Adeline memutuskan untuk tidak kembali ke mansion besar ayahnya. Sejak rencana pernikahan sang adik, perempuan itu sudah bertekad untuk menjalani kehidupan seorang diri. Dia juga ingin menepi dari keluarganya sendiri.
Kini sulung dari tiga bersaudara itu sedang dalam perjalanan menuju sebuah bar yang menjadi tempatnya meraup pundi-pundi penghasilannya selama ini. Adeline sengaja ingin tinggal di tempat itu agar tidak hidup bersama seseorang yang tega memberinya kesakitan sedalam ini.
"Sudahlah, El, tidak perlu terlarut dalam kesedihan. Pria brengs*k itu bukan siapa-siapa lagi untukmu!" Adeline memukul stir mobilnya pelan seraya memejamkan kedua matanya sesaat. "Sekarang, fokuslah pada bisnismu! Bukankah sejak dulu inilah yang kamu inginkan?" tanyanya kepada diri sendiri.
Perempuan cantik dengan tubuh molek itu keluar dari mobil saat sudah sampai di bar miliknya. "Keluarkan barang-barangku di bagasi, antarkan ke kamarku." Adeline melempar kunci mobilnya pada anak buahnya yang tengah bertugas.
"Baik, Nona." Pria yang berprofesi sebagai bodyguard di tempat itu menurut tanpa sedikitpun bertanya.
Ketika masuk ke dalam bar, setiap orang yang mengenalinya dengan gembira menyapa. Kedatangan sang pemilik tempat hiburan malam itu sering kali di tunggu-tunggu oleh beberapa pria yang ingin berkenalan dengan wanita cantik itu.
Namun, Adeline sama sekali tidak memperdulikan sapaan dari para pelanggannya itu. Dia ingin segera sampai di kamar agar dapat beristirahat. Tubuhnya sudah sangat lelah, apa lagi beban di hatinya ketika menyaksikan sang adik yang harus melangkahinya lebih dulu.
"Arg! Sepertinya aku harus beristirahat secepatnya. Tubuhku terasa lebih lelah dari biasanya, padajal aku hanya mengunjungi pesta pernikahan Ela." Adeline menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang berukuran besar miliknya.
Ketukan di pintu mengganggu Adeline yang sudah hampir terlelap. Perempuan itu sejenak memijat pelipisnya yang terasa berdenyut lalu bangkit untuk membukakan pintu kamarnya.
"Ah, kau ternyata. Bawa masuk koperku itu, taruh saja disana." Adeline menunjuk satu sudut ruangan.
"Baik, Nona." Bodyguard itu masuk lalu menaruh dua koper berukuran besar milik bosnya di tempat yang sudah di tunjuk. "Saya permisi, Nona." Dia kembali melangkahkan kaki untuk keluar dari kamar pemilik tempat tersebut.
"Erik, tolong sampaikan pada Maya bahwa malam ini sampai besok, aku tidak mau ada gangguan apapun!" perintah si bos kepada bodyguardnya.
Bodyguard itu hanya merespon perintah dari Adeline dengan anggukan kepala lalu segera keluar dari kamar perempuan yang merupakan atasannya.
Setelah kepergian si bodyguard Adeline segera menutup kembali pintu kamarnya. Perempuan itu melangkah gontai menuju ranjangnya. Melepaskan Hells yang terpasang dengan indah di kaki mulusnya lalu merebahkan tubuhnya di ranjang.
Beberapa kali Adeline mencoba untuk memejamkan matanya, akan tetapi tidak berhasil. Memori otaknya justru membawanya pada ingatan ketika pria yang sangat di cintai malah memberinya luka yang begitu dalam.
Tepatnya seminggu yang lalu, adeline baru saja pulang dari rutinitasnya bekerja di sebuah bar yang berhasil dia rintis dari bawah.
"Ini mobil siapa?" monolog Adeline ketika melihat sebuah mobil yang asing untuknya.
"Selamat malam, Nona." Seorang satpam menyapa Adeline dengan ramah.
"Malam, Pak. Oh iya, ini mobil siapa?" tanyanya pada satpam yang menyapanya.
"Ini mobil tamu, Non. Saya juga asing sama tamunya. Dari wajahnya sepertinya bukan orang sini," jawab si satpam.
Adeline mengangguk mengerti. "Ya udah, Saya masuk dulu, Pak. Jaga rumah baik-baik, yah! Kemarin saya lihat sesuatu disana." Adeline menunjuk sebuah pohon besar yang berada di sudut halaman untuk menggoda satpam tersebut.
"Ah, Non Elin. Jangan nakut-nakutin, Non." Satpam itu menatap sekeliling yang terlihat sepi.
"Masa satpam penakut, sih!" hina Adeline disertai tawa riang.
Tawa renyah Adeline membuat si satpam sadar bahwa dirinya tengah di kerjai oleh putri sulung bosnya itu. "Dasar, Non Elin selalu saja hobi mengerjai saya," keluh si satpam dengan wajah lesunya.
Adeline pergi meninggalkan satpam yang berhasil dia kerjai. Perempuan cantik dengan rambut panjang tergerai indah itu berjalan dengan wajah datar. Masalah yang menimpa hubungannya dengan sang kekasih membuat pikirannya kalut, sehingga berdampak pada pekerjaannya.
"Jadi, kalian berasal dari Indonesia?"
"Iya, kami berasal dari Indonesia, Tuan."
Suara yang tidak asing terdengar oleh telinga Adeline. Perempuan itu sampai menghentikan langkah agar memperjelas suara yang berasal dari ruang tamu.
"Wah, tidak disangka kita akan kedatangan tamu dari jauh, Mah."
"Iya, Pah. Mama merasa tersanjung,"
Adeline menggelengkan kepala. "Mungkin aku hanya salah dengar," ujarnya lalu kembali melangkahkan kakinya saat tidak lagi mendengar suara yang begitu di rindukan olehnya.
Semakin dekat dia melangkah ke ruang tamu, indra penciumannya merasakan aroma yang tidak asing. Adeline kembali menggeleng pelan. "Aku terlalu merindukan dia, sampai berhalusinasi."
Ketika memasuki ruang tamu, kedua mata Adeline membola seketika. Seseorang yang sangat dia rindukan sedang duduk di ruang tamu, berhadapan dengan kedua orang tuanya. Saking terkejut, perempuan itu sampai mematung di tempatnya. Wajah datarnya berganti dengan rona bahagia.
"Nah, itu dia. Elin sudah pulang!" teriak Monica saat melihat putri sulungnya yang berdiri di samping pilar.
Ketiga orang yang merupakan tamu di mansion besar itu menoleh ke arah yang di tunjuk si pemilik tempat tersebut. Adeline tersenyum lembut saat kedua matanya bersitatap dengan pria tercinta. Namun, pria itu tidak membalas senyuman yang di berikan oleh Adeline dan malah memalingkan wajah.
"Elin, sini, Sayang!" perintah Monica kepada putrinya.
Meskipun mendapatkan respons yang kurang baik dari si pria, Adeline masih berusaha berpikir positif. Dia mengira pria itu hanya masih merajuk padanya, apa lagi pertengkaran terakhir mereka di barnya itu berlandaskan kecemburuan.
Adeline menurut, perempuan itu segera duduk di sebuah sofa single yang berada tepat di samping tamu spesialnya. Bukannya terlihat bahagia, pria itu justru seakan malas melihat sang kekasih. Si perempuan masih berusaha memaklumi, mungkin itu karena masih ada kecemburuan yang menguasai jiwa prianya.
"Kak Rich, mereka siapa?" tanya Adeline dengan berbisik kepada kekasihnya, tatapannya mengarah pada sepasang manusia di samping sang kekasih.
"Orang tuaku," jawabnya datar.
"Oh." Adeline mengangguk-anggukan kepala. "Kenapa datang tidak memberitahu aku dulu?" tanyanya masih dengan nada lirih.
"Untuk apa memberitahu? Apa aku tidak boleh datang kemari?" tanya balik pria bernama Richard dengan nada kurang bersahabat.
"Elin, kenalan dulu sama calon adik ipar kamu."
Adeline yang semula sedang berniat menjawab pertanyaan sang kekasih, mengalihkan tatapannya kepada sang ayah. Ucapan si ayah membuat perempuan itu kebingungan.
"Maksud papa?" tanya Elin dengan wajah bingungnya.
"Iya, pria di sampingmu itu. Dia Ricardo Bima Nugraha, calon suami Grasiela. Dia datang jauh-jauh dari Indonesia untuk melamar adikmu," jelas sang ayah.
Adeline terperangah dengan apa yang baru di jelaskan oleh ayahnya. Perempuan itu diam dengan tatapan kosong, rasanya untuk bertanya kenapa saja lidahnya terasa kelu. Kedua kelopak matanya terasa memanas hingga menciptakan genangan cairan bening disana.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
UQies (IG: bulqies_uqies)
Nyesek banget bacanya kak, sukses.terus yah kak
2023-03-13
1
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-01-21
1
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
hhhh nyesekkk
2023-01-02
3