Teman-teman, lagu Janji leluhur sangat terkenal di kota Fak-fak. Bisa di dengar di youtube cari saja
atau tulis di pencarian lagu kota Fak-fak janji leluhur. Syairnya seperti di bawah ini.
Ini teluk kami laut kami
Kami lahir untuk negeri ini
Ini gunung kami tanjung kami
bukan pilihan tapi karna takdir.
Dibangun atas falsafah satu tungku tiga batu. Negeri ini akan selalu menghiburmu.
Ini negeri kami ya Tuhan, biarkanlah kami tetap berjalan
Bersama janjimu leluhur sampai napas ini berakhir.
Idu idu Manina
Kami selalu hidup dengan tenang
Idu idu Manina
Kami selalu hidup dengan damai
Dua sejoli sedang bercengkrama di sebuah tempat minum. Sesekali keduanya tertawa, Saling tersenyum dan saling menggenggam. Entah apa yang sedang dipercakapkan. Kelihatannya mesra sekali. Mangara dan Clara. Minggu lalu mereka jadian. Sekarang sedang merayakan kebahagian mereka.
Mangara sudah move on dari cinta kekasihnya di Jakarta. Luar biasa sekali gadis yang bersamanya. Pasti ada sesuatu yang istimewa pada gadis itu sehingga Mangara mampu berpaling.
"Minum Beb."
Mangara membawa gelas minumannya ke bibir Clara. Gadis itu tersipu-sipu dan menyentuh tangan Mangara lalu menghirupnya. Saat itu tiba-tiba masuk seorang pria yang sangat marah melihat adengan mesra di cafe tersebut.
"Bagus Clara! cepat banget kamu dapetin cowo lain! plok! plok! plok."
Tiba tiba suasana berubah. Dua orang laki laki mengganggu Clara.
"Dasar gadis kegatelan, belum seminggu putus udah berhasil menggaet yang lain."
Mangara menegakkan tubuhnya, ia melihat laki-laki yang tengah kecewa dan tersakiti.
"Oh, itu mantan kamu Clara? Kasihan ya lihat dia agaknya menyesali keputusannya. Sudah terlambat! bukan begitu Beb?"
Clara mendengus kesal ia hanya melirik sinis pada pria kusut yang berdiri di depannya.
"Siapa yang mau kembali ha ha ha, seluruh tubuh Clara sudah Gua cicipi, sampai bosan. Sial banget Lu pendatang cuman dapat sisa-sisa doang ha ha ha."
Merah kuping Mangara mendengarnya, ia berdiri.
Buk! buk! buk!
Bogem Mangara mendarat telak di wajah laki-laki itu. Membuatnya terdorong ke belakang dan rambutnya tergerai di udara sebab kencangnya pukulan Mangara.
laki-laki yang bersama mantan Clara itu tak tinggal diam. Ia menyerang Mangara.
"Dasar kau pendatang."
Pukulan beruntun bersarang di tubuh Mangara, tak sempat dielakkan. Karena begitu tiba tiba. Mangara jatuh tersungkur. Ia berusaha bangun. Clara menjerit jerit meminta agar mereka berhenti. Pengunjung cafe terpaku dan terbengong oleh kejadian yang begitu cepat.
Tiba tiba si mantan mengambil sebuah kursi dan akan memukulkan ke tubuh Mangara. Tapi sebelum benda keras itu mengenai tubuh Mangara sebuah tinju menghentikannya. Orang tersebut mengerang kesakitan, ia membesarkan matanya melihat siapa yang telah memukulnya. Kedua orang itu lantas tergopoh-gopoh meninggalkan cafe.
Mangara menghapus darah di bibirnya yang pecah. Ia menatap pria penolongnya, sedikit terbengon dan mengercitkan dahi. Ia seperti pernah melihat laki-laki itu.
"Te-terima kasih."
Gumam Mangara sembari menghapus darah di bibirnya.
"Apakah parah? aku antar ke rumah sakit."
"Tidak perlu, hanya bibir pecah sedikit, nanti juga sembuh."
Suasana menegangkan. Beberapa orang buru buru membayar dan pergi. Pemilik kafe terlihat kesal tapi tak bisa berbuat apa apa.
"Hitung saja pak, biar saya ganti semua.!"
Mangara berdesis menahan sakit, Clara menghapus luka luka di wajah.
"Keterlaluan! aku tak akan memaafkannya."
"Siapa itu Clara? apa dia pacarmu?"
"Hanya teman yang dekat."
"Serius?"
"Iya, tapi kenapa dia sangat cemburu dan berkata yang tidak-tidak!"
"Jangan dengarkan, dia pemabuk!"
Mangara menjauhkan dirinya dari perempuan cantik itu, perkataan lelaki itu tergiang-giang, seluruh tubuh Clara sudah dicicipinya hingga bosan. Mangara hanya bekas lelaki itu. Hati Mangara mendidih.
Pemilik cafe memberikan selembar Nota. Ia melihat jumlahnya yang lumayan besar.
"Memangnya apa saja yang rusak, kenapa besar sekali?"
Mangara melihat angka sepuluh juta tertulis di nota.
"Kerugian kami bukan saja kerusakan aset cafe bos, tetapi juga pelanggan yang membatalkan kunjungannya akibat keributan yang terjadi."
"Hah! kalian ini mengambil kesempatan dalam kesempitan, tunggu sebentar."
Mangara menelpon seseorang.
"Do, tolong ke Plaza kota Eksotik help, bawa kartu kredit abang yang di dalam dompet di atas meja."
Mardo mengercitkan dahi. Abangnya tak pernah seperti ini. Pasti keadaannya gawat. Ia buru buru menganti bajunya dan menyambar tasnya. Menghentikan taxi menuju alamat yang diberikan oleh Mangara. Tak lama ia telah berdiri di ambang cafe tempat Mangara. Gadis remaja itu kaget melihat wajah abangnya yang bengkak dan lebam-lebam.
