Suasana yang semula penuh kebahagiaan kini berubah menjadi tegang. Nampaknya si pengantin perempuan itu sama sekali tidak menyesali ucapannya. Namun, disisi lain Zico juga tidak terima atas ucapan sang istri yang menghina status kakak sulungnya.
Adeline semakin merasa tidak nyaman berada di tempat itu. Tidak ingin merusak kebahagiaan semua orang yang mendukung pernikahan Zico dan Queen, Adeline memutuskan untuk menyudahi perdebatan antara sepasang suami istri baru itu.
"Sudahlah, Co. Apa yang dikatakan oleh Queen tidak salah. Jangan membesar-besarkan masalah! Apa lagi ini hari bahagia kalian," lerai Adeline dengan lapang dada.
"Tapi, Kak -,"
"Co, jangan membuat masalah lagi! Saat ini istrimu sedang hamil, sebisa mungkin utamakan kenyamanannya. Kakak tidak masalah, kok!" ujarnya menenangkan sang adik.
"Kakak pergi dulu, yah!" Adeline akhirnya bergegas pergi, sebelum itu dia menyempatkan diri menepuk pelan bahu tegap adiknya.
Adeline pergi dari tempat itu membawa luka yang tidak hanya satu. Selain harus merelakan beberapa orang menyematkan label perawan tua padanya, dia juga harus melihat reaksi keluarga yang seakan tidak menganggap kehadirannya. Belum lagi ucapan dari adik kedua adik ipar yang sama sekali tidak menghargai posisinya.
Malam semakin larut ketika Adeline sampai di bar miliknya. Dentuman musik yang di putar oleh seorang DJ profesional terdengar semakin keras memekakkan telinga. Semua orang yang berada disana terlihat menikmati suasana yang semakin membuat tempat itu begitu ramai dan meriah.
Adeline melangkah gontai saat masuk ke tempat itu. Dia sangat ingin segera beristirahat di kamarnya. Namun, langkahnya harus terhenti ketika ada seseorang yang menghadang jalannya. Meski hanya melihat sepatu mengkilat yang memenuhi pandangannya, Adeline sangat paham bahwa seseorang itu berniat menghalangi langkahnya.
Perempuan bertubuh molek itu berdecak kesal. "Jangan menghalangi langkahku!" bentaknya tanpa menegakkan kepalanya.
Pandangannya masih merunduk untuk menyembunyikan raut wajahnya. Dia sengaja melakukan itu agar sekretarisnya tidak bertanya panjang lebar. Masih jelas di ingatannya saat si sekretaris menceramahinya hanya karena menemukan kamar berantakan serta beberapa ceceran bekas darah di lantai.
"Sepertinya kau sangat mabuk, bagaimana kalau aku membantumu naik ke atas?" tawarnya kepada Adeline.
"Tidak perlu! Aku bisa sendiri," tolak si perempuan.
"Ayolah! Aku akan membayarmu mahal jika kau mau menjadi teman ranjangku malam ini," ujarnya tanpa sopan.
Adeline mengangkat wajahnya saat mendengar permintaan kurang ajar dari sang lawan bicaranya. Seorang pria yang mengenakan pakaian dari brand ternama berdiri di depannya. Wajahnya masih terlihat sangat muda. Mata tajam, rahang tegas serta hidung mancung itu semakin membuatnya mempesona. Namun, tidak dengan Adeline. Perempuan itu sama sekali tidak tertarik dengan tawaran si pria.
"Carilah wanita lain! Aku sama sekali tidak tertarik dengan daun muda sepertimu." Adeline menyingkirkan pria itu dari jalan lalu bergegas pergi dari tempat itu.
"Hei, tunggu!"
Adeline terpaksa kembali menghentikan langkahnya. Perempuan dengan gaun berwarna hitam itu menghela napas berat dengan mata terpejam. Perasaannya kini semakin tidak terkendali karena perbuatan si pria yang berani menawarkan dirinya sebagai teman ranjang. Amarahnya membuncah seakan sebentar lagi akan meledak. Namun, Adeline tidak ingin membuat kekacauan sedikitpun.
Pria itu mengejar langkah Adeline, menatap si perempuan dari ujung kaki hingga ujung rambut. Benar-benar wanita yang sempurna, hanya dengan menatap tubuhnya yang masih terbungkus busana saja sudah dapat membuatnya tertarik. Apa lagi jika melihat perempuan itu tanpa sehelai benangpun. Pikirannya tengah berhayal nakal membayangkan jika itu terjadi.
"Apa maumu?" tanya Adeline ketika melihat si pria menatapnya dari bawah hingga atas tanpa kedip.
"Jadilah teman ranjangku!" Pria itu sama sekali tidak mau menyerah.
Kedua tangan mulus Adeline mengepal karena menahan amarahnya yang sebentar lagi akan meledak. Jika bukan karena memikirkan tentang bisnisnya, mungkin saat ini tangan itu sudah landing di pipi pria tersebut.
"Maaf, tapi aku sama sekali tidak tertarik. Carilah wanita lain, aku yang akan membayarnya untukmu." Adeline kembali melanjutkan langkahnya, kali ini dengan tergesa agar tidak di kejar lagi oleh pria menyebalkan itu.
"Hei, kurang ajar! Kau pikir aku pria k*re? Aku bahkan bisa membayar 10 wanita sekaligus." Pria itu memaki dengan suara lantang.
Maya yang melihat kegaduhan di salah satu sudut bar, tepatnya berada di bawah tangga lantai dua akhirnya mendekati pria yang sedang marah-marah tersebut.
"Tuan, tolong jangan membuat kegaduhan. Kami sangat mengutamakan kenyamanan pelanggan kami," pinta Maya dengan sopan.
Pria itu sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari arah tangga. "Jika kau bilang sangat mengutamakan kenyamanan pelanggan. Itu berarti kau bisa membantuku mendapatkannya?"
"Mendapatkan apa, Tuan?" tanya Maya kebingungan.
"Wanita itu, dia sudah berani menolakku. Bawa dia padaku! Maka aku tidak akan menyebarkan ketidakpuasanku disini," ancamnya tanpa basa-basi.
Maya mengikuti arah pandang si pria lalu matanya membulat seketika dengan mulut sedikit terbuka. "Tuan, dia Nona Adeline Griselda, pemilik tempat ini. Dia tidak mungkin mau menuruti permintaan anda, bahkan jika seluruh bodyguard disini saya kerahkan untuk membawanya kepada anda," tutur Maya dengan perasaan was-was, pasti sebentar lagi dia juga akan terkena semprot dari si bos karena sudah ada yang berani merendahkannya.
Sementara itu, si pria tidak kalah terkejut. Ternyata wanita yang berhasil menarik perhatiannya adalah pemilik bisnis ini. Padahal dia mengira bahwa dialah primadona di bar tersebut. Namun, ternyata penilaiannya salah.
"Jadi dia pemilik tempat ini?" gumamnya terkesima. "Seleraku memang selalu yang terbaik," ujarnya tanpa rasa sesal sedikitpun.
"Maaf, Tuan. Lebih baik anda mencari wanita lain. Saya tidak ingin ada kegaduhan di tempat ini," pinta Maya masih berusaha sopan.
Setelah menjelaskan posisi Adeline di tempat itu pada seseorang yang sudah berani kurang ajar pada bosnya, Maya kini naik ke atas. Perempuan kepercayaan Adeline itu mengetuk pintu kamar sang bos.
Tidak lama kemudian pintu terbuka, Adeline masih menggunakan pakaiannya tadi berdiri dengan tatapan tajam pada Maya. Sedangkan Maya hanya berani menunduk karena merasa tidak becus dalam bekerja.
"Masuk!" perintah Adeline kepada si sekretaris.
Maya mengikuti Adeline yang sudah lebih dulu masuk. Perempuan itu duduk di sebuah sofa, sedangkan Maya berdiri di depannya.
"May, kau apa kesalahanmu saat ini?" tanya Adeline masih menatap tajam Maya.
"Tahu, Nona. Saya minta maaf," jawab Maya semakin menundukkan kepala.
"Kau masih ingat bukan? Kejadian seperti tadi pernah terjadi, dan kau juga pasti ingat apa yang terjadi saat itu. Aku benar-benar kecewa, May. Kinerjamu semakin hari semakin memburuk! Apa kau ingin cuti panjang?"
Di sisi lain, Merasa tidak ada yang berhasil menarik perhatiannya selain perempuan tadi, pria yang sudah berani kurang ajar itu memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut.
"Aku tidak mau tahu, kau harus mencari cara untuk mendapatkan wanita tadi untukku, Gerry."
"Baik, Tuan Muda. Saya akan segera mencari tahu informasi tentang keluarganya," jawab si sekretaris pria itu.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
Ida Susmi Rahayu Bilaadi
crita ini settingannya di luar negri ya? tp knp budayanya serasa tinggal di indo? diluar negri mau nikah muda ato tua ato melangkahi yg lbh tua tdk ada mslh loh
2023-05-07
1
fifid dwi ariani
trus berusaha
2023-01-21
0
Hanum Anindya
siapa sih cowok itu? Gerry. Cowok kurang ajar masa mengancam pada Adelia sih!
2023-01-08
0