Gilsha merapihkan semua bajunya dan memasukkannya ke dalam tas, tidak menyangka ini adalah hari terakhirnya di rumah itu.
Setelah merapihkan bajunya, Gilsha kemudian berjalan keluar dari kamar dan mendapati Reza sudah duduk di luar menunggunya.
"Perlu aku antar?" tanya Reza yang membuat Gilsha menyeka air matanya.
Gilsha menggeleng. "Makasih Mas, aku pamit, Assalamualaikum."
Gilsha melangkahkan kakinya pergi dari rumah Reza, Reza hanya menatap kepergian Gilsha yang keluar dari rumah tanpa kata-kata.
Sepanjang berjalan keluar air mata Gilsha benar-benar tidak bisa terbendung lagi, rasa-rasanya dia sudah kehilangan pegangan hidupnya.
Gilsha duduk di kursi halte yang tidak jauh dari rumah Reza merogoh tasnya dan mengambil ponselnya.
[Halo Sha, kenapa?]
[La, jemput aku dong, aku ada di halte dekat rumah]
[Ada apa? Lo nangis]
Sela mungkin bisa mendengar suara Gilsha yang serak akibat menangis, mereka tidak melanjutkan percakapan mereka, karena Gilsha mematikan sambungan telepon itu.
Dada Gilsha bergetar menahan sakit dihatinya, kenapa harus sesakit ini, seluruh hal yang dia lakukan memang tidak dia harapkan balasan tapi kenapa harus sesakit ini.
Cukup lama Gilsha di posisi ini, dia mengelus tangannya sendiri karena kedinginan sebelum dia merasakan sesuatu yang aneh di perutnya.
"Hoek!" Gilsha berjalan ke arah pinggir halte karena dia merasakan mual di perutnya. "Pasti masuk angin."
Gilsha mengusap wajahnya sendiri karena kondisi perutnya yang tidak enak, tak lama kemudian sebuah mobil sudah terparkir di depan Gilsha, itu adalah mobil Sela.
"Sha! Lo ngapain disini?" tanya Sela turun dari mobil yang membuat Gilsha langsung memeluk sahabatnya itu. "Lo, nangis?"
"Aku, ditalak sama Mas Reza," bisik Gilsha yang membuat Sela terkejut.
Sela benar-benar tidak terima dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu, ia melepaskan pelukan sahabatnya dan menatap dalam-dalam wajah Gilsha.
"Gak bisa dibiarin, dia giniin lo! Gue harus labrak dia!" kesal Sela hendak masuk ke mobilnya namun Gilsha menahannya.
"Udah La! Aku juga udah nyerah, aku emang gak pernah berharga," ucap Gilsha menahan tangan Sela yang membuat Sela menatapnya dalam kembali.
"Lo tuh berharga! Cuma lo salah orang aja, orang macam Reza tuh gak akan sadar betapa berharganya lo, kalau Reza berani nyia-nyiain emas kayak lo berarti dia sendiri yang rugi," jelas Sela. "Sebelum jadi dokter kita udah sahabatan, dari SMA gue udah tahu hapal banget sama diri lo, lo tuh orang baik Sha, gue ga terima kalau lo diginiin."
Gilsha menunduk, bibirnya kelu menahan tangannya, dia bahkan merasakan bahwa air matanya benar-benar sudah merembes.
"Pada akhirnya aku juga menyerah kan? Aku juga udah gabisa jalanin pernikahan ini," jawab Gilsha memeluk Sela.
Sela mengusap air mata sahabatnya itu. "Lakik macam dia gak pantes ditangisi, air mata lo itu terlalu berharga, ga pantas tangisin orang kayak dia."
"Antar aku ke rumah sakit, aku mau ketemu sama Mama aku, aku butuh Mama sekarang."
Sela mengangguk, namun saat mereka berdua hendak masuk ke mobil, ponsel Gilsha berdering, itu telepon dari pihak rumah sakit.
"Siapa Sha?"
"Pihak, rumah sakit," jawab Gilsha mengusap air matanya dan mengangkat telepon itu.
[Halo, ada apa yah?]
[Dokter Gilsha, Bu Andina ini, Ibu Dokter Gilsha kan?]
[Benar, Dok, Ada apa yah?]
[Sebelumnya kami turut berduka Dokter, Bu Andina baru saja tutup usia karena komplikasi yang menyerah secara mendadak]
Deg.
•
•
•
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Annie Soe..
Yg kuat ya Gilsha, kamu org baik,
pasti semesta sdh menyiapkan skenario yg baik untukmu..
2025-04-13
0
fitriani
gak kebayang kl jadi gilsha... hancur sehancur hancurnya itu... ditalak laki ditambah mama meninggal jg....
2024-06-14
0
Farra
udah jatuh di timpa tangga, kasian Glisha
2023-07-16
0