18. Menjadi Orang Asing Kembali.

Suasana di rumah kecil itu masih terlihat sepi, meski waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.

Alih-alih telah bersiap untuk pergi ke toko, Maxim malah didapati sedang terduduk di ujung ranjang sambil mengacak rambutnya frustrasi.

Semalam mereka memang benar-benar melakukannya. Namun, bukan pada hal tersebut, Maxim terlihat kacau. Melainkan pada satu kenyataan bahwa Gwen adalah seorang perrawwan.

Dia sama sekali tidak menyangka, bahwa Gwen, gadis urakan yang dikenal gemar menghabiskan uang orang tuanya dengan berfoya-foya di klub malah, masih mampu menjaga harkat dan martabatnya.

Luntur sudah semua penilaian Maxim terhadap gadis itu selama ini. Dia lah yang sebenarnya brenggseek. Terlebih, ketika mengingat bahwa semalam, Maxim berusaha menyalahkan Gwen bila terjadi penyesalan di kemudian hari.

Kini, apa yang harus dia katakan pada Gwen?

Maxim tersentak, tatkala ranjang tidurnya mulai bergerak. Gwen yang tengah tertidur di bawah selimut tebal, perlahan membuka matanya.

Hal pertama yang dirasakan Gwen ketika hendak bangkit dari ranjang, adalah rasa sakit yang amat menyiksa.

Gadis itu sontak membuka selimut. Wajahnya seketika memutih, tatkala mendapati tubuhnya pollos tanpa sehelai benang pun. Dia bahkan bisa melihat jejak-jejak kegadisannya di atas sprei.

Gwen menatap horor Maxim. Dia berusaha mengingat kejadian semalam.

Ya, meski ingatannya samar, tetapi Gwen tahu benar, kalau dia lah yang memulainya lebih dulu. Dia lah yang memancing Maxim.

"Gwen, aku ...."

"Tolong, jangan bicara apa pun!" seru Gwen. Raut wajahnya terlihat sangat datar, walau Maxim tahu tersimpan banyak kesedihan dan kekecewaan di sana.

Perlahan, Gwen bangkit dari ranjang dan berjalan tertatih menuju lemari pakaian. Setelah mengambil asal setelan pakaiannya, gadis itu pergi meninggalkan Maxim sendirian ke kamar mandi.

Di saat itulah, Maxim bisa mendengar jelas tangisan pilu Gwen.

"Siaal!"

...**********...

Sejak kejadian tersebut, hubungan Gwen dan Maxim malah semakin menjauh. Keduanya kini benar-benar terlihat seperti orang asing yang tinggal serumah. Namun, jika ditelisik lebih dalam, Maxim lah yang terlihat lebih terluka. Padahal Gwen sudah berusaha bersikap biasa.

Maxim memang tetap melakukan tugas memasaknya di rumah. Namun, dia tidak pernah mau ikut makan bersama Gwen. Pria itu juga mengubah jam pulangnya menjadi lebih malam. Malah, tak jarang dia baru tiba di rumah setelah Gwen tertidur.

Seperti pagi ini, Gwen lagi-lagi mendapati meja tamu telah terhidang beberapa makanan yang sudah matang, beserta sebuah amplop putih yang terselip di salah satu piring.

Sambil mengerutkan keningnya, Gwen mengambil dan membuka amplop tersebut.

Gadis itu sontak terkejut, tatkala mendapati lembaran uang dan secarik catatan bertuliskan 'uang belanja, aturlah sesukamu' di sana.

Bukannya senang, Gwen malah menangis tersedu-sedu. Sebab, selama beberapa waktu ke belakang, Maxim selalu memberikannya uang setiap tiga hari sekali. Berbelanja berbagai macam stok pun mereka lakukan bersama.

Kini, Gwen yakin pria itu benar-benar menghindari dirinya.

Gwen tentu saja terluka. Dia paham akan kesalahannya yang telah memancing Maxim duluan, tetapi, bukankah dia juga dirugikan?

...**********...

"Pulang malam lagi, Max?"

Maxim yang tengah melamun di depan toko, tiba-tiba dikejutkan dengan Mr. Donald. Pria paruh baya itu kemudian duduk di sebelah Maxim, sambil memberikan satu cup mie instan yang sudah diseduh.

"Makanlah. Aku lihat, kau belum makan sejak tadi," ujar Mr. Donald.

"Aku tidak lapar," kilah Maxim. Namun, bunyi perutnya yang tiba-tiba terdengar, mengartikan hal sebaliknya.

Mr. Donald tertawa kecil. "Makanlah."

