"Baru pulang?" tanya bang Ardi bukain pintu rumah
"Mau nya Abang saya pulang jam berapa? Ini juga masih jam 2 siang, masa sih bilang baru pulang? Kalau aku pulang jam 2 malam baru pantas Abang nanya gitu" jawab gue kesel sambil banting pintu rumah
"Astaghfirullah, Rin, bisa nggak sehariiiiii aja kamu nggak marah-marah terus?" sentak bang Arka yang kaget karena suara pintu gue banting.
"Nggak usah ngurusin gue, urusin tuh istri sok cantik Lo yang jual badan kemana-mana" ucap gue sarkas
"Karin" teriak bang Arka keras. Bodo amat gue tetap jalan ke kamar. Samar-samar gue denger bang Ardi seperti nenangin adiknya.
"Udah, kita juga yang salah, dia begitu karena tertekan dengan pernikahan yang nggak dia inginkan" ucapan bang Ardi masih bisa gue denger dari atas.
Hari ini benar-benar bikin mood gue ancur total. makin hari gue makin benci sama itu bapak-bapak, gara-gara ketemu dia dan sampai nikah hidup gue rasanya berantakan banget.
Benar-benar ke makan sumpahnya si Nurul gue. Doa orang alim rupanya lebih mujarab di banding doa orang terdzalimi.
Karena udah nggak mood mau keluar kamar alhasil gue milih tidur aja Sampai sore.
"Rin, bangun nak, udah masuk maghrib" suara mami samar-samar di telinga gue.
"Masih ngantuk mi, capek banyak tugas" ucap gue lirih
"Bangun dulu, mandi sholat trus makan, nanti tidur lagi, nggak baik perempuan tidur maghrib" ucap mami lembut mengusap kepala gue.
Ini yang bikin gue nggak bisa marah sama mami meskipun kondisi mood gue lagi berantakan. Mami selalu ngerti gimana kondisi psikologis gue kalau lagi badmood.
"Mi, aku tadi lihat mbak Sintya di mall sama laki-laki gandengan mesra" ucap gue sambil benerin muka bantal yang udah berhasil bikin pulau se-Indonesia.
Gue lihat sekilas kalau mami sepertinya juga terkejut sama omongan gue tapi langsung berubah mode.
"Nggak usah campurin urusan rumah tangga kakak mu, biar itu jadi urusan dia dan istrinya. selama kakak mu nggak cerita apapun persoalan rumah tangga nya ke kita, lebih baik kita diam" ucap mami tenang meskipun nggak bisa di bohongi kalau sorot mata mami juga memancarkan kesedihan.
"Ya udah, Karin cuma sekedar ngasih info aja, soalnya ini udah yang ketiga kalinya Karin lihat mi, cuma Karin nggak berani ngomong sama mami apalagi sama Bang Arka., mbak Uti juga kayaknya tahu soal ini tapi diem" ucap gue
"Iya, mami juga pernah nggak sengaja ketemu pas nganter pesenan pelanggan, tapi mami lebih milih diam selama kakak mu nggak cerita apapun ke mami" ucap mami bikin gue shock.
"Mami tahu?" tanya gue terkejut.
"Iya, mami tahu sudah lebih dari sekali dua kali Rin, mami kasihan lihat kakak mu, tapi mami nggak bisa berbuat apa-apa, mami nggak mau di cap buruk sama besan karena mencampuri urusan rumah tangga anaknya." ucap mami akhirnya terisak di depan gue.
Gue cuma bisa menghela nafas berat berkali-kali, ternyata bukan cuma gue, mba Uti, bahkan mami sudah lebih sering.
Gue langsung meluk mami. Nggak nyangka di balik diam nya mami menyimpan rahasia besar urusan rumah tangga anaknya. Gue jadi adiknya aja udah ngerasa sakit hati banget kakak gue di jadikan alat buat nutupin aibnya, apalagi mami yang udah ngelahirin dan ngerawat bang Arka dari dalam perut sampai setua ini.
Tok tok tok
"Rin, ada mami di dalam? Ada tamunya di bawah" panggil mbak Uti.
"Iya... Bentar mami masih mijitin gue" teriak gue.
"Jangan lama-lama" ucap mbak Uti dan gue denger langkahnya nurunin tangga.
"Mi udah ya, ada tamu" ucap gue sambil ngusap air mata mami.
"Cepat turun, siapa tahu nanti suami kamu pulang, siapin makanannya" ucap mami
"Iya" ucap gue duduk malas di sisi ranjang. Mami udah keluar jadi lebih baik gue mandi trus sholat.
Nanti malam gue telpon si Nurul buat nanyain soal doanya ke gue waktu itu.
Baru aja gue melangkah masuk ke kamar mandi, teriakan bang Arka bikin gue langsung melonjak kaget.
Auto langsung turun buat lihat apa yang tengah terjadi.
Astaghfirullah, pemandangan menjijikkan apalagi yang gue lihat. Bapak mertua bang Arka kayak orang kesetanan gebukin anak perempuan satu-satunya di depan bang Arka dan mami, ada bang Ardi dan mbak Aisyah.
Sedang kan mertua perempuan bang Arka cuma diam dan duduk di sofa sambil nangis, dan satu laki-laki nggak gue kenal juga duduk dengan wajah menunduk dan dua tangannya menangkup wajahnya.
Dan satu lagi, si bapak itu ada berdiri di depan pintu rumah dengan tatapan aneh juga kaget. Gue nggak berani turun lagi, cukup di tengah anak tangga aja gue lihat pemandangan ini.
"Papa menyesal mendidik kamu selama ini" hardiknya pada anak perempuannya.
"Arka dengan sangat menyesal saya minta kamu talak anak kurang ajar ini di depan kami, sebagai orang tua saya benar-benar merasa tidak punya muka di depan mu dan keluarga kamu karena ulah tak bermoral putri saya, saya minta maaf Bu Maryam sudah mencoreng nama baik keluarga ibu karena ulah anak saya" ucap bapak mertua bang Arka sambil bersujud di kaki mami dan bang Arka. Tangisannya sangat menyedihkan. Benar-benar menyayat hati.
Si bapak muda itu entah kenapa tiba-tiba menghampiri mertua bang Arka dan menyentuh pundaknya.
"Pak Rama?" ucap beliau serak saat tangan si bapak alias suami gue, (eeeeh suami?) nyentuh pundak nya
Si bapak muda itu tersenyum ramah pada pak Rudi mertua bang Arka.
"Mari duduk pak, kita bicarakan ini baik-baik, saya menantu di keluarga ini, kita cari penyelesaian secara kekeluargaan" ucap si bapak itu menuntun pak Rudi duduk di sofa dekat dengan Bu Rina istrinya.
Mami dan bang Arka mengikuti langkah si bapak duduk di salah satu sofa yang lain bersisian. Mami di apit oleh bang Arka dan si bapak itu.
Sedangkan mbak Uti, Bang Ardi dan mbak Aisyah lebih memilih masuk ke kembali ke dapur.
Gue cuma bisa duduk di tangga sambil berlalu perhatikan apa yang akan mereka lakukan terutama si bapak muda itu.
"Maaf pak Rudi, bisa di ceritakan duduk permasalahannya di depan kami?" tanya si bapak muda itu.
Angan gue tiba-tiba melayang ke pertemuan pertama gue sama si bapak muda itu waktu salah paham saat nunggu antrian di pintu keluar pasar sentral sampai dia nolongin gue perbaiki motor gue yang nabrak kucing dan berakhir nabrak ibu-ibu yang bawa kresek aneka warna.
Dari kejadian awal sampai akhir nya di tuduh sama preman gila dan berakhir menikah, gue baru kali ini lihat sosok si bapak itu kok bisa kenal sama orang sekaya dan seterkenal pak Rudi? Konglomerat terkaya di negeri ini dengan satu orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan kesayangannya.
Saking sibuk berangan-angan gue sampai lupa sama tujuan gue mau dengerin diskusi mereka. Sampai akhirnya gue tersadar saat bang Arka mengucap talak.
Mami menangis di pelukan bang Arka, setelah kakak bungsu gue itu selesai mengucapkan talak di depan mertuanya.
Bu Rina tampaknya sangat terpukul dan berakhir pingsan. Sedangkan laki-laki tak di kenal itu entah di giring kemana sama seseorang yang baru aja masuk ke dalam rumah dan membawanya keluar di ikuti si bapak muda itu.
Apa hubungannya si bapak muda itu sama keluarga pak Rudi juga orang-orang berseragam hitam pake kacamata hitam berbadan kekar.
Siapa dia sebenarnya???
kok gue penasaran???
Au aahhh......bodo amat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
juliya
yah yah jangan marah marah dong nanti cepet jadi nenek nenek
2023-03-04
0