Tangan dengan kulit berkeriput itu nampak menegang membuat lengan tangannya terlihat berotot. Satu persatu batu yang ia letakkan di atas batu besar hancur berkeping-keping saat ditumbuk dengan keras dengan palu besi.
Ya ini adalah kegiatan Emak yang selalu setiap hari ia lakukan yakni menghancurkan batu-batu sungai yang kemudian dijual kepada pembeli untuk melengkapi bahan pembangunan.
Setiap hari minggu adalah kegiatanku untuk membantu Emak untuk bekerja. Sejak subuh-subuh tadi aku telah memasak bekal seperti nasi, ikan kering yang sengaja aku tumis dengan saus dan beberapa irisan jeruk nipis untuk menambah selera makan. Ini adalah bekal untuk aku dan Emak.
Sepertinya hari ini kami akan pulang sore persis saat jam kemarin Emak pulang ke rumah. Kata Emak semakin lama kita bekerja semakin kita lambat untuk pulang maka semakin banyak pula batu yang kita tumbuk dan semakin cepat pula kita bisa menjual pecahan batu-batu ini kepada pembeli.
Para pembeli tidak akan membeli batu-batu yang telah dipecah itu jika tidak genap satu mobil pick up.
Tugasku yaitu memungut batu-batu yang ada di pinggir sungai yang aku letakkan ke dalam ember dan membawanya ke atas tempat di mana Emak menghancurkan batu-batu itu.
Cucuran keringat membasahi tubuh namun, aku hiraukan. Aku ingin cepat-cepat mengumpulkan batu sebanyak-banyaknya dan berniat untuk menggantikan Emak memukul batu yang terlihat sudah cukup sangat lelah.
Saat aku memunguti batu yang ada di siring sungai maka sebelum aku melakukannya aku terlebih dahulu menggelar jala guna untuk menangkap ikan.
Aku berharap semoga saja jala yang tidak terlalu panjang ini bisa menangkap beberapa ekor ikan untuk aku masak dan dijadikan santapan nanti malam.
Dulu saat bapak masih hidup bapak selalu menggali pasir yang ada di sungai ini menggunakan ban besar yang di alas dengan karung. Aku sering menemani Bapak namun, saat itu usiaku masih sangat kecil sehingga aku hanya bisa berada di atas ban membantu Bapak menyeimbangi ban besar itu agar tidak terbalik.
Di sini bukan hanya Emak dan aku yang bekerja tapi masih ada para pekerja lain yang mengumpulkan batu-batu di siring sungai dan membawanya ke atas namun, ada juga beberapa pria yang sengaja tak memakai baju sedang menggali pasir dan membawanya ke pinggir untuk dijual.
Mobil truk-truk besar melintas mencari penjual membuat rasa semangatku kian membara. Hari ini sepertinya pembeli pasir dan kerikil berdatangan. Entah dari mana tempat kerjaku ini memang terkenal penghasil pasir dan kerikil.
Tak heran jika kerikil-kerikil ini beserta pasir akan diantarkan ke berbagai daerah. Aku melangkah mendekati Emak duduk di sampingnya menduduki sebuah batu yang agak besar lalu menatap Emak yang nampak begitu giat dalam batu-batu kecil itu.
Aku menatapnya dengan lekat, wanita itu kian hari semakin menua dan aku belum pernah memberikannya sesuatu. Sesuatu yang bisa membuat Emak tersenyum namun, aku sadar alasan yang membuat Emak tersenyum telah lama pergi.
Tentu saja yang membuat Emak bisa tersenyum hanyalah Bapak. Saat-saat seperti ini bapak selalu datang setelah mengayuh becaknya ia akan datang membawa gorengan dan kami akan makan bersama, tertawa dan bercanda membuat hidup kami yang begitu sangat sederhana. Terasa penuh dengan cinta. Cinta dan sebuah kasih sayang.
"Mau Bandi bantu, Mak?" tanyaku yang telah berniat untuk meraih palu besi itu.
Sejenak matanya terlihat redup, penuh kasih sayang.
"Tidak perlu, nak. Emak masih bisa. Emak masih kuat," tolaknya.
"Tidak apa-apa, Mak biar Bandi yang pukul batu-batunya."
"Tidak usah. Emak tidak suka kalau emak hanya diam saja dan cuman mau bekerja rasanya pegal kalau Emak hanya diam saja."
Aku hanya mengangguk diiringi dengan helaan nafas aku kembali meraih ember dan kembali melangkah turun ke sirin sungai memunguti batu-batu yang bisa aku pungut dan kembali ke tempat untuk memberikan batu-batu hasil pencarianku kepada Emak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments