Sebuah mobil mewah melesat dengan kecepatan tinggi. Di dalamnya seorang perempuan berparas ayu dengan tubuh molek tengah memacu kendaraan roda empat itu seraya mendengarkan musik menggunakan headphone yang terpasang di kedua lubang telinganya.
Irama musik yang terdengar membuat Adeline bergoyang mengikuti ritme lagu yang sedang berputar. Kesedihannya sedikit berkurang ketika dia asik dengan kegiatannya saat ini.
Namun, musik yang di putar olehnya tiba-tiba berhenti karena ada panggilan masuk ke ponselnya. Adeline melirik sekilas, akan tetapi saat melihat nomor yang tertera adalah nomor sang ibu, dia sama sekali tidak berniat untuk menggubris panggilan tersebut.
"Paling juga mau nanyain udah sampai mana? Kamu pasti datang, 'kan?" ujarnya menirukan gaya bicara sang ibu.
Adeline melepas headphone miliknya lalu menaruhnya kedalam dasbor. Suasana hatinya kembali buruk karena merasa seluruh keluarga tidak ada yang berpihak padanya.
Sepuluh menit kemudian mobil yang dikendarai oleh Adeline sampai dirumah besar ayahnya. Setelah seorang satpam membuka gerbang, putri sulung di keluarga itu memarkirkan kendaraan sport miliknya di tempat biasa. Dengan santai dia keluar dari mobil lalu berjalan masuk ke rumah.
"Dari mana saja kamu, kenapa datang terlambat?" Suara yang tidak asing menyapa pendengarannya, Adeline sampai menghentikan langkah.
"Banyak yang mesti El urus, Mah. Mama tahu sendiri kalau anak sulung Mama ini adalah seorang pekerja keras. Tidak heran kalau teman-teman mama juga kasih julukan ke El perawan tua, 'kan? Harusnya mama juga tahu." Adeline dengan berani menjawab.
Monica yang berdiri di belakang pintu segera menghampiri putri sulungnya itu. "Kamu sudah berani melawan mama, El. Siapa yang mengajarimu?" tanya Monica seraya mencengkram pergelangan tangan kiri Adeline.
Si anak sedikit meringis saat cengkraman sang ibu berada tepat pada bekas lukanya semalam. Adeline menyentak kasar tangan sang ibu hingga terlepas. Wanita paruh baya itu sama sekali tidak merasa bersalah karena sudah menyakiti putrinya sendiri.
"El sudah besar, Mah. Tidak perlu ada yang mengajari El tentang apapun! Selama ini juga El selalu mengurus segalanya sendirian, tanpa bantuan mama ataupun papa sedikitpun. Jika kehadiran El tidak di inginkan disini, El tidak keberatan pergi saat ini juga." Adeline semakin berani, perempuan itu bahkan sampai mengancam ibunya.
Merasa kehadirannya sama sekali tidak dianggap sebagai kebahagian oleh orang tuanya sendiri, Adeline membalikkan tubuhnya untuk segera keluar dari tempat itu. Namun, Monica dengan cepat kembali mencekal pergelangan tangan si anak. Kali ini Adeline tidak melawan karena si ibu memegangnya di bagian pergelangan tangan kanan.
"Kamu …."
"Kak El, kakak sudah sampai?" Suara ceria yang berasal dari dalam rumah menghentikan perdebatan antara ibu dan anak itu.
Adeline menoleh lalu dengan terpaksa mengulas senyum tipis. Sementara itu, si ibu langsung melepaskan eratan tangannya di pergelangan tangan putri sulungnya.
"K-amu k-ok malah kesini, Ela?" tanya sang ibu gugup.
"Habis mama lama, sih. Ela sampai bosan nunggunya," jawab Ella dengan manja.
"Kakak, kenapa datang terlambat? Kakak dari mana saja?" Grasiela beralih menggelayuti sang kakak.
"Kakak kerja, Ela. Kamu sudah pulang dari hotel? Kakak kira akan menginap disana sampai seminggu," jawab Adeline disertai sindiran halus.
Rona merah muncul di pipi Grasiella saat mendapat godaan dari kakaknya. Perempuan yang baru saja menjadi seorang pengantin itu masih terngiang-ngiang dengan kegiatannya semalam bersama sang suami.
"Kakak, kami akan tinggal disini bersama kalian. Aku tidak mau jauh dari keluargaku," rengeknya dengan sangat manja.
"Tapi kakak tidak bisa tinggal disini lagi, Ella. Mulai saat ini kakak harus fokus pada bisnis kakak yang mulai berkembang pesat," jawab Adeline dengan jelas.
Grasiella tampak sangat terkejut dengan penjelasan sang kakak. Selama ini kakaknya itu memang jarang pulang, akan tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa si kakak akan pergi meninggalkannya di rumah sang ayah sendirian.
Monica hanya diam memperhatikan interaksi antara kedua putrinya. Tidak ada niat untuk melarang ataupun ikut berinteraksi bersama mereka.
"Kalau kakak pergi, Ella sama siapa?" tanyanya dengan nada sedih.
Tangan Adeline berusaha melepaskan pegangan sang adik di lengannya. Perempuan itu mengelus lembut tangan adiknya penuh sayang. Meski merasakan ketidakadilan dari kedua orang tuanya, akan tetapi dia tidak pernah mau memelihara dendam di hati.
"Kamu sudah bersuami, Ella. Jangan seperti anak kecil," tutur Adeline menasehati sang adik.
"Sudah-sudah! Ayo kita ke meja makan. Papa, Zico dan suamimu pasti sudah menunggu kita, Ella. Ajak kakakmu untuk bergabung," ujar Monica sebelum melenggang pergi meninggalkan Adeline dan Grasiella di ruang tamu.
"Kakak pergi saja, yah, Ella. Kakak masih ada urusan," tolak Adeline berbohong.
"Tidak boleh! Kalau kakak mau Ella izinkan untuk tinggal di bar, boleh saja. Tapi setelah kakak berkenalan dengan suamiku, dia pria yang baik, Kak."
Mendengar permintaan Grasiella mengenai suami yang baru saja menikahinya semalam, Adeline tersenyum kecut. "Andaikan saja kamu tahu yang sesungguhnya, Ella. Apakah kamu akan tetap menyebutnya sebagai pria baik?" batinnya miris.
"Baiklah, kakak akan berkenalan dengan suamimu, tapi berjanjilah pada kakak. Kamu akan selalu bahagia bersama dia." Adeline mengajukan syarat.
"Tentu saja dia akan bahagia bersamaku, Kak. Pria sejati yang menjunjung tinggi nilai kesetiaan," sela seseorang yang berjalan mendekati kakak beradik itu.
"Kurang ajar!"
Bersambung …
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
Ursula Ursula
semoga orang tuanya yg tidak adil dpt karma
2024-04-04
0
Ursula Ursula
paling benci dengan peran adik sok baik tapi jahat
2024-04-04
0
Mari ani
aku mampir lagi tor, semangat dan up, up terus. Cerita keren
2023-01-28
1