"Kenapa duduk terlalu jauh, Sayang? Mari, mendekatlah pada calon suamimu." Pria itu kembali menepuk ruang kosong di sofa yang dia duduki.
Adeline semakin menatap tajam pria itu, mencoba memperhatikan wajah yang terlihat tidak asing untuknya. Namun, saat mengingat kembali kejadian itu, mata Adeline membulat lebar-lebar.
"Kau daun muda yang kurang ajar padaku tempo hari, 'kan?" tanyanya dengan volume 10 oktaf.
Pria itu memejamkan sebelah matanya dan sedikit menutup kedua telinganya yang berdengung karena suara si wanita. "Kau ini cantik, menarik, tapi kenapa suaramu itu menyakitkan sekali."
Adeline memasang wajah datar saat mendapat komentar tentang suaranya barusan. "Mau apa kau kemari? Bukankah sudah jelas pada malam itu. Aku tidak mau menjadi teman ranjangmu!" bentak Adeline seraya bangun dari duduknya.
"Mau kemana?" Pria itu mencekal pergelangan tangan Adeline dan memberikan tatapan mengerikan. "Urusan kita belum selesai," lanjutnya seraya menarik Adeline hingga terduduk tepat di sampingnya.
Tanpa basa-basi pria itu merangkul Adeline dengan erat serta menatapnya penuh cinta. Hal itu tentu saja membuat Adeline merasa tidak nyaman. Perempuan itu berusaha melepaskan diri, akan tetapi semakin dia berontak, rangkulan si pria justru semakin kencang.
"Lepasin! Maumu apa, sih? Aku sama sekali tidak punya urusan denganmu."
"Bukankah sekretarisku sudah mengatakan pada orangmu, bahwa aku ingin membicarakan bisnis denganmu." Pria itu sedikit mencengkram lengan Adeline.
"Ah, Sakit!" rintih Adeline menggemelatukkan giginya.
Rintihan lirih Adeline justru membangkitkan sesuatu di bawah sana. Pria itu sedikit menggigit kecil bibir bawahnya saat merasakan gairahnya naik seketika.
"Kau baru merintih saja sudah membuatku gila, Sayang. Apa lagi jika kau mend*sah di atasku," ujarnya dengan mata sedikit terpejam.
Mendengar ucapan tidak sopan itu, amarah Adeline membuncah, emosinya memuncak membuatnya reflek menghadiahi pria itu dengan tamparan keras sehingga pria itu melepaskan rangkulannya. "Dasar pria m*sum! Pergi kau dari tempatku."
"Kau berani menamparku, Sayang?" tanyanya dengan santai, seakan tamparan Adeline itu sama sekali tidak terasa.
"Stop memanggilku dengan kata sayang! Aku bukan wanitamu!" bentaknya emosi, Adeline bangkit, akan tetapi tangan pria itu meraih tali jubah yang di gunakan Adeline dan dengan sengaja menariknya hingga terlepas.
Kini nampaklah tubuh molek Adeline yang hanya menggunakan lingeri hitam. Penampilan itu tentu saja membuat pria itu semakin kelabakan. Sesuatu yang sudah bangun di bawah sana semakin mengeras ketika melihat tubuh seksi sang pujaan hati.
"Ternyata kau sengaja jual mahal, Adel. Padahal nyatanya kau sudah mempersiapkan diri, ya, 'kan?" tuduh pria itu dengan suara lembutnya.
Adeline buru-buru menurupi area pribadinya menggunakan tangan. Perempuan seksi itu semakin terbakar amarah, terlihat jelas dengan wajahnya yang merah padam.
"Kau benar-benar kurang ajar! Jika maksudmu datang kemari untuk mencari kehangatan, silahkan cari perempuan lain. Kau boleh memesan 10 perempuan sekaligus, biar aku yang membayar!"
"Kau menghinaku tidak bisa membayar mereka? 0,1 persen hartaku bahkan bisa membeli harga diri seluruh pekerja bar ini."
Adeline dengan kasar merebut jubah miliknya dari tangan pria tidak sopan itu. Dia segera memakainya untuk menutupi kemolekan yang sempat terlihat oleh pria menyebalkan di depannya.
"Pergi dari tempatku, atau ku panggil semua bodyguard untuk mengusirmu dari sini!" bentak Adeline yang sudah dikuasai oleh amarah.
Pria itupun bangkit dari duduknya, merapikan jas miliknya lalu melangkah pergi meninggalkan Adeline yang masih terlihat tidak terima dengan ucapannya. Namun, saat dia sudah membuka pintu, dia menghentikan langkahnya di ambang pintu.
"Kau akan menyesal, Adel. Aku pasti akan mendapatkanmu, cepat atau lambat kau pasti jadi milikku." Pria itu kembali mengayunkan langkahnya meninggalkan si wanita yang menatapnya penuh dendam, pria itu bahkan sempat membanting pintu dengan kasar.
"Dasar pria tidak tahu diri. Dia pikir dia siapa sampai mau membeli harga diri semua orang? Sekaya apapun dia, dia sama sekali tidak berhak merendahkan orang lain." Adeline menggerutu kesal, bahkan sampai pria itu menghilang dari pandangannya.
Setelah berhasil mengusir pria kurang ajar itu, Adeline memutuskan untuk kembali ke kamarnya untuk melanjutkan istirahat. Namun, suara tembakan yang menggema di lantai bawah membuatnya mengurungkan niat.
Adeline bergegas turun ke lantai dasar yang merupakan tempat minum dan berdansa para pelanggan biasa. Matanya membulat seketika dengan mulut yang menganga lebar. Tempat itu sudah berantakan, botol-botol minuman pecah berserakan. Sofa dan meja bahkan terbalik. Beberapa bodyguard miliknya tergeletak tidak berdaya dengan beberapa luka tembak di lengan dan kakinya.
Perempuan itu berlari sampai di pintu masuk bar, dari sana dia dapat melihat mobil yang baru saja jalan dengan kecepatan tinggi. Adeline yakin, mobil itulah pembuat kekacauan di tempatnya. Saat dia mengalihkan pandangan ke arah mobilnya yang terparkir tidak jauh dari pintu masuk, disana tertulis pesan ancaman menggunakan cat permanen.
"Ini baru permulaan, Sayang. Tunggu hadiah dariku selanjutnya!" Adeline membaca tulisan itu, lalu tubuhnya merosot ke lantai saat meyakini bahwa ini adalah ulah dari pria kurang ajar tadi.
"Nona, anda baik-baik saja?" tanya Maya yang baru berani keluar dari persembunyiannya.
Si sekretaris berusaha membantu bosnya untuk berdiri, meski dirinya sendiri juga masih gemetar ketakutan. Namun, melihat Adeline yang jauh lebih takut darinya membuat Maya tidak tega.
"Kita dalam masalah besar, May. Pria gila itu pasti akan membuat ulah lagi," lirih Adeline yang kini merasa tertekan.
"Mari saya bantu untuk naik ke kamar anda, Nona."
Adeline menatap sekitar, para pekerja yang terluka oleh peluru itu membuatnya merasa bersalah. Andai saja dia tidak menyinggung pria gila itu, mungkin mereka tidak akan menjadi korban.
"May, urus mereka. Bawa mereka ke rumah sakit," perintah Adeline kepada Maya.
"Baik, Nona. Mari kembali ke kamar dulu," ajak Maya yang merasa kasihan pada bosnya, diapun juga pernah merasakan ada di posisi perempuan itu.
Saat sampai di kamar, Maya membantu Adeline untuk merebahkan dirinya di ranjang. Dering ponsel miliknya yang berada di atas nakas mengalihkan perhatian Adeline, dengan segera perempuan itu mengambil ponsel miliknya yang terletak di nakas samping ranjang.
"Hallo, ada apa, Ella?"
"Kak, kantor ayah kebakaran!"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
NaNim24
aku mampir baca cerita ini.
Suka m jalan ceritanya 😊🥰
2023-07-13
1
fifid dwi ariani
trus semangat
2023-01-21
0