Hari ini Karina sudah siuman selama dua puluh empat jam ia tidak sadarkan diri. Bu Maryam menyuapi sang anak yang langsung meminta makan saat sudah sadar.
Meski kondisinya masih belum pulih, Karin masih memaksa untuk berjalan sendiri ke kamar mandi jika hendak buang hajat.
"Mi, duo Ar nggak kesini?" tanya Karin
"Masih di rumah, mungkin nanti kesini bawain kamu makanan, kalau Rama pulang habis subuh tadi karena ada jam mata kuliah pagi" jawab Bu Maryam
"Aku nggak nanyain dia deh mi, jawabnya Napa panjang lebar?" tanya Karin sedikit kesal.
"Kamu ini gimana sih Rin? Nggak ingat punya suami? Apa pingsan dua puluh empat jam bikin kamu hilang ingatan?" kesal Bu Maryam memukul tangan dan kepala sang anak dengan sendok berkali-kali.
"Mi, maaf iya... Tapi jangan pakai kekerasan dong marahnya mi, aku masih sakit juga.." kata Karin mencoba menghindari pukulan bu Maryam.
"Makanya jangan belagu" omel Bu Maryam meninggalkan Karin.
"Mami mau kemana?" tanya Karin melihat mami nya membuka pintu ruangan
"Ke toilet, kalau butuh apa-apa kamu tahu kan harus ngapain, udah besar kok" jawab Bu Maryam berlalu.
Karin kesal tapi begitulah mami nya yang kadang bersikap keras dan sedikit bar-bar.
Karin memilih rebahan sembari memandangi langit-langit kamar. Angannya berkelana pada satu nama yang ia ingat dalam mimpinya tadi tapi saat tersadar ia benar-benar lupa.
Nama seseorang di masa lalu yang sangat dekat dengannya. Bahkan bayangan kebersamaan mereka masih putus nyambung di ingatannya.
"Ck, kenapa sakit Mulu kepala gue" batinnya saat kepingan ingatannya mulai kembali
Tak lama pintu terbuka dan terlihat seorang pria dengan tampilan kasual tidak seperti biasanya masuk dengan mengucapkan salam.
"Assalamualaikum" ucap Rama membuka pintu.
Karin menoleh, menatap sejenak pada pria yang sudah resmi menjadi suaminya hampir satu bulan ini.
"Waalaikumsalam" jawab Karin cuek.
"Ini kue kesukaan kamu, tadi aku mampir sebentar di pendopo cake and bakery beli ini" ucap Rama tersenyum
"Makasih" ucap Karin membalas senyuman.
Rama duduk di kursi dekat nakas, menyimpan tas kerja nya di atas lantai lalu menatap Karin sejenak.
"Sudah makan?" tanya Rama
"Sudah, bapak mau makan? Tunggu mami aja ya" jawab Karin.
Rama menggeleng dan tersenyum, lalu berucap, "Saya sudah makan, kepala kamu pusing?" tanya Rama melihat Karin mengusap kepalanya
"Iya, sakit terus" jawab Karin seraya mengusap sebelah kepalanya.
Rama menggeser letak duduknya dan mengayun satu tangannya mengusap kepala sang istri perlahan.
Karin yang mendapat perlakuan tak biasa langsung kaget dan menatap wajah Rama yang hanya berjarak beberapa senti saja dengan-nya.
Kedua sorot mata mereka beradu, Rama memandang wajah cantik Karin yang tersembunyi di balik rambut lebatnya yang terurai.
"Bap....bapak ngapain pegang-pegang kepala saya?" sentak Karin karena salah tingkah dengan perlakuan lembut yang tiba-tiba dari Rama.
Rama yang mendapat sentakan dari Karin langsung tersadar dan melepaskan tangannya dari rambut sang istri.
"M..maa..maaf Rin, maaf" ucap Rama merasa bersalah, mengubah posisi kursi yang ia duduki dan mengambil satu botol air mineral yang ada di tasnya.
Karin berbalik wajah ke arah dinding ruangan seraya memegang dadanya yang berdebar-debar tak karuan.
"Seumur-umur baru kali ini ada laki-laki yang berani megang rambut gue selain papi dan duo Ar." batin Karin mencoba mengatur nafasnya.
Suasana ruangan berubah hening seolah tak ada tanda-tanda kehidupan. Karin memilih rebahan dan merubah posisinya menghadap dinding saking tak mau menghadapi Rama karena insiden beberapa menit yang lalu.
Rama pun lebih memilih mengambil sebuah buku dari dalam tasnya, meski tak berniat membacanya. Rasa gugup masih saja menggelayuti jantungnya. selama hampir sebulan ini ia dan Karin memang tak pernah saling berinteraksi satu sama lain kecuali urusan perkuliahan antara dosen dan mahasiswi.
Tapi insiden baru saja membuat dunianya seolah berada di awang-awang yang tak dapat di jabarkan dengan apapun.
Pada akhirnya keduanya sibuk dengan dunia masing-masing hingga tak menyadari ada pembesuk yang sekaligus terkejut melihat mereka berdua dalam satu ruangan.
"Silakan masuk mbak, mas-mas, temannya Karin semua ya?" tanya Bu Maryam membuat pintu ruangan agar orang yang hendak menemui Karin bisa masuk.
Karin yang tertidur karena lelah meredakan detak jantungnya sejak tadi tidak menyadari ada keempat sahabatnya di kampus datang menjenguk.
Rama yang tak sempat bersiap pergi akhirnya pasrah saat Dani menodongkan kalimat keramat padanya.
"Bapak kenapa disini?pantes tadi kelasnya cepat pulang sebelum waktunya habis, bapak ngapain kesini? berdua lagi sama Karin" tuduh Dani melotot menatap Rama yang gelagapan.
",Haduh, pak Rama? bapak mau nyulik Karin atau mau ngapain Karin? kenapa disini? Bukannya bapak juga ada jam di kelas lain?" tuduh Miftah ikut-ikutan.
"Sa...saya .....saya" ucap Rama gugup.
"Dia menantu saya mas-mas, pak Rama yang kalian kenal dosen ini suaminya Karin, menantu saya" jawab Bu Maryam yang mengerti kegugupan menantu nya.
Bu Maryam juga sedikit kaget karena tuduhan kedua teman anaknya, meskipun dua lainnya hanya memicingkan mata saat melihat Rama tengah duduk membaca buku di samping brankar Karin. Bu Maryam pikir ada sesuatu yang memang mereka sembunyikan dari semua orang kecuali keluarga. biarlah itu jadi urusan Karin dan Rama yang penting ia sudah menjelaskan status mereka saat ini.
"Apa?" jawab mereka berempat membuat Karin akhirnya mengerjap karena merasa terganggu dengan suara ramai didekat nya.
"Sst...Karin barusan tidur" tegur Rama mengatupkan satu jari ke bibir nya.
"Ehem...Hem" Bu Maryam berdehem melirik Karin yang tengah mengucek mata dan berbalik badan.
"Mi, ribut amat sih" kata Karin masih dengan tangan mengucek matanya.
Rama mencolek lengannya. Karin menoleh dan hampir menyemprot Rama jika ia tak melihat mami dan keempat sahabatnya berdiri di sisi brankar dengan mata memicing.
"Hehehehe. .. Ada tamu ya, sejak kapan kalian di sini?" tanya Karin merasa malu sekaligus bingung.
"Baru aja mereka datang Rin, tadi mami ketemu mereka di depan pas pulang beli air mineral" jawab mami
"Ooh.. Hehehe maaf ya gue bolos kuliah lagi" ucapnya pada keempat sahabatnya yang masih memakai mode diam.
Bu Maryam yang menyadari atmosfer di dalam ruangan sedikit panas akhirnya memilih keluar dan memberi mereka ruang untuk saling menjelaskan apa yang perlu mereka jelaskan berenam.
Karin dan Rama saling diam dan menunduk setelah Bu Maryam pergi.
"Malang nian nasib gue" batin Karin.
"Ehm, silahkan duduk dan ngobrol saya keluar dulu" ucap Rama pada akhirnya.
Namun langkahnya terhenti karena tangan Karin lebih cepat di banding gerakannya.
"Mau kemana mas? Beliin cemilan sekalian ya?" ucapnya menunjukkan sikap semanis mungkin di depan Rama dan keempat sahabatnya yang sejak tadi menatapnya sinis.
"Iya, ini juga mau keluar, sekalian mas mau ke mushola dulu udah masuk waktu dhuhur" balas Rama mengusap tangan Karin yang memegang lengannya.
"Hati-hati"kata karin
"Iya" balas Rama tersenyum dan langsung mengusap lembut rambut Karin yang nampak kusut.
Rama keluar dengan perasaan lega karena berhasil menghindari pertanyaan dakwaan dari keempat mahasiswa nya. Tapi beruntung Karin bisa di ajak kompromi.
"Kalian dari tadi?" tanyanya pada keempat nya.
Hanya Abdul yang mendongak dan tersenyum, sedangkan tiga lainnya memilih diam dan sibuk dengan ponselnya masing-masing.
"Baru aja mbak Karin, kita rencana kemarin mau kesini tapi karena jam kuliah sampai sore jadi sempatnya baru sekarang" jawab Abdul menyenggol lengan miftah yang duduk di sampingnya.
"Oh makasih ya, tau darimana aku sakit?" tanya Karin
"Dari surat dokter yang dikirim ke kampus, Dani dapat surat dari Bu prodi, katanya mbak Karin sempat koma karena jatuh kecelakaan" jelas Abdul.
"Oh, Bu prodi,"
Selama hampir setengah jam obrolan itu hanya di dominasi oleh Abdul dan Karin saja. Ketiga teman lainnya hanya memilih diam dengan raut wajah tak dapat di tebak.
Karin tahu ada sesuatu yang mereka ingin ia menjelaskan. tapi tak mungkin juga dengan kondisi nya yang masih seperti ini. belum lagi sejak tadi hanya Abdul saja yang peduli dan mau di ajak berbicara, bahkan tak menyinggung apapun yang ia lihat tadi saat ada Rama di antara mereka.
Karin mengangumi sikap dewasa Abdul yang tak mau mencampuri urusan orang lain. Karin benar-benar di buat salut dengan sikap Abdul yang notabene anak pesantren yang lebih mengedepankan adab dan akhlak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments