Gerimis pagi ini masih menyapa bumi yang sudah basah sejak malam. Karin bangun dengan tubuh terasa ringan. Kondisinya sudah lebih baik dan dokter sudah memperbolehkan pulang hari ini.
Sofa nampak kosong itu yang pertama kali Karin lihat saat membuka mata. Semalam Rama tidur di sofa tapi pagi ini bahkan tas ranselnya pun tidak nampak.
Suara pintu di geser terdengar, cahaya masuk melalui celah pintu. Bu Maryam datang membawa sekotak nasi dan sebotol air mineral.
"Mami baru datang?" tanya Karin melihat maminya tampil lebih segar.
"Iya sama bang Ardi" jawab mami
"Mana orangnya?"tanya Karin.
"Lagi nemuin petugas, sebentar juga kesini, dokter yang merawat kamu sudah memberikan izin untuk pulang hari ini, makanya mami ngajak Abang kamu"jelas mami.
"Oh bang Arka nggak ikut?" tanya Karin menatap ibunya yang nampak membereskan keperluannya selama di rumah sakit.
"Nggak, hari ini dia harus datang ke pengadilan untuk ambil surat cerai nya." jawab mami dengan raut wajah sedih.
"Mami sedih ya? Udahlah nggak usah di ingat, suatu saat yang bakalan dapat karma juga dia, lagian bang Arka juga nggak kere-kere amat, punya rumah makan usaha sendiri itu jauh lebih baik mi daripada kerja kantoran tapi bukan milik sendiri." tukas Karin menenangkan maminya.
"Ya sudah cepat siap-siap sebentar lagi kita pulang, tadi Rama sudah pesan ke mami kalau kamu pulang kerumahnya untuk sementara karena nanti malam ke tujuh harinya almarhumah ibunya Naira" kata mami
"Kenapa harus kesana? Aku nggak nyaman mi, ketemu banyak orang."tolak Karin
",Tiap hari kan kamu ketemu banyak orang Rin, kenapa sekarang malah malu ketemu tetangga Rama? Aneh kamu tuh" cibir mami kesal.
"Ya kan beda aja aura nya mi" elak Karin.
"Nurut sama suami Rin, mulai hari ini juga mami tidur disana sampai besok selesai beberes baru kita pulang ke rumah." kata mami tak terbantahkan.
"Okelah, tapi nggak punya baju mi, gimana sih" protes Karin
"Ini di koper bukan baju?" tanya mami menunjuk koper berisi baju-baju milik nya.
"Hiiss au ah.. Mending mandi" ucap Karin kesal menyambar handuk dan peralatan mandi di atas nakas.
"Untung aja ruangan VIP Rin bukan ekonomi" sahut mami melihat sikap anak bungsunya yang super manja.
"Bodo amat" teriak Karin dari dalam kamar mandi. Bu Maryam hanya terkikik geli mendengar balasan dari Karin. Anak itu memang seperti itu jika tidak menginginkan atau menyukai sesuatu terlebih jika di paksa.
Sementara itu di kampus sudah enam hari ketidakhadiran Karin di kelas telah terjadi desas-desus tak mengenakan perihal Karin dan Rama.
Rama yang notabene dosen muda yang banyak di gandrungi mahasiswi perempuan dari segala tingkatan, banyak yang patah hati karena mendengar gosip salah satu akun di grup kampus jika pak Rama sudah berstatus suami salah satu mahasiswi nya di kampus.
Tentu saja hal itu membuat heboh dosen-dosen muda lainnya yang juga mengincar Rama sejak lama. Terlebih Rama memang di kenal pria idaman di kalangan para dosen perempuan meskipun penampilan terkesan jadul dan biasa saja.
"Ram, naik rating Lo sekarang ya hahaha" seloroh salah satu teman seprofesi nya di kampus pagi ini.
"Gue bukan artis Gam, enak aja ntar pamor Lo turun" balas Rama tersenyum lebar
"Gue nggak mentingin pamor, bodo amat lah, gue heran aja baru berapa hari Lo absen nggak masuk ngajar malah mendadak viral hahah" tawa Agam
"Ck, bodo amat, biarkan saja mereka yang mau memviralkan, toh bukan gue yang minta Gam" kata Rama
"Lo beneran nikah sama Karin?" tanya Agam penasaran
"Menurut Lo gue bohong? Untuk apa? Nggak ada untungnya kan?" tanya balik Rama.
