...--°°°--...
Suara jangkrik berbunyi. Kodok-kodok yang berada di kolam rumah ikut memberikan kesan kedamaian. Suaranya seakan mereka sedang saling berbicara memenuhi iringis malam yang penuh kesunyian.
Angin yang berhembus itu menciptakan suasana yang begitu sangat hangat. Sebelum aku tidur ada tradisi yang harus aku lakukan yaitu membersihkan kamar, menyusun bantal dan melebarkan sarung panjang untuk aku tidur bersama emak.
Aku memang sudah terbiasa tidur bersama emak saat masih bayi hingga aku menjelang kelas 1 sekolah menengah pertama. Aku membersihkan permukaan kasur menggunakan sapu lidi menyingkirkan debu-debu serta serangga yang mungkin saja menginap di atas kasur.
Aku tak ingin jika emak terganggu tidurnya oleh debu yang dapat mengakibatkan gatal-gatal atau juga serangga yang dapat menggigit sehingga tidur emak terganggu.
Jam dinding yang menunjukkan waktu itu terus berputar. Semakin lama semakin larut. Aku melebarkan sarung panjang untuk menjadikan alas menutupi permukaan bantal.
"Tempat tidurnya sudah siap Mak. Emak mau tidur sekarang?' tanyaku sambil meletakkan sapu lidi ke samping lemari.
Emak tersenyum. Ia meletakkan foto bapak ke atas meja lalu melangkah dan duduk di siring tempat tidur.
Aku yang melihat hal itu dengan cepat duduk di lantai pada permukaan papan tepatnya di kaki emak. Aku duduk bersimpuh lalu meletakkan kepalaku di atas pahanya yang terasa hangat dan kemudian emak dengan senang hati membelai rambutku dengan penuh lembu.
Ia nampak menyisir rambut hitamku menggunakan sela-sela jari tangannya membuat aku merasakan sebuah kedamaian.
Aku sangat percaya jika sentuhan sosok emak benar-benar memberikan sensasi yang berbeda. Ada sebuah ketenangan yang didapatkan dari seseorang emak.
"Emak mau Bandi pijit?" tawarku sambil menekankan betisnya.
Emak tersenyum lalu menggeleng. Aku mendongak menatap kedua mata emak yang terlihat redup. Wanita yang telah melahirkanku ini sepertinya benar-benar telah tua dimakan usia.
Emak sesekali mengelus permukaan wajahku dengan belaian penuh kasih sayang. Aku bisa merasakan sensasi permukaan kasar telapak tangannya yang menyentuh kulit wajahku. Walaupun telapak tangan emak terasa kasar karena telah menebal hingga terdapat pecah-pecah tapi tetap saja tak ada yang bisa mengalahkan bagaimana kenyamanan saat dibelai dengan emak.
"Emak tidak mau dipijit? Bandi akan pijit Emak," tawar aku lagi.
"Tidak perlu, nak. Bandi tidak perlu memijit Emak. Emak tahu Bandi capek setelah pulang dari sekolah dan belajar."
"Tidak, mak. Bandi tahu Emak jauh lebih capek karena Emak bekerja membanting tulang di bawah terik panas matahari untuk membiayayi sekolah Bandi."
"Tidak apa-apa, Ndi. Ini Emak lakukan untuk sekolahnya Bandi. Bandin kan adalah anaknya Emak satu-satunyaaku.'
Aku tersenyum. Setiap perkataan yang diucapkan oleh Emak selalu membuat hatiku merasa damai. Mungkin kalimat ini sesuai dengan apa yang aku rasakan saat ini. Bagaimanapun indahnya sebuah lantunan musik tetapi lebih indah lagi jika sebuah untaian kata indah yang keluar dari bibir seorang emak apalagi jika kalimat itu diutarakan dengan begitu sangat tulus.
Suara gesekan pohon kelapa seakan menciptakan suara pada permukaan seng yang warnanya telah sedikit memerah dimakan usia. Perlahan rapuh karena telah terpapar oleh panasnya sinar matahari yang terkadang datang di musim penghujan di bulan november dan desember
Selang berapa menit mungkin Emak telah sangat mengantuk membuat ia membaringkan tubuhnya di atas permukaan tempat tidur.
Aku duduk terdiam di siring menyandarkan tubuh di permukaan tiang yang terbuat dari besi. Besi yang menurutku masih sangat kokoh. Ranjang tua yang telah menampung 3 orang namun, itu hanya terjadi saat kami masih lengkap.
Setelah bapak meninggal kini ranjang tua ini hanya digunakan olehku dan juga Emak. Dulu aku masih ingat kisah yang terjadi yang selalu mengingatkan aku ketika aku melihat ranjang tua ini.
Ranjang tua dengan kelambu berwarna pink yang memiliki banyak tempelan yang telah dijahit berusaha untuk menghalau nyamuk agar tidak berhasil lolos.
Dulu saat aku masih kecil, aku masih teringat usiaku mungkin saat itu masih berusia tujuh tahun. Saat itu aku selalu tidur di tengah-tengah sedangkan Bapak dan Emak berada di sebelahku.
Mereka berdua akan kompak memelukku dan mengelus kepalaku bahkan kadang-kadang jika musim kemarau dan hawa panas melanda Bapak akan senantiasa mengipas aku dengan kardus agar aku tidak kepanasan.
Mungkin saat itu aku bisa dikatakan sosok yang paling egois. Saat aku merasakan panas dan mengetahui Bapak tidak mengipas aku maka aku akan menangis tak peduli Bapak kurang tidur dan harus kembali bekerja esok pagi. Begitu juga dengan Emak yang selalu menepuk-nepuk bagian bokongku berusaha agar aku dapat lebih cepat tertidur.
Ranjang tua ini begitu menyimpan banyak sebuah kenangan. Kenangan yang akan sangat sulit untuk dilupakan. Itu sebabnya Emak selalu merenovasi ranjang ini agar bisa tetap dipakai bahkan ia menolak untuk menjual ranjang ini kepada pembeli penimbang besi saat ditawarkan.
Walaupun ranjang ini bagiku sudah cukup tua. Andai kata tak layak pakai maka ia tetap akan tidak menjualnya. Aku sangat tahu Emak sangat mencintai Bapak hingga hal-hal yang berhubungan dengan Bapak tidak akan pernah ia jual.
Sosok pria itu sangat berarti bagi Emak. Aku juga masih mengingat bagaimana kenangan indah saat aku, Bapak dan Emak yang saling tertawa cekikikan saat keduanya menggeliti-gelitik aku sampai aku tertawa terbahak-bahak.
Mungkin ini agak terlalu berlebihan tapi dengan sengaja karena dipengaruhi rasa rindu yang mendalam kepada sosok Bapak maka aku sengaja meletakkan tiga bantal yang selalu aku sediakan untuk Bapak di mana ia selalu tidur di tempat yaitu, di sebelah ku agar aku tetap bisa merasakan sosok Bapak.
Ranjang tua dengan penuh cerita kisah dan kenangan yang sangat sulit untuk dilupakan. Sampai kapanpun kisah dan cerita tentang ranjang tua ini akan menjadi sebuah kenangan yang akan sulit dilupakan walau seiring waktu berlalu tentu saja kenangan ini akan tetap membekas di dalam jiwa.
...--°°°--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments