Ucapan dari pria g*la yang menyebut dirinya sebagai berondong jagung itu tentu saja semakin membuat Adeline muak. Jika tidak tertarik dengan pernikahan lalu untuk apa dia mengejar wanita sampai separah ini. Menghalalkan segala cara hanya untuk menekan si wanita agar mau menjadi mainannya seperti ini.
"Stop!" perintah Adeline dengan nada bicara tenang tetapi menyiratkan ketegasan setelah sekian menit terdiam.
Pria itu kini menatap Adeline dengan ekspresi datar. Namun, meski ditatap seperti itu oleh si pria, tampaknya tidak ada sedikitpun rasa takut dalam gestur tubuh serta ekspresi wajah si wanita.
"Kau mau kemana?" tanya si pria.
"Bukan urusanmu!" ketus Adeline tanpa menatap si pria.
"Kau merajuk, Semangka matangku?" tebaknya seraya mendekatkan wajahnya lalu meniup telinga sang perempuan.
"Kau benar-benar sudah gil* yah! Bercandamu itu sama sekali tidak lucu." Adeline yang geram, akhirnya menatap tajam ke arah si pria.
Pria itu justru mengedikkan bahunya tanda tidak peduli dengan bentakan ataupun tatapan tajam dari pujaan hatinya.
"Aku bilang stop! Aku mau turun."
"Kau memerintah siapa?" tanyanya sambil mengangkat kedua alisnya.
"Orang g"la!" bentak Adeline yang sudah semakin tersulut emosi.
"Kau merasa dirimu gil*, Ger?" tanya si pria beralih pada seseorang yang sejak tadi diam menjadi sopir.
"Tidak, Tuan. Saya masih waras," jawab Gerry yang hanya melirik sekilas lewat spion.
Kaki tangan pria misterius yang bahkan hingga saat ini enggan menyebutkan namanya itu tersenyum puas ketika melihat raut wajah perempuan yang duduk di samping tuan mudanya yang terlihat merah padam.
"Rasakan, Nona. Tuan A itu memang susah dikendalikan," batin Gerry dalam hati.
"Kau dengar bukan? Tidak ada orang g*la di dalam mobil ini. Jadi kau memerintah siapa?"
"Kau mau menghentikan mobil ini, atau melihatku melompat keluar?" ancam Adeline dengan tatapan tak gentar.
"Coba saja jika kau berani." Pria itu justru menantang si perempuan.
Adeline mengangkat sebelah sudut bibirnya. Tanpa basa-basi tangan kirinya membuka kunci pintu mobil, tatapannya masih tertuju pada pria di samping yang seakan tidak peduli dengan ancamannya.
"Selamat tinggal," ucap Adeline seraya mengedipkan sebelah matanya lalu dengan cepat membuka pintu serta melompat dari sana.
Tubuh indah tanpa sedikitpun noda itu terguling di jalan dengan jarak yang cukup jauh. Melihat si perempuan nekat terjun, mobil yang ditumpangi oleh pria itu akhirnya berhenti.
"CK! Ternyata aku memang tidak salah pilih perempuan. Dia yang selama ini aku cari," gumamnya sebelum turun dari mobil untuk menolong pujaan hatinya.
Gerry juga ikut turun dan segera berlari mengejar tuan mudanya yang kini sudah berada di tempat terbaringnya Adeline yang sudah tidak sadarkan diri. Perempuan itu mengalami luka-luka di beberapa bagian tubuh serta dahinya. Beruntung ketika Adeline melompat tidak ada satupun kendaraan yang melintas.
"Biar aku yang angkat, Ger. Kau mau mengambil kesempatan untuk menyentuh tubuh calon istriku?" tuduhnya saat Gerry berniat mengangkat tubuh Adeline.
"Tidak, Tuan A. Saya hanya berniat membantu saja," jawab Gerry mengurungkan niatnya.
"Tidak perlu! Ada aku, calon suaminya." Untuk pertama kalinya si pria mau menggendong seorang wanita, Gerry bahkan sampai menggeleng tidak percaya dengan apa yang di lihat.
Si pria membawa tubuh lemas Adeline menuju mobilnya yang berhenti cukup jauh dari tempat Adeline melompat.
"Jatuh cinta itu memang aneh! Tadi tuan muda sendiri yang bilang dia tidak tertarik dengan pernikahan. Tapi setiap menyebut perempuan itu adalah calon istrinya," gerutu Gerry yang masih berdiri di tempatnya.
Dering ponsel di saku mengganggu kegiatan Gerry yang sedang kesal dengan tingkah tuan mudanya itu. Dia segera merogoh benda canggih miliknya itu, seketika kedua matanya membola sempurna. Tanpa membuang waktu dia segera menerima panggilan tersebut.
"Kau mau berdiri di sana terus menerus?" tanyanya dengan nada membentak.
"Tidak, Bos! Saya segera sampai," jawabnya seraya berlari ke arah mobil tuan mudanya.
Ekspresi Gerry sedikit ketakutan saat melihat tuan mudanya menatap dengan tajam. Sorot matanya seakan dapat mencabik serta membelah tubuhnya menjadi potongan kecil.
"Maaf, Tuan." Gerry masuk ke dalam mobil lalu segera menginjak pedal gas hingga kendaraan mewah itu melesat di jalanan.
Mereka membawa Adeline yang masih tidak sadarkan diri ke sebuah apartemen. Pria itu belum ingin membawa pujaan hatinya ke mansion pribadi miliknya. Baginya adalah pantang membawa perempuan yang belum memiliki status apapun dengannya ke dalam tempat tinggalnya.
Adeline mengerjapkan kedua matanya perlahan, pandangannya masih samar-samar karena belum benar-benar bangun dari pingsannya. Ketika matanya terbuka sempurna, Adeline terkejut saat merasa tidak mengenali tempat itu.
"Aku dimana?" tanyanya seraya berusaha bangun, tetapi tubuhnya terasa remuk membuat dia tidak dapat menggerakkan tubuh dengan bebas.
"Apartment milikku," jawab seorang pria yang duduk di sofa tidak jauh dari ranjang yang di tiduri Adeline.
Sejak tadi Adeline memang tidak memperhatikan sekitar dan sama sekali tidak melihat jika pria g*la itu juga berada di satu ruangan dengannya.
"Untuk apa kau membawaku kemari?" Adeline memeriksa pakaiannya yang berada di balik selimut, memastikan bahwa pria itu tidak macam-macam dengan tubuhnya.
"Aku bukan predator yang bersedia mengambil sesuatu yang belum menjadi milikku. Lagi pula apa enaknya bercinta dengan seseorang yang pingsan? Seperti menggauli orang mati saja," oceh si pria panjang lebar saat mengerti kemana pikiran si perempuan.
Adeline sama sekali tidak perduli dengan ocehan pria g*la itu. Sekarang dia justru sedang berusaha untuk bangun meski seluruh tubuhnya merasakan sakit.
Pria itu membiarkan Adeline terus berusaha. Sebenarnya dia sangat suka dengan karakter si perempuan yang tangguh dan tidak takut untuk memperjuangkan harga dirinya.
"Kenapa harus nekat seperti itu? Kau merasa memiliki banyak nyawa, yah?" tanya si pria tanpa beranjak dari posisinya, meskipun melihat Adeline hampir jatuh dari ranjang.
"Ternyata selain semangka matang, kau juga adalah kucing keras kepala, Adel. Bisakah menurut padaku sekali saja?"
Adeline menghentikan kegiatannya lalu melirik pria itu segera ekspresi kesal. "Kau siapa sampai aku harus menurutimu?" tanyanya sinis.
Pria itu bangkit lalu segera mendekati Adeline yang masih mengibarkan bendera permusuhan dengannya. Si pria berdiri tepat di depan Adeline yang kini memalingkan wajah.
"Lihat aku!"
Adeline tetap diam, tidak berani menurut atau menimpali perintah dari pria penuh ambisi yang sialnya mengincar dirinya.
"Lihat aku, Adeline Griselda. Kau tidak mungkin membiarkan keluargamu menderita hanya karena keegoisanmu bukan?"
Kini Adeline menatap si pria dengan wajah penuh amarah. Matanya memerah seperti baru saja terkena cipratan cabai dan bawang merah. Bibir terkatup rapat dengan gigi yang bergemelatuk demi menahan emosinya yang sudah di ujung ubun-ubun.
"Kau benar-benar kejam. Apa salahku pada Tuhan, sampai mengujiku dengan makhluk sepertimu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
Maya Sarital
Karyamu keren thor..aku suka
2023-06-28
1
fifid dwi ariani
trus sehst
2023-01-21
2