"Ya ampun Bang! wajahmu kenapa? babak belur begitu."
"Nggak apa apa, tadi ada accident sedikit."
"Do, tolong bayarkan."
Mardo menerima nota dari abangnya untuk membayar makan minum dan kerugian akibat baku hantam tadi.
Tetapi Mardo terbengong ketika pemilik cafe bilang sudah di bayar seseorang.
"Bang, katanya sudah ada yang membayar."
"loh? masa sih?"
Mangara, Clara dan juga Mardo keheranan.
"Siapa mas yang sudah membayar."
Mulanya pemilik cafe ragu ragu tetapi ia menunjuk juga meja di ujung."
"Oh ya Allah, dia kan tadi yang menolongku saat bangku itu akan dihantamkan padaku."
Mangara bergegas mendekati meja yang ditunjuk oleh pemilik cafe. Mardo mengikuti sosok abangnya. Mardo sedikit terkejut melihat sosok itu.
"Bro, aku mengucapkan terima kasih tadi sudah menolongku. Tapi biarkan aku yang membayar kerusakkan dan kerugian cafenya."
"Santai saja, i-ini cafe keluargaku."
Oh, Manggara terdiam. Ia kemudian menyalami pria muda sekali lagi mengucapkan terima kasih. Mereka saling mengulurkan tangan.
"Raka Bramantyo."
"Mangara Wijaya Kusomo,"
Mereka saling tersenyum dan menggenggam tangan.
"Aku belikan minumaan lagi bagaimana? sebagai tanda perkenalan?"
"Oh, jangan merepotkan."
Mangara menolehi Mardo dan Clara.
"Ajak mereka biar ramai, kenalkan Denny dan Sammy temanku."
Mangara kembali bersalaman dengan dua sahabat Raka. Ia menolehi Mardo yang menolak dengan gelengan kepalanya. Gadis itu tak bergeming. Ia malas berdekatan dengan Raka. Saat Raka menghampiri adiknya dan mengajak bergabung, pria itu mengedipkan matanya pada Mardo.
"Do, Mardo kenalkan nih yang tadi membantu abang."
"A-aku sudah kenal dengannya Bang."
"He he he, hampir semua gadis-gadis kota ini mengenalku."
Raka menaik-naikkan kerah bajunya bersikap sombong yang melucu.
"Aku pemain gitar dan penyanyi di kota eksotik."
"Oh, yang menyanyi di gedung pertemuan, pantas aku seperti pernah kenal, ya ampun."
"Mardo, beruntung sekali, kenalan langsung kan beda dengan mengenal lewat media."
Terpaksa Mardo mengulurkan tangannya yang langsung digenggam erat oleh Raka. Betapa halus dan lembut tangan tersebut, tak mau melepasnya. Mardo cemberut menarik tangannya.
"Bang ayo kita pulang, lukamu harus dibersihkan."
Mardo buru buru mengajak Mangara pulang, ia menarik lengan Manggara.
"Hei, tunggu aku sudah memesan minuman dan makanan,"
"Iya dek, kita tak boleh mengabaikannya, ia sudah menolong abang."
Terpaksa Mardo duduk di dekat Mangara."
"Maaf adikku sedikit jutek, hanya sesekali, biasanya dia adik yang ceria."
Raka, Deni dan Sammy berkesempatan menatap gadis itu yang membisu.
"Ka-kalau tak salah, kita pernah..."
"Bang, aku ada janji dengan temanku, kurasa aku harus pergi."
Mardo tiba tiba berdiri dan melepaskan tangannya dari cekalan Mangara.
Mangara menelan ludahnya, "Bro maaf, lain kali kita bisa minum. Aku harus pulang bersama adikku."
Tak menunggu jawaban Mangara melesat menyusul adiknya.
"Benci-benci nanti juga cinta he he he, lihat saja nanti. Aku pasti bisa menangkapnya."
"Burung kali."
Celutuk Denny.
"Clara, sekarang menjadi gadis cantik ya. Dulu dia tak secantik itu."
Rupanya mereka masih terkesan dengan Clara yang cantik, dan mengomentarinya.
"Pantas dia diperebutkan."
"Clara lebih memilih Mangara, abangnya Mardo."
"Belum tentu, mereka hanya berteman."
"Mangara sudah punya kekasih tentunya di Jakarta."
"Kenapa kalian ini mengurusi orang lain, bagaimana dengan kalian? bisa tidak mencari pacar secantik Clara? bisa tidak?"
Raka menghardik teman temannya.
"Itu sih soal gampang yang penting utamakan prioritas utama dulu."
"Alah!"
Hampir bersamaan Raka dan Sammy bergumam.
"Memangnya kalian tidak? oh no, aku tak percaya."
"Aku hanya tidak ingin cepat menikah dan mendapat masalah."
Raka dan Sammy memasang kuping.
"Mengapa kalian diam? memangnya ayah dan ibu kalian tidak pernah bertengkar? aku hanya ingin memperpendek masa masa itu dengan menjauhi pacaran. Nanti jika usiaku sudah cukup matang, barulah aku menikah."
"Cukup matang? umur empat puluha maksudmu?"
"Begitulah, " sahut Denniy santai.
"Kita lihat saja nanti siapa yang lebih dulu menikah."
Mereka setuju, namun keadaan tetap ribut karena mereka berpindah membicarakan tema yang lain.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
dih Kak diksiny bgus
2022-03-02
1
Yukity
hadir dengan ninggal jejak kak...
salam dari GASIS TIGA KARAKTER
2021-08-29
0
Yeni Eka
Semangat
2021-07-22
0