa dia melarang-larangnya?

“Minggir,” Fina mencoba mengambil langkah ke sisi kanan, namun Win menggeser tubuhnya mengikuti pergerakan Fina.

“GAK!” tegasnya. “Gue udah di sini selama 30 menit cuma buat nunggu lo, dan lo mau pergi gitu aja?”

“Gak ada yang nyuruh!” Fina tak peduli dengan perkataan Win.

Fina bergerak ke sisi kiri, namun lagi-lagi Win menghalanginya. Fina mulai kelelahan menanggapi sikap cowok itu yang kekanak-kanakan.

“OK, sekarang mau lo apa?” Fina menghembuskan napas gusar.

“Gue mau lo pulang bareng gue!” Win semakin melunjak.

Tentu saja Fina menolak. Ia menghadang rentangan tangan cowok itu dengan paksa, membuat Win nyaris kehilangan keseimbangan. “Bangun!”

Win kehilangan cewek itu. Ia harus menerima kenyataan kalau ia diabaikan lagi. Dia gagal lagi. Win merasa tak ada harapan. Tapi, ini Win. Dia tak punya kata menyerah dalam kamus hidupnya. Win akan mencoba lagi. Suatu saat, Fina akan luluh kepadanya! Win menjamin.

***

Terpopuler

Comments

范妮·廉姆

范妮·廉姆

PociPan mampir ya dengan meninggalkan jejak
jgn lpa mampir di I miss you my best friend 🙏 thx

2023-02-19

0

mis FDR

mis FDR

aku mmpir nih kk, tolong mmpir di karya aku juga ya kk, judul nya Faros revenge 🙏

2023-02-19

0

𝐀⃝🥀Jinda🤎Team Ganjil❀∂я🧡

𝐀⃝🥀Jinda🤎Team Ganjil❀∂я🧡

Fina juga macam idol yang takut ketahuan sama fansnya

2023-02-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!