Fuji membuka mobile banking di ponselnya. Walaupun tubuhnya sedang tidak cukup sehat, tapi wajahnya tersenyum cerah saat melihat jika sang kakak mentransfer uang dalam jumlah yang cukup lumayan.
"Coba aku lagi gak sakit, pasti aku bisa party sama temen-temen," Fuji sesekali menyentuh perutnya yang terasa amat sakit. Fuji memang sedang datang bulan, dan setiap ia kedatangan tamu itu, ia selalu merasakan sakit berlebih.
Gadis itu menyeka keringat yang sedikit membasahi rambutnya. Ia menutup aplikasi mobile banking dan dengan cepat menyabet tasnya yang tergeletak di atas nakas. Fuji harus segera ke dokter untuk memeriksakan kondisinya. Lagi pula, kakaknya baru saja memberikannya uang.
"Mau ke mana?" Tanya Ine yang tak lain adalah ibu dari Shella dan Fuji.
"Tumben mama tanya," Fuji memutar bola matanya.
"Mama lagi males debat sama kamu," Ine berkacak pinggang di hadapan putri bungsunya itu.
"Uji juga males debat sama mama," Fuji hendak berlalu dari hadapan ibunya.
"Mau ke mana kamu?" Ine menahan tangan putrinya dengan kasar.
"Aku mau ke dokter!" Fuji menaikan suaranya.
"Ke dokter? Mau apa?" Ine menatap nyalang anaknya. Anak dan ibu itu memanglah tidak akur. Kesibukan Ine bersama teman-teman gibahnya cukup membuat sekat yang jauh dengan anak-anaknya.
"Mau nyemil batako. Ya mau berobatlah!" Fuji menghempas tangan Ine.
"Dasar anak kurang ajar! Mama mau tanya sama kamu, kakak kamu pergi ke mana?" Ine mengintrogasi putrinya.
"Mama mau tau banget?" Fuji menjawab dengan kesal.
"Tinggal jawab aja, susah banget!" Ine menj*ewer telinga anaknya.
"Bisa gak sih Ma ga usah kasar?" Fuji menghempas tangan ibunya.
"Jawab makanya!"
"Kak Shella pergi ke Jepang sama bosnya," mau tak mau Fuji menjawab.
"Bosnya? Cewe apa cowo?" Mata Ine berbinar.
"Cowo," Fuji menjawab dengan singkat.
Ine tidak menjawab. Ia segera mengambil ponselnya dan menelfon putri sulungnya.
"Iya, Ma?" Jawab Shella di seberang telfon.
"Kamu lagi pergi ke Jepang?" Ine mendudukan dirinya di sofa.
"Iya. Kok mama tau?" Shella tampak keheranan.
"Tau dari adik kamu. Bos kamu kaya kan?"
"Iyalah, Ma. Namanya bos di mana-mana ya pasti kaya lah. Kalau gak kaya, mana bisa ngegaji pekerja," Shella ngedumel.
"Pinter juga anak mama," Ine cengengesan.
"Bisa dong, kamu dapetin dia?" Ine memancing.
"Jangan panggil Shella kalau dia gak bisa jadi milik Shella!"
Ine begitu kaget mendengar jawaban putrinya. Ternyata Shella sedang mengincar bosnya.
"Dapetin dia ya, Shel? Mama gak mau tau," tukas Ine.
Fuji yang mendengar obrolan ibu dan kakaknya langsung pergi dari sana. Sebenarnya ia cukup jijik dengan kelakukan ibu dan kakaknya, tapi dirinya dapat uang dan bisa hidup enak jika kakak dan ibunya berhasil menggaet pria kaya.
Fuji menaiki motornya yang biasa ia pakai untuk kuliah. Ia melajukan motornya ke salah satu klinik yang ada di sudut kota. Tujuannya yaitu memeriksakan diri ke dokter umum. Di sepanjang perjalanan, ingatannya kembali ke masa lalu ketika ia masih kecil. Fuji selalu dipukuli oleh Ine yang memang ringan tangan pada putri-putrinya.
Hidup di sebuah keluarga broken home menjadi cobaan yang sulit untuk Fuji lalui. Fuji menghela nafasnya, ia memfokuskan kembali matanya yang berair ke jalanan. Sesampainya di klinik, Fuji mengambil antrian. Untung saja antrian kliniknya sepi, jadi ia tidak perlu repot-repot untuk antri dalam waktu yang lama.
Fuji dipanggil oleh dokter dan segera dilakukan pemeriksaan. Dokter umum itu memeriksa Fuji dan segera memberikan rujukan untuk ditangani dokter spesialis guna mencari tahu penyebab gangguan siklus menstruasinya.
"Terima kasih, Dok!" Ucap Fuji ketika ia sudah selesai diperiksa dan mendapatkan surat rujukannya.
"Males banget harus ke rumah sakit," Fuji menatap surat rujukan untuk dokter spesialis obygin.
Klinik itu memang belum mempunyai dokter spesialis, sehingga Fuji di rujuk ke rumah sakit besar yang tak jauh dari sana. Sejujurnya Fuji sangat malas, tapi ia harus segera memeriksakan diri, sebab rasa nyerinya semakin lama semakin bertambah. Fuji pun khawatir dengan kesehatannya. Ia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada organ reproduksinya.
"Mana spesialis kandungan lagi. Malu banget entar aku antrinya," Fuji terus mengeluh sembari menyetarter motornya.
Motornya melaju sedang ke arah rumah sakit yang sangat terkenal di kota Bandung. Sesampainya di sana, Fuji langsung mengambil antrian ke poli spesialis kandungan dan obygin.
Fuji melirik ke kanan dan ke kiri. Sepi. Tapi tak berapa lama muncul pasien satu persatu dan semakin banyak memenuhi kursi tunggu. Rata-rata yang menunggu adalah ibu-ibu hamil beserta dengan suaminya.
"Fuji Azkia!" Panggil seorang perawat kepada Fuji. Gadis itu lantas berdiri dan mengekor perawat untuk masuk ke ruang pemeriksaan.
Tatapan mata Fuji langsung terpokus kepada dokter yang sedang memakai masker dan baju medisnya. Fuji terpana.
"Ganteng banget!!!" Batinnya ketika melihat dokter itu.
"Dokter Andra namanya?" Fuji menatap name tag di atas meja dokter Andra.
Fuji langsung duduk di depan dokter Andra yang sudah memakai masker dan baju medisnya. Ia menatap alis dokter yang bak di sulam alis itu.
"Ya tuhan!" Fuji tersenyum-senyum.
"Nona Fuji ya?" Dokter Andra membaca kertas pasien yang diberikan oleh perawat.
"Iya, Dok," Fuji tersenyum antusias.
"Kenapa Fuji?" Dokter Andra menatap Fuji yang duduk di depannya.
"Siklus ha*id saya kayanya ada yang salah, Dok."
"Salah gimana?"
"Kalau saya kedatangan tamu bulanan rasanya sakit banget. Pernah beberapa kali sampai pingsan. Terus sekarang ha*idnya banyak banget," keluh Fuji.
"Sejak kapan?"
"Udah lama, Dok. Tiga tahunan kayanya."
"Kenapa baru periksain?"
"Baru kepikiran, Dok," Fuji tersenyum.
"Oke, kita periksa ya?" Dokter Andra berdiri dari duduknya. Fuji pun ikut berdiri di pandu oleh perawat.
Fuji berbaring di ranjang pemeriksaan. Dokter Andra mempersiapkan alat usg untuk mengecek keadaan rahim Fuji.
Dokter Andra melakukan pemeriksaan dengan teliti. Ia terus menggerak-gerakan transducer di perut Fuji untuk memeriksa rahimnya. Fuji terus menatap wajah Dokter Andra.
"Apa dokter ganteng ini udah nikah?" Fuji bertanya-tanya.
"Apa ini jatuh cinta pada pandangan pertama?" Fuji tersenyum.
"Yu, duduk lagi!" Dokter Andra sudah selesai memeriksa. Ia menaruh kembali transducer di tempatnya semula. Dokter Andra pun duduk kembali di kursinya sambil menulis sesuatu. Fuji ikut terduduk di kursi yang ada di depan dokter Andra.
"Fuji, mulai sekarang giat olahraga ya?" Ucap Dokter Andra sembari menulis resep yang harus Fuji tebus.
"Kok dokter tahu aku jarang olahraga? Jadi aku kenapa, Dok?" Fuji tersenyum semanis mungkin, berharap dokter itu tertarik padanya.
"Hasil pemeriksaan saya temukan ada kista di indung telur," jelas Dokter Andra yang membuat Fuji kaget seketika.
"Apa itu PCOS, Dok?" Fuji bertanya dengan gurat wajah khawatir.
"Saya tidak bisa asal mendiagnosis. Harus ada pemeriksaan penunjang terlebih dahulu. Terlebih saya tidak bisa melakukan usg transvaginal, karena Fuji belum menikah. Coba kita terapkan hal alamiah dulu ya?" Dokter Andra selesai mencatat resep.
"Maksudnya alamiah?" Fuji bertanya dengan bingung.
"Maksudnya adalah dengan membatasi makanan dan minuman manis, perbanyak konsumsi serat, istirahat yang cukup dan juga olahraga yang teratur."
"Hidup sehat maksudnya, Dok?" Fuji mempertegas.
"Iya. Kita coba dulu. Nanti satu bulan lagi, kita ketemu lagi untuk pemeriksaan lanjutan. Saya resepkan obat pereda nyeri haid," Dokter Andra menyerahkan resep itu kepada perawat yang membantunya.
"Baik, Dok. Saya akan mencoba hidup sehat," Fuji meyakinkan diri. Gaya hidupnya memang sangatlah kacau. Dia sering begadang, memakan makanan junk food, minum alkohol dengan teman-temannya dan kebiasaan buruk lainnya.
Pemeriksaan pun selesai. Fuji keluar dari ruangan di temani oleh perawat yang membawa berkasnya.
"Sus, dokter Andra itu udah nikah belum ya?" Tanya Fuji pada perawat yang berdiri di sampingnya.
"Belum. Naksir ya?" Perawat itu tertawa.
Fuji hanya tersenyum. Ia amat senang karena dokter ganteng itu belum berkomitmen dengan siapapun.
"Kalau Mama dan kak Shella bisa. Aku juga pasti bisa!" Fuji tersenyum senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Nnt klo Zayan udh hbs2an dan bangkrut baru tuh nyesel,,,,secara emaknya Shela aja kerjanya minta duit mulu,,,
2023-06-20
0
Sindy Sintia
wah gunung Fuji itu indah bukan menjijikan,didikan emak n kakak pelakor ya bgtu..
2023-02-23
0
Shakila Anwar
didikan emaknya yang pelakor jadi semua anak2nya jadi pelakor.
2022-12-18
1