Hari minggu ini dimanfaatkan Icha dengan sebaik-baiknya. Yang pasti ia akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur. Karena semenjak menjadi sekretaris Marco, ia kekurangan waktu tidur. Ditambah lagi dengan beban pekerjaan yang membuat ia sedikit stres
Seperti pagi ini, Icha masih berbaring malas di kasurnya. Sedangkan Wulan sudah bangun dari subuh tadi dan entah ia menghilang kemana.
kring... kring... kring...
(anggap aja nada dering HP ya😁)
Nada dering handphone Icha berbunyi. Ia meraihnya dan melihat oknum yang menelpon.
"Nomor baru? Siapa ya?" lirihnya bingung. "Cih, malas ah... siapa tau orang iseng." cetus Icha membuang gawai di sampingnya.
Ia tidak memperdulikan bunyi seluler yang menggema. Ia malah menikmati ringtone lagu dari gawainya itu. Lagu Andai aku bisa memutar waktu... miliknya Judika.
Ingatannya membawa ia pada sosok laki-laki yang sudah menempati hatinya selama 5 tahun lebih ini.
Sudah hampir 3 minggu bekerja dan menjadi sekretaris Marco, orang yang sudah bertahta di hatinya selama ini, membuat batin Icha semakin tersiksa. Yang lebih menyakitkan, ia harus berpura-pura tidak memiliki rasa yang lebih pada Marco.
Namun, ada yang aneh dari sikap Marco akhir-akhir ini. Ia sering menatap Icha penuh makna, menggoda Icha dengan hal-hal yang membuat Icha berdesir. Puncaknya saat ia mengecup pinggir bibir Icha yang terkena kopi. Icha berusaha sekuat tenaga untuk bisa berdiri tegak, padahal semua sendi dan pergelangan kakinya seperti sudah hampir terlepas saking gugupnya.
Terdengar bunyi notifikasi pesan masuk di aplikasi WA nya. Icha melirik sebentar. Sudut matanya berkerut.
"Nomor yang tadi." Icha membuka pesan itu dan membacanya.
"Kenapa tidak menerima panggilan dari saya?" Icha membaca bunyi pesan itu. Icha mengerutkan keningnya. "Siapa sih?" Tanyanya heran. Ia memutar-mutar bola matanya mencoba mengingat sesuatu.
Kring.... kring... kring...
Icha tersentak akibat getaran gawainya. Ia lagi mengingat-ingat nomor baru ini dan sekarang nomor itu meneleponnya kembali.
"Hallo... " Ucap Icha pelan setelah menekan tombol berwarna hijau.
"Dari mana kamu? Kenapa tidak menerima panggilan saya dari tadi?" Sergah suara datar dari seberang. Icha melebarkan matanya. Segera ia menutup mulutnya karena kaget.
"Oh.. ma-maaf, tuan. Saya tidak tau kalau anda yang menelepon." Sahut Icha terbata-bata.
"Satu jam lagi saya akan ke situ untuk menjemput kamu. Bersiap-siaplah!" Tukas Marco memerintah.
"Ta-tapi kita mau ke mana, tuan?"
Tut... tut... tut...
Bukannya menjawab pertanyaan Icha, Marco malah memutuskan panggilan secara sepihak.
Icha bingung. Antara percaya atau tidak. Benarkah Marco akan datang ke kosnya dan menjemputnya? Tapi, mau ke mana? Tidak mungkin ke kantor, kan? Ini hari minggu lho... Icha masih bengong di atas tempat tidurnya dengan sejuta pertanyaan di benaknya. Sampai ia tidak menyadari kehadiran Wulan yang lengkap dengan pakaian joging. Ternyata, Wulan bangun pagi-pagi sekali untuk joging di sekitar kos mereka.
"Woiiii... pagi-pagi udah ngelamun aja. Anak gadis nggak baik bengong papagi. Nanti ilang keperawanannya." Wulan menolak kepala Icha pelan dengan jari telunjuknya.
"Wulan.. "Panggil Icha pelan tapi seperti masih memikirkan sesuatu. Pandangannya kosong.
Wulan yang merasa aneh dengan tingkah Icha menjadi penasaran. Ia duduk di samping Icha.
"Kenapa sih? Kamu kayak lagi kesambet aja." Wulan mengerutkan keningnya.
"Barusan aku ditelepon sama Tuan Marco. Trus, katanya aku harus siap-siap, karena sejam lagi dia udah ada di sini untuk menjemputku." terang Icha kebingungan. Wulan yang mendengar nama itu langsung melebarkan matanya.
"Tuan Marco? CEO?" tanya Wulan heboh. Icha mengangguk yakin.
"Aaaaah... Ichaaaa... trus kenapa kamu masih di tempat tidur??? Cepat siap-siap!" Wulan langsung melompat dari tempat tidur. Ia menarik tangak Icha membawanya ke kamar mandi. "Ya ampuuuuun, Icha. Kamu kok bego banget sih. Tuan Marco sebentar lagi datang lho." Wulan heboh sendiri. Ia mendorong Icha masuk dalam kamar mandi. "Cepat mandi! Pake aromaterapi, biar harum." teriak Wulan dari dalam kamar. Icha yang masih belum percaya menuruti perintah sahabatnya. Sedangkan Wulan sibuk membongkar isi lemari Icha.
"Chaaaa.... pake baju apa?" Teriak Wulan lagi.
"Nggak tau... "jawab Icha bingung.
Tak berapa lama, Icha selesai mandi. Wulan menyiapkan satu dres sederhana berwarna biru langit.
"Yakin pakai ini?" Tanya Icha ragu.
"Dia nggak ngomong lho mau ajak aku ke mana. Siapa tahu ke kantor." lanjut Icha.
"Ya makanya pakai ini. Ini cocok di semua situasi. Lagian ini hari minggu, nggak lucu kan kalau pake seragam kantor." Kekeh Wulan sewot. "Ayo, cepatan. Setengah jam lagi ni." sosor Wulan sambil menunjuk jam dinding di tembok.
Icha nampak masih ragu.
"Lan... kira-kira mau ke mana ya? Masa ke kantor sih?" Pungkas Icha setelah mengenakan bajunya. Ia segera duduk di meja riasnya dan menyisir rambut panjangnya.
"Tenang aja... Ke mana pun dia membawa kamu pergi, ikut aja. Yakin deh, beliau orangnya baik." Tangkas Wulan meyakinkan Icha. Ia mengambil sisir di tangan gadis lembut itu dan membantu merapikan rambutnya. Ia mengambil jepit kecil dan menjepit setengah rambut Icha.
Icha memoleskan sedikit bedak dan lipstik warna bibir. Aura kecantikannya benar-benar keluar.
Wulan tersenyum lebar. Ia bahagia melihat Icha.
"Kamu tau nggak... hari ini aku kayak bahagia banget melihat kamu secantik ini. Feeling aku akan terjadi sesuatu deh antara kamu dan CEO kita itu." Goda Wulan sambil melihat Icha dari atas sampai bawah. Perfect!
"Jangan aneh-aneh kamu. Bos kita itu. Dia bukan sembarangan orang yang asal memilih teman wanita." tukas Icha pelan. Lebih tepatnya tidak percaya diri.
"Iya, emang dia bukan orang sembarangan, makanya dia mau datang ke sini dan jemput kamu." Sanggah Wulan yakin. Ia masih tersenyum menggoda Wulan.
"Cih, kamu... nggak usah geer deh. Siapa tau emang ada keperluan kantor yang mendadak." Icha berkelit.
Tok... tok... tok...
Wulan dan Icha saling pandang. Wulan memberi kode lewat matanya agar Icha membuka pintu. Icha menggelengkan kepala takut. Icha mendengus kesal dan segera membuka pintu.
Oh my God... Pak Marco? Ganteng banget.
"Selamat siang.. " Ