17. Kesalahan atau Bukan?

Beberapa saat kemudian, dua orang kawan Maxim di pasar, datang untuk mengantarkan tangga dan alat-alat perkakas. Tak hanya itu, mereka juga memberikan sebuah bingkisan berisi lauk pauk dan dua botol minuman berallkohool dingin.

Melihat botol tersebut, senyum Gwen terbit seketika. Dia pun berterima kasih, lalu berbasa-basi menawarkan mampir terlebih dulu. Beruntung mereka langsung menolaknya.

"Kami akan langsung pulang saja. Selamat malam Mrs. Eginhard, dan cepat sembuh," ucap keduanya nyaris bersamaan.

"Terima kasih."

Setelah keduanya pergi, Gwen pun membawa bingkisan tersebut ke dalam rumah, dan membiarkan perkakas lain teronggok begitu saja di depan pintu.

"Aiihh, senangnya! Sudah berapa lama aku tidak bersua dengan kalian!" seru Gwen sumringah. Tanpa memedulikan untuk siapa botol tersebut diberikan, dia langsung menenggak habis satunya, dan membuka botol lain yang tersisa.

"Setidaknya ada satu hal menyenangkan yang bisa aku dapatkan di sini!" gumam gadis itu kelewat senang.

"Gwen, aku akan membeli makanan sebentar, kau—" Perkataan Maxim tiba-tiba terhenti, tatkala mendapati sang istri tergeletak di lantai rumah dengan wajah memerah. Sementara di samping tubuhnya terdapat dua botol minuman yang sudah kosong.

Maxim buru-buru menghampiri. Kata umpatan tak luput dari mulutnya, begitu mengetahui Gwen ternyata sedang mabuk. "Gwen, dari siapa botol ini kau dapatkan?"

Mendengar suara Maxim, Gwen terkejut. Dia langsung duduk sembari menunjuk wajah Maxim. "Hei, kau siapa? Oh, kau suamiku ya? Hahaha."

Maxim terdiam. Pria itu memeriksa bingkisan yang terletak di atas meja. Dari tulisan yang ada di sana, dia yakin bingkisan tersebut dari Leon, sesama pedagang di pasar, yang meminjamkannya perkakas.

"Hei, kenapa kau diam saja suamiku?" Gwen terkikik geli. Gadis itu terus saja menyebut nama Maxim demikian dengan nada genit.

"Merepotkan sekali! Minuman keras tradisional ini tidak mudah dikonsumsi orang awam seperti dirimu!" Helaan napas keluar dari mulut pria itu. Sambil menahan kekesalannya, Maxim dengan cepat membopong tubuh Gwen.

Gwen tentu saja memberontak. Gadis itu bahkan mundur hingga menabrak dinding sambil menutup dadanya. "Mau apa kau? Kau mau berbuat macam-macam ya? Aku ini sudah punya suami, tahu!" bentak Gwen dengan ekspresi luar biasa marah. Namun, wajahnya tiba-tiba berubah sendu.

"Tapi kami tidak saling mencintai. Sikap suamiku dingin sekali. Padahal terkadang kita tidur satu ranjang. Di luar perasaan cinta, seharusnya sebagai pria normal, dia tidak bisa menahan diri, kan?"

Maxim mengerutkan alisnya. "Apa maksudmu, Bodoh?"

Mendapat makian seperti itu, Gwen memegang pipinya dan menangis tersedu-sedu. "Itu dia! kau persis seperti dirinya!" Gwen terus menangis bak anak kecil, sebelum kemudian tertawa terbahak-bahak sembari menatap Maxim genit.

"Omong-omong, kau juga tampan seperti dirinya." Setelah berkata demikian, Gwen berjalan gontai menghampiri Maxim.

Gwen menempelkan tubuhnya pada dada bidang Maxim. Tak hanya itu saja, Gwen bahkan mengelus lembut wajah sang suami. Setelah puas melakukan hal tersebut, Gwen tiba-tiba mendorong Maxim hingga masuk ke dalam kamar mereka.

"Gwen!"

Gwen sontak menutup mulut Maxim dengan telunjuknya, saat pria itu hendak berbicara. "Kau Maxim, kan?" tanyanya.

Maxim tidak menjawab dan hanya bergumam kesal. Gwen benar-benar terbawa pengaruh minuman keraass tersebut. Dalam hati, pria itu merasa khawatir, karena bagi orang yang belum pernah meminumnya akan berdampak sangat parah. Mereka tidak akan sadar setidaknya sampai delapan jam ke depan.

Agar tidak membuat kekacauan, Maxim akhirnya memutuskan untuk mengurung Gwen di kamar sampai besok pagi.

Saat dia hendak menarik Gwen, gadis itu malah merapatkan tubuhnya hingga bertabrakan dengan lemari.

Maxim terkesiap. Sebab dirinya kini berada di antara tubuh Gwen dan dinding.

Maxim berusaha melepaskan diri. Namun, satu perbuatan Gwen membuat pria itu terdiam mematung.

Gwen dengan penuh semangat menciium dan menggigit-gigit bibir Maxim.

Sebagai pria tulen, Maxim berusaha menahan segala gejolak yang ada. Dia bahkan sampai mencengkeram keras kedua lengan Gwen. Namun, bukannya terlepas, Gwen malah mengeluarkan suara merdu.

Sekujur tubuh Maxim merinding seketika.

Setelah merasa oksigen di antara mereka nyaris habis, Gwen pun melepaskan ciiumannya dan tersenyum lembut pada Maxim. "Kau suamiku, kan? Jadi, sentuh aku!"

Gwen mengambil tangan Maxim, dan meletakkannya di dada gadis itu. Maxim tentu saja melepas.

"Gwen, kau gila! Sadarlah, kau sedang mabuk!" maki Maxim.

Alih-alih marah dihina gila, Gwen justru tertawa keras. "Bukankah sejak awal kau tahu, bahwa kau menikahi gadis gila?"

Maxim terdiam sejenak. "Hentikan Gwen," katanya dengan nada lebih lembut. Namun, Gwen malah menolak.

"Apa yang membuatmu seperti ini?" tanya Maxim lagi.

Gwen yang kini sibuk mengendus-endus harum tubuh maskulin Maxim, tiba-tiba berbisik. "Tidak tahu! Mungkin karena aku butuh kesenangan di tempat brengsek ini."

Setelah berkata demikian, Gwen kembali meraup bibiir Maxim. Dia berusaha menguasai pria itu dengan tubuh mungilnya.

Maxim jelas terpancing. Selama ini dia memang menahan segalanya, karena beranggapan bahwa pernikahan ini bukanlah pernikahan sungguhan.

Akan tetapi, apa yang terjadi sekarang. Gwen lah yang memulainya lebih dulu, dan Maxim tidak bisa menolaknya lagi.

Alhasil, dia pun membalas perlakuan Gwen penuh semangat.

Mengetahui hal tersebut, Gwen tertawa kecil. Dia pun melepaskan ciiumannya dan memberikan satu buah tanda kepemilikan di leher Maxim.

"Jangan menyesal! Kau lah yang memancing naluriku sebagai pria normal!" seru Maxim.

Gwen berbisik mesra. "Kalau begitu, buktikan!"

Maxim menyerah. Gwen benar-benar memantik api dalam dirinya. Pria itu dengan cepat menggendong Gwen dan memposisikan punggung gadis itu di lemari.

Suara Gwen yang merdu membuat Maxim semakin bersemangat meninggalkan tanda kepemilikan di tulang selangkanya. Dia bahkan sudah membuka pakaian Gwen, dan membiarkan tubuh gadis itu poollos.

Maxim menatap takjub bagian terindah yang dimiliki Gwen. Namun, saat pria itu hendak memainkannya, Gwen refleks menutup rapat-rapat. Gadis itu seperti tidak terbiasa dengan sentuhan secara langsung, padahal jelas-jelas dia senang sekali menghabiskan waktu di club bersama pria bayaran.

Jadi, bagaimana bisa gadis seperti itu berlagak seolah dia adalah gadis perrawan?

Persetan reaksi Gwen, Maxim tidak bisa mundur lagi. Dengan sigap dia membawa Gwen dan merebahkannya di ranjang.

"Jangan menyesal dan marah padaku. Kau lah yang memulainya duluan!" Bagai pria brengssek, Maxim berusaha menekankan situasi mereka.

Kini, Gwen tidak berkata apa-apa. Gadis itu sibuk memejamkan matanya, seolah nyaris kehilangan kesadaran. Namun, saat Maxim mulai memainkan bagian tersebut, Gwen sontak menggelinnjaang hebat.

Napasnya terdengar putus-putus. Mulutnya bahkan berulang kali memanggil nama Maxim dengan merdu.

Entah sadar atau tidak, Gwen kini membiarkan Maxim berbuat semaunya.

Terpopuler

Comments

Siska Agustin

Siska Agustin

Maxim dpt jackpot dr Gwen..tp apa saat sadar nanti Gwen akan marah??! kyaaa gak tau!!

2023-01-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!