...--°°°--...
Sudah menjadi kebiasaan aku melangkah ke kamar emak mengeluarkan beberapa pakaian yang akan emak gunakan setelah ia mandi dan akan aku letakkan di atas permukaan ranjang.
Aku melakukan ini agar emak tidak susah payah untuk membuka baju lemari untuk memilih baju yang akan ia gunakan. Aku sama sekali tidak ingin membuat Emak menjadi kesusahan. Sudah cukup Emak bekerja banting tulang untuk membiayai sekolahku dan aku juga tidak ingin membuat emak merasa kelelahan jika ia ada di rumah.
Aku hanya ingin melihat Emak bersantai-santai di rumah tanpa perlu harus bersusah payah. Ini hanyalah sebuah harapan seorang anak kepada emaknya. Sebenarnya aku sangat ingin Emak hanya tinggal di rumah dan aku yang bekerja tapi Emak selalu melarang.
Dia mengatakan jika aku lebih baik sekolah daripada harus bekerja. Menurutku Emak terlalu baik karena aku bisa melihat ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumah mereka semua lebih memilih anaknya untuk bekerja daripada bersekolah.
Kebanyakan orang-orang di sini berpikir tak ada gunanya jika menyekolahkan anaknya karena mereka semua berpikir setelah anaknya sukses maka dia akan melupakan sosok Emaknya yang telah berusaha payah menyekolahkan anak-anaknya.
Emakku biasa dipanggil dengan sebutan mak Muri. Wanita tua yang memiliki tulang sekuat baja mungkin itu julukan yang terlalu berlebihan tapi jika kalian melihatnya mungkin kalian akan percaya bahwa wanita memanglah kuat dan aku bisa melihatnya pada sosok yang luar biasa hebatnya itu yang sering aku panggil dengan sebutan Emak.
Setelah Emak mandi aku buru-buru membantunya melangkah keluar dari kamar mandi. Aku tak ingin jika Emak terpeleset karena saat itu hal yang buruk pernah terjadi.
Masih teringat jelas dipikiranku saat Emak ingin mandi dan tanpa sengaja kakinya terpeleset di kamar mandi membuat kakinya terkilir hingga dia harus aku bawa ke rumah sakit.
Aku pikir kaki Emak patah karena Emak menangis meraung-raung merasakan sakit pada kakinya dan rupanya tidak. Syukurnya Emak masih baik-baik saja dan semenjak saat itu aku tidak pernah membiarkan Emak masuk ke dalam kamar mandi sendirian.
Aku selalu memastikan permukaan papan kamar mandi itu harus selalu bersih dan tidak berlumut. Tak heran jika aku setiap paginya harus selalu menyikat permukaan papan kamar mandi sementara Emak sedang memakai bajunya.
Aku memilih untuk kembali mengikat permukaan papan hingga mengkilat, tak kubiarkan sedikitpun rasa licin yang aku sentuh. Semuanya aku sikat habis-habisan.
"Andi! Andi!"
Suara teriakan lembut itu terdengar. Sudah pasti suara itu berasal dari Emak. Ia terlihat sedang berjalan menuju meja makan membuat aku buru-buru mencuci kedua tanganku dan berlari menghampiri Emak.
"Emak mau makan?"
"Iya, emak lapar."
"Mau Andi ambilkan makanan, Mak?"
"Mau tapi Andi juga makan ya! Kita makan sama-sama!"
Aku mengangguk membantu aku meraih piring dan meletakkan nasi di atasnya. Aku meletakkan beberapa sendok nasi ke atas piring milik Emak sampai menggunung membuat sesekali emak menegurku agar aku tidak memberikannya terlalu banyak makanan.
Setelahnya kami makan bersama makanan yang terbilang sederhana namun, terasa hangat karena keberadaan Emak dalam hidupku.
Emak adalah sosok yang paling sangat berarti bagiku. Banyak teman-teman yang mengatakan jika Emakku sudah cukup tua dan sepertinya umurnya tidak akan lama lagi. Saat aku mendengar apa yang dikatakan oleh teman-temanku maka saat itu untuk pertama kalinya aku berani menghajar teman-temanku hingga babak belur.
Aku tak peduli saat aku mendapat ocehan dari kedua orang tua mereka. Aku tak bisa menahan amarah jika orang-orang menghina Emakku. Semenjak saat itu aku tidak pernah lagi memiliki teman.
Untuk apa aku memiliki teman jika mereka berani mengatakan hal yang tidak-tidak. Aku pernah mendengar jika ucapan adalah sebuah doa maka sebelum ucapan buruk mengenai Emakku itu kembali terlontar maka akan kubuat mulut itu tidak lagi bisa berbicara.
"Bagaimana kerjanya tadi, mak?" tanyaku di sela-sela kami makan bersama.
"Bagus tadi ada pembeli batu-batu yang membeli 1 mobil pick up."
Aku mengangguk lalu tak berselang lama mengeluarkan beberapa lembar rupiah dan puluhan ribu dari saku celananya lalu meletakkannya di meja makan membuat aku menatap bingung.
"Itu uang hasil pembelian batu-batu, Ma"
"Iya alhamdulillah. Ini untuk Andi buat jajan di sekolah dan perlengkapan belajar.'
Aku yang masih mengunyah nasi yang berada di dalam rongga mulutku dengan cepat lalu menelannya paksa.
"Tidak usah, Mak And tidak butuh uang ini. Simpan saja untuk Emak buat beli beras."
"Tidak apa-apa, nak. Ini untuk perlengkapan sekolah Andi."
Aku kembali menggeleng dan mendorong uang itu agar menjauh darinya.
"Ndak usah, Mak. Untuk saat ini Andi tidak mau melihat apa-apa uangnya untuk beli beras saja."
"Kalau begitu buat jajan saja di sekolah."
"Tidak apa-apa, Mak. Andi kan selalu bawa bekal ke sekolah."
"Kalau begitu buat naik angkot."
"Tidak usah, Mak. Andi masih bisa jalan kaki. Sayang uangnya kalau dibayar untuk bayar angkot."
"Beneran?"
"Bener, Mak."
Mendengar hal itu emak tersenyum lalu mengelus kepalaku hingga ke pipiku. Satu hal yang sangat aku sukai yaitu saat Emak mengelus kepalaku. Aku sangat bahagia merasakan kasih sayang seorang Emak lewat setiap belaiannya.
Aku bisa merasakan permukaan telapak tangan yang begitu teraba sangat kasar serta menebal. Di telapak tangannya nampak begitu kasar dan terdapat garisan pecah-pecah.
"Emak sayang sama Andi."
"Andi juga sayang sama emak."
Setelah makan malam, aku memunguti beberapa perlengkapan makanan yang kotor setelah digunakan untuk makan malam. Aku segera mencucinya hingga bersih dan menyusunnya pada rak piring yang sudah menua dimakan usia. Aku masih ingat betul rak piring ini telah menemani masa-masa kecilku yang indah karena saat itu masih ada bapak di rumah ini.
Emak nampak melangkah mendekati toples berisi alat penjahit yang terdiri dari beberapa gulungan benang beberapa warna dan juga jarum.
Aku datang menghampiri dan duduk di lantai sementara Emak sedang berada di atas kursi.
"Emak mau jahit baju?"
"Iya, Emak mau jahit baju," jawabnya sambil menyipitkan mata saat ia berusaha memasukkan benang ke dalam lubang jarum.
"Sini, Mak! Biar Andi yang jahitkan."
Emak mengangguk lalu menyerahkannya padaku dan kali ini aku dengan teliti menjahitnya. Aku sudah pandai dalam menjahit. Emak yang mengajarkan dulu.
"Kenapa masih dipakai, Mak? Bajunya kan sudah banyak yang robek-robek bahkan ada yang ditambal?"
"Ini pemberian bapak dan Emak kalau pakai baju ini serasa ditemani sama Bapak. Bapak pasti senang kalau Emak pakai baju ini."
Kalimat itu langsung membuat hatiku tersentuh. Sekali lagi Emak membuat aku sadar betapa besarnya cinta dan kasih sayang Emak kepada Bapak.
...--°°°--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments