"Tunggu, Yah. Jangan seperti ini. Mari selesaikan masalah ini bersama. Tolong jangan memperkeruh keadaan Yah. Kita sama-sama bersalah. Tak seharusnya ayah juga mengusir Widya. Harusnya Ayah melindunginya. Bukan seperti ini, Yah!" tolak Alvaro saat pria itu kekeh mengusirnya. Tentu saja Alvaro tak mau disalahkan sendiri. Sebab pada kenyataannya semua juga ikut andil menyakiti Widya.
"Jadi kamu menyalahkanku?" tanya Pak Rahman tak terima.
"Bukan itu maksud Al, Yah. Sekarang yang terpenting bukan siapa yang salah. Tapi bagaimana kita menemukan Widya dan bayinya. Kalo soal salah, semua salah padanya, Yah. Semua kejam padanya. Terutama kita berdua. Karena seharusnya kitalah yang melindunginya. Bukan malah menyakitinya," ucap Alvaro sungguh-sungguh.
Pak Rahman terdiam. Sungguh ia tak menyangka jika ia akan mengalami masa sulit seperti ini. Sungguh Pak Rahman menyesali Kebodohannya.
"Mari kita bicarakan ini dengan kepala dingin, Yah. Al salah, Al akui itu. Al ga akn menampik jika Al salah. Ayah juga boleh menghukum Al. Sebab Al lah penyebab Widya menderita. Ayah sama ibu boleh memaki Al. Al tak akan membalas itu, Yah. Al janji," ucap Alvaro berusaha mengambil hati kedua orang tua mantan istrinya. Agar masalah di antara mereka tidak semakin rumit.
"Ya Tuhan, Al. Demi Tuhan Ayah tidak tahu apa yang harus Ayah lakukan sekarang. Semua seperti mimpi," ucap Pak Rahman penuh penyesalan.
"Jadi Widya nggak kasih tahu ayah sama ibu kalo dia hamil?" tanya Alvaro. Sungguh pertanyaan bodoh namun Alvaro penasaran.
"Tidak, sejak dia keluar rumah tak sekalipun dia mengirim kabar pada kami. Widya bersikap seolah tidak memiliki kami," jawab Pak Rahman, lembut. Mulai bisa berdamai dengan keadaan.
Alvaro terdiam begitupun ibunya. Ingin rasanya ia mengajukan banyak pertanyaan pada mereka berdua. Namun rasanya percuma. Mereka tidak tahu apa yang sebenar terjadi pada mantan istrinya itu.
"Baik, Yah, jika Widya tidak ada di rumah. Biar Al cari di tempat lain. Al hanya ingin tahu bahwa anak Al yang dia bawa baik-baik saja. Al hanya ingin bertanggung jawab menjadi ayah yang baik untuknya," jawab Alvaro sembari berpamitan dan mengajak ibunya pergi dari kampung ini.
Sedangkan kedua orang Widya masih diam tertegun tanpa kata. Mereka bingung harus berbuat apa setelah mendengar kabar mengejutkan perihal putri mereka itu. Yang jelas mereka tidak menyangka jika Widya akan senekat itu membesarkan seorang anak sendiri tanpa bantuan laki-laki atau bantuan dari ayah bayi tersebut.
Kedua orang tua Widya memang mengakui jika putrinya memang memiliki pendirian yang tidak main-main. Putrinya itu memang teguh dalam pendirian. Sekali tidak, maka tak akan ada kata iya dalam kamusnya. Seperti yang mereka hadapi saat ini.
Di lain pihak..
Selepas berpamitan dengan kedua orang tua Widya, Alvaro kembali melajukan kendaraannya untuk kembali ke Jakarta.
Alvaro bingung harus ke mana lagi ia mencari mantan istri dan juga anaknya itu. Widya ternyata bukanlah wanita yang mudah mengalah dengan keadaan. Wanita ini memiliki pendirian yang sangat teguh.
Widya sengaja menghindar dari orang-orang yang hanya ingin menyakitinya. Widya sengaja pergi jauh agar orang-orang dari masa lalunya tak akan bisa menjangkaunya lagi. Sungguh ini salah sikap tangguh seorang wanita yang tidak ingin direndahkan. Alvaro sangat memahami itu.
"Ke mana kamu, Wid?" gumam Alvaro sedih.
"Tenangkan dirimu, Sayang. Kita cari pelan-pelan. Coba kamu tanya sama Ibu Nia, barang kali dia tahu di mana Widya pindah," ide Ibu Zanna.
"Sudah, Mi. Mozza udah kasih tahu semuanya. Widya bilang kalo dia mau pulang kampung. Tapi nyatanya, nggak Mi. Al yakin kalo dia cuma mau menghindar dari Al. Atau dia takut kalo Al mengambil Arseno darinya," jawab Alvaro sesuai apa yang ia tahu.
"Ya Tuhan, kasihan sekali Widya jika demikian, Al. Hidupnya pasti sangat menderita. Dia harus berjuang sendiri menjaga Arseno. Cepat kamu sewa detektif untuk mencarinya. Mari kita ikut andil membesarkan Arseno. Mari kita sama-sama menjaga bayi itu. Jangan semua tanggung jawab kita serahkan samanya. Kasihan sekali mereka," ucap Ibu Zanna.
Alvaro terdiam. Tak tahu lagi harus menjawab apa ucapan itu. Sungguh Alvaro tidak menyangka jika hubungannya dengan Widya berakhir serumit ini. Mereka memiliki tali penghubung. Namun dengan sengaja Widya menyembunyikan tali itu. Ini sangat menyiksa untuk Alvaro. Sungguh, anda Widya ada di depannya maka Alvaro akan memilih wanita itu untuk memakinya. Dari pada seperti ini. Sungguh Alvaro tak kuasa menjalaninya.
***
Hari berganti hari... Widya semakin bisa menerima jalan hidupnya. Bos yang baik. Teman yang tak bosan-bosan mengajarinya. Di tambah tak ada kendala berarti saat ia harus membagi waktu untuk bekerja dan juga menjaga Arseno. Semua berjalan dengan sangat baik. Sehingga bisa dikatakan jika hidup Widya sangat baik sekarang.
Namun, segalanya berubah saat seorang pria gagah dengan kuasa yang dia miliki, bersikap semena-mena terhadap dirinya.
Siang itu, pria yang di ketahui adalah adik dari pemilik hotel dan resto itu membuat ulah. Ia ingin semua menu yang di masak di restoran itu dikirim ke kamarnya.
Pria itu begitu arogan dan semuanya sendiri. Makanan yang mereka bawakan ke kamarnya hanya diincip sedikit. Terkadang juga cuma dilihat. Astaga dia sangat menyebalkan sekali.
Beberapa teman Widya menggerutu dengan sikap pria bernama Satya Bagus Dwi Andika itu. Pria itu bertingkah seperti komentator ajang pencarian bakat memasak saja. Semua rasa yang masuk ke dalam mulutnya dicela, menyebalkan sekali.
"Amit-amit punya laki kek gitu, sebel banget lihatnya!" gerutu Naina, salah satu teman satu kerjaan Widya.
"Sttt, namanya juga bos. Sudah sudah biarin aja. Mungkin sudah sifat dia," jawab Widya seraya menggandeng tangan temannya itu dan mengajaknya kembali ke restoran.
"Bener juga, Wid, tapi aku capek. Udah berapa kali bawain makanan ke dia, kenapa sih dia ga mau pelayan lain aja yang antar. Kenapa harus kita?" tanya Naina, makin kesal.
"Ya anggap aja kali ini apesnya kita," jawab Widya enteng. Tanpa beban sama sekali membuat Naina menghentikan langkahnya dan menatap teman seperjuanganya itu.
"Wid, aku iri samamu!" ucap Niana.
"Iri, iri kenapa?" tanya Widya.
"Perasaan kamu nggak pernah ngeluh. Kamu selalu menjalani hatimu dengan iklas. Aku salut samamu, Wid!" jawab Naina.
"Kamu nggak tahu aja, Nai. Aku tu tukang nangis kalo malam. Tukang mengeluh juga, tapi sama Allah. Karena untuk saat ini aku hanya percaya padaNya, Nai. Aku lelah percaya sama manusia," jawab Widya, sesuai apa yang ia rasakan.
Naina tak menjawab apa yang temannya ucapkan. Beru beberapa hari mereka berteman, tapi banyak pelajaran hidup yang bisa Naina dapatkan dari ketulusan dan kegigigan Widya menjalani hidup.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Defi
keren kamu Wid, mampu bertahan dan hanya Allah tempatmu mengadu
2023-01-23
0
Sky Blue
Ola🥰🥰
2023-01-16
0
Sky Blue
Kasian skali kmu Wid😣😣
2023-01-16
0