Maxim dengan canggung menerima mie instan cup tersebut, lalu menyeruputnya perlahan. "Terima kasih, ini enak," puji pria itu.

"Tentu saja ... resep perusahaan." Mr. Donald kembali tertawa.

Sambil menemani Maxim makan, pria itu pun mulai berbicara sendiri. "Aku sudah menikah dengan Emily selama 32 tahun. Awalnya, kami dijodohkan saat Emily baru memasuki usia 16 tahun. Menikah dengan gadis kecil awalnya sangat merepotkan. Aku tak hanya harus berperan sebagai suaminya saja, melainkan kakak dan juga ayahnya."

Maxim diam-diam mendengarkan perkataan MR. Donald.

"Terkadang pertengkaran-pertengkaran tak bisa dihindari. Emily lah yang selalu memulainya, sebab dia tidak pernah mencintaiku."

Mendengar hal itu, Maxim sontak menghentikan acara makannya. "Kalian menikah tanpa cinta?" tanyanya penasaran.

"Hanya dia. Sementara aku sudah sejak lama menyukai gadis itu. Kalau dipikir-pikir, dilihat dari perbedaan usia kami yang cukup jauh, membuatku terlihat seperti Seorang pria dewasa kurang ajar yang mengincar gadis kecil. Hahaha." Tawa Mr. Donald terdengar.

"Lalu, bagaimana bisa sampai akhirnya Anda bisa menaklukan hati Mrs. Emily? Sepertinya, beliau mudah luluh karena Anda pria yang baik,"

Mr. Donal kembali tertawa. Kali ini terdengar lebih keras. "Aku baru bisa menaklukkannya setelah tiga tahun menikah. Selama itu, kami hidup bagai dua orang asing di rumah, meski dari luar terlihat sangat romantis dan tidak terpisahkan. Aku bahkan tidak pernah berani menyentuhnya."

"Selama itu?" tanya Maxim dengan wajah terkejut.

Mr. Donald mengangguk. "Akan tetapi, yang namanya pria dewasa pasti tidak akan bisa lama-lama menahan diri."

Maxim tak lagi memerdulikan kondisi perutnya yang masih kelaparan. Dia langsung meninggalkan mie instan tersebut di ata meja, dan fokus mendengarkan cerita Mr. Donald.

"Lalu, bagaimana akhir?" tanya Maxim.

Mendapati reaksi Maxim yang berlebihan, membuat Mr. Donald mengalihkan pandangannya. "Tak kusangka, kau sangat tertarik dengan ceritaku, Max."

Max tersentak. Seolah ses tertangkap basah, dia berusaha berkilah. "Ahh, maaf, aku hanya penasaran dengan kisah hidup Anda, karena k—"

"Terlihat sama dengan kehidupan pernikahanmu, bukan?"

Lagi-lagi Maxim terkejut. Dia tak dapat menyanggah tudingan Mr. Donald yang tepat sasaran.

"Mengapa Anda bisa berkata demikian?" tanya Maxim.

"Karena, hanya orang yang pernah mengalaminya, yang dapat melihat hal itu, Max. Sejak awal aku bahkan sudah bisa menebak, bahwa pernikahan kalian bukanlah didasari atas cinta." Jawab Mr. Donald.

Maxim terdiam. Dia tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.

"Tenang saja, Kak perlu menceritakkan apa pun, karena itu urusanku, Max." Mr. Donald kemudian menepuk-nepuk pundak Maxim. "Pesanku hanya satu. Yaitu, bersikap lah layaknya seorang laki-laki, dan jangan pernah berusqha menghindar!"

Setelah berkata demikian, Mr. Donald pun berdiri. "Baiklah, malam sudah semakin larut, Max. Jadi sebaiknya, kau segera menutup tokomu."

Maxim mengangguk. "Sekali lagi, terima kasih atas mie instannya, Mr. Donald," ujar Maxim santun.

"Ya, sama-sama." Saat Mr. Donald sudah berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia menghentikan langkanya.

"Aku senang melihatmu sekarang, Max. Wajahmu sudah banyak menunjukkan ekspresi. Kini, raut wajahmu bahkan sangat mudah ditebak."

Maxim hanya tersenyum tipis. Dalam hati, dia menyimpan rapat-rapat nasihat pria tersebut.

Terpopuler

Comments

Siska Agustin

Siska Agustin

Max bikin kecewa,gak harusnya donk yang ngindari kamu,sedang yang kehilangan si Gwen..harusnya bisa lah ngeluluhin hati Gwen,malah berusaha menghindar..

2023-01-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!