"Fix, patah hati beneran nih mahasiswi Lo, belom lagi dosen-dosen cantik yang naksirin Lo dari awal hahaha"canda Agam
"Lebih cantik istri gue, seperti yang Lo bilang dia itu bukan cuma cerdas tapi cantik paripurna, jago beladiri lagi" ucap Rama memuji Karin di hadapan Agam.
"Hahahaha, awalnya gue yang naksir dia malah Lo yang nikung duluan, makanya gue curhat ke Lo" kata Agam. Rama ikut tertawa mendengar cerita Agam beberapa bulan lalu.
Rama dan Agam memang lahir dan besar di tempat yang sama, bahkan sejak kecil mereka selalu bersama mulai dari TK hingga lulus sarjana dan melanjutkan jenjang Pascasarjana pun bersama. tapi soal nasib dan jodoh berbeda, meski di awal Agam sedikit terkesima dengan salah satu anak mahasiswi baru yang di temui nya di depan gedung rektorat beberapa bulan lalu, tapi nasib baik justru berbalik pada Rama yang mendapatkan gadis itu terlebih dahulu.
Di kantor saat mereka berdua, tata bahasa mereka pun bukan lagi saya atau kamu, tetapi sudah bahasa gaul mereka sehari-hari. kecuali jika mereka sedang bersama dosen lain atau berhadapan dengan mahasiswa, tentunya pamor mereka lebih penting di banding persahabatan mereka di luar waktu kampus.
"Jadi pak Rama beneran sudah nikah?" tanya salah satu dosen yang baru saja masuk ke ruangan.
"Iya Bu Nuri, tanya aja orangnya" sahut Agam
"Wah selamat ya pak, kok nggak ada undangan?" tanya wanita berusia sekitar tiga puluhan itu.
"Takut istrinya di lirik orang lain Bu, makanya nggak pakai resepsi haha" sahut Agam.
"Makasih Bu Nuri, untuk saat ini istri dan saya belum mau mengadakan resepsi, karena kesibukan kami masing-masing, tapi insha Allah itu sudah masuk ke dalam agenda kami kok, entah kapan terlaksana, yang penting doakan saja Bu" ucap Rama ramah pada wanita beranak dua itu.
"Amiiin semoga jadi keluarga sakinah mawadah warahmah, kasihan yang patah hati gara-gara dengar pak Rama nikah" sahut Bu Nuri.
"Ibu juga tahu?" tanya pak Agam
"Hahaha saya gitu loh, apa yang tidak saya tahu soal pak Rama sampai ada hastag pria idaman kampus, hahah naik pamor sekarang pak Rama" kata Bu Nuri. Mereka bertiga tertawa tanpa menyadari ada salah satu dosen yang mendengar di balik pintu dan berbalik arah saat mendengar tiga orang di dalam ruangan tengah tertawa.
"Bu Nuri bisa saja, justru saya ini di cap jadul loh sama orang lain, penampilan saya biasa saja malah di katain kayak bapak-bapak tua" Seloroh Rama membuat pak Agam dan Bu Nuri tertawa.
"Eh sudah, nanti ada yang sakit hati, jangan di bahas lagi soal pak Rama, lebih baik kita bahas materi ajar untuk semester ini sudah mencapai target apa belum" sahut Agam yang melirik ke arah pintu yang terbuka sedikit.
"Betul sekali"
***
"Dan, mif, san, sekarang aku nanya siapa salah satu diantara kalian yang nyebarin fitnah kalau Karin hamil duluan sama pak Rama, jawab aku sekarang" tanya Abdul tegas di depan ketiga sahabatnya.
Baik Dani, Miftah dan Santi hanya diam. Dani dan Miftah sama-sama melirik Santi yang nampak menunduk takut untuk menatap Abdul yang menjadi hakim mereka bertiga hari ini.
"Jawab" ucap Abdul sekali lagi dengan nada tinggi membuat Santi langsung berjengit dan menatap horor ke arah Abdul dan dua temannya yang lain.
"Ingat saya punya bukti akurat pernikahan mereka jadi kalau sampai berita itu menjadi konsumsi publik dan sudah melenceng kemana-mana, siap-siap saya jebloskan kalian ke penjara" ancam Abdul.
"Bukan gue" jawab Dani dan Miftah bersamaan
"Tapi dia noh...yang duluan nyuit di grup, gue udah bilang jangan macem-macem sebelum Karin sendiri yang cerita tapi dia ngeyel nggak mau denger" jelas Miftah membela diri menunjuk Santi yang terdiam dengan tangan terkepal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments