2. Pertemuan dengan Maxim.

"Pagi, Yah!" Seolah tidak terjadi apa-apa, Gwen dengan wajah gembira datang ke meja makan untuk menyapa sang ayah. Tak lupa, sebuah kecupan manis diberikan Gwen untuk pria itu.

Akan tetapi, wajah Gwen langsung tertekuk, begitu melihat kehadiran Ronny di meja makan. Pria bertubuh tegap itu tampak tenang memakan sarapannya.

"Pagi, Nona," sapa Ronny.

Alih-alih menjawab, Gwen malah membuang muka dan bersikap ketus pada Ronny. Hal itu membuat Abraham langsung menegur sang putri, agar bisa bersikap sopan.

Gwen mencibir. Gadis itu pun duduk di kursi tepat seberang Ronny dan menikmati sarapan paginya dengan tenang.

Tak berapa lama, ponsel Gwen berdering. Dia langsung melepaskan alat makannya dan membalas pesan singkat yang dikirimkan Olivia, salah satu sahabatnya yang semalam pergi bersamanya ke klub.

"Ayah, aku pergi dulu!" seru Gwen terburu-buru.

"Mau ke mana kau? Sarapanmu belum habis!" sergah Abraham.

"Yah, aku ada janji dengan Olivia dan Holly!" jawab Gwen.

Mendengar nama kedua gadis itu disebut, wajah Abraham berubah marah. Sudah berkali-kali dia melarang Gwen untuk bermain bersama dua gadis urakan itu. Mereka lah yang paling besar membawa dampak buruk untuk sang putri tercinta.

"Bukankah sudah Ayah bilang untuk tidak bergaul bersama mereka?"

"Yah!" Gwen mulai merajuk. "Nanti saja, ya. Aku janji tidak akan pulang malam hari ini." Tak ingin berdebat lebih jauh, Gwen langsung berdiri dari kursinya dan mencium pipi Abraham. Namun, baru beberapa langkah meninggalkan meja makan, Gwen berhenti dan berbalik menatap Ronny.

"Jangan berani-beraninya mengikutiku seperti kemarin, atau aku tidak akan segan-segan melakukan kekerrasan!" ancam Gwen sembari mengacungkan jari telunjuknya.

"Gwen!" Abraham kembali menegur Gwen. Sementara Ronny terlihat santai, sama sekali tidak merasa terintimidasi oleh gadis kecil itu.

Sepeninggal Gwen, Abraham pun mengajak Ronny bicara. "Sepertinya jalan itu memang harus kita tempuh," ucap Abraham yakin.

Ronny mengangguk. "Saya menyetujui apa pun keputusan Tuan," katanya kalem. Sepertinya mereka berdua sempat terlibat perbincangan serius semalam.

...**********...

Setelah memarkirkan mobil mewahnya, Gwen bergegas naik ke apartemen Olivia. Begitu sampai di dalam, Gwen mendapati banyak pakaian berserakan di hampir seluruh penjuru apartemen kecil tersebut.

Olivia terlihat keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk saja. "Kau sudah datang," sapanya.

"Dan kau menyuruhku datang hanya untuk melihat ini. Setaan tengiik!" maki Gwen. Gadis itu menendang-nendang pakaian tersebut ke segala arah.

Olivia tertawa. "Tentu tidak, Bodoh! Tunggu, aku akan berganti pakaian dulu."

"Pria itu masih ada di sini?" tanya Gwen penasaran, seraya menjulurkan kepalanya ke dalam kamar Olivia.

Olivia lantas mempersilakan Gwen untuk melihat ke dalam. "Dia baru saja tertidur," beritahunya.

Gwen mengalihkan pandangannya pada Olivia. "Siaal, tak perlu kau beritahu!" hardiknya sinis.

Olivia tertawa. Wanita itu berjalan mendekati Gwen sembari berbisik mesra. "Makanya, segera lepaskan harta berhargamu itu. Akhir-akhir ini kau terlihat lebih sensitif, itu artinya kau butuh pelampiasan."

Gwen mendecih. "Hentikan hasutanmu dan cepat ganti pakaian. Aku muak berada di sini!" Dengan sedikit kasar, Gwen mendorong Olivia ke dalam kamarnya, sedangkan dia duduk di atas sofa ruang televisi.

Meski Gwen terkenal sebagai gadis nakal dan gemar pergi ke klub malam, tetapi hingga saat ini, dia tak pernah melakukan hubungan terlalu jauh dengan pria mana pun. Permainannya hanya sebatas luar saja.

Entahlah, Gwen hanya merasa tidak ingin melepaskan harta berharganya dengan sia-sia. Gadis itu memimpikan seorang pria bak negeri dongeng, yang akan menjjamaah tubuhnya kelak.

Tak sampai dua puluh menit, Olivia keluar dari kamarnya. Mereka pun langsung pergi meninggalkan apartemen tersebut untuk bersenang-senang.

Hal pertama yang mereka lakukan adalah menjemput Holly. Setelah itu ketiganya pergi ke sebuah salon terkenal untuk memanjakan diri hampir seharian.

"Holly, karena kau sudah menggunakan kartumu di klub, jadi, hari ini kita akan bersenang-senang memakai kartuku, oke!" seru Gwen sambil mengacungkan kartu kreditnya. Olivia dan Holly berteriak senang.

Olivia dan Holly memang bukan berasal dari keluarga miskin. Keluarga mereka cukup kaya raya dan terpandang. Oleh sebab itu, merek tidak pernah saling memanfaatkan satu sama lain.

Terlepas kenakalan dan kehidupan yang kurang sehat, mereka bertiga memang sahabat baik.

...**********...

"Jadi, mau ke mana lagi kita?" tanya Olivia, begitu ketiganya keluar dari dalam mall, sembari membawa belasan tas belanjaan. Setelah memanjakan diri di salon, mereka memang memutuskan bersenang-senang dengan berbelanja.

"Aku sudah janji pada ayahku untuk pulang lebih cepat," jawab Gwen.

Mendengar hal tersebut, Olivian Holly saling bertatapan, sebelum kemudian tertawa terbahak-bahak. "Kebetulan sekali! Ada angin apa kau?"

Gwen mendelik. "Cih! Hanya kali ini saja aku menurut. Semalam beliau menceramahiku soal pergi ke klub dan tagihan kartu kredit."

Holly dan Olivia tertawa. "Kasihan sekali kau! Baiklah, untuk hari ini kita pulang cepat, tetapi besok, kita harus bersenang-senang sampai pagi. Aku dengar, mereka memiliki beberapa pria baru."

Gwen teetawa kecil. "Jaalla4ng nakal. Baiklah."

Setelah berpamitan, Gwen pun pergi meninggalkan mereka. Sementara mereka berdua pulang menggunakan taksi.

...**********...

Gwen mengerutkan keningnya dalam-dalam, begitu mendapati sebuah mobil antik tua yang terparkir di halaman rumahnya. Gadis itu dengan cepat turun dari mobil dan mendekati mobil asing tersebut.

Gwen langsung mengumpat, ketika menyadari bahwa mobil tersebut sangat kotor. Bannya bahkan tertutup tanah coklat.

"Mobil siapa di luar? Menjijikan sekali!" seru Gwen, saat tiba di dalam rumah. Baru saja dia hendak melangkah menaiki tangga, tiba-tiba tatanya tertuju pada seorang pria berpenampilan sederhana, yang sedang duduk di ruang tamu bersama sang ayah.

Dilihat sekilas saja, Gwen bisa tahu, bahwa pria itu bukanlah pria yang selama ini mereka kenal. Gwen tidak pernah ingat, jika sang ayah memiliki kerabat dari kalangan orang miskin.

"Gwen, sini!" Melihat kedatangan sang putri tercinta, Abraham langsung memanggilnya.

Gwen menurut, dengan langkah gontai gadis itu pergi menuju ruang tamu. Matanya tak lepas menatap sinis si pria, yang kini tersenyum ramah pada Gwen.

"Duduklah, Gwen. Kenalkan, ini Maxim, putra dari teman lama Ayah yang kebetulan sedang berkunjung kemari," ujar Abraham memulai pembicaraan.

"Max, kenalkan, ini putriku, Gwen."

Max lantas berdiri dari sofa dan langsung mengulurkan tangannya ke arah Gwen. "Salam kenal," ucap pria itu sopan.

Gwen terdiam sejenak. Jika dilihat secara saksama, wajah Maxim sebenarnya cukup tampan. Hanya saja, penampilan pria itu membuat ketampanan tersebut tenggelam tak berjejak.

Abraham menyenggol tubuh Gwen, seolah memberinya isyarat untuk berlaku sopan pada Maxim.

Gwen tersentak. Ragu-ragu dia menyambut uluran tangan Maxim dan secepat kilat langsung melepasnya.

"Mau apa dia ke sini, Ayah? Jangan-jangan dia butuh pinjaman uang!" seru Gwen sinis.

Abraham terbelalak, sementara Maxim tampak tidak bereaksi. Tatapan datar, tetapi tidak dingin.

"Gwen, jangan sembarangan bicara. Di mana sopan santunmu!" hardik Abraham. Tampaknya, pria paruh baya itu sudah kehilangan kesabaran.

Terpopuler

Comments

ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •

ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •

dia calon lakimu gwen😌

2023-04-19

0

Siska Agustin

Siska Agustin

Gwen oh Gwen jangan lihat orang dr luar nya dulu donk..

2023-01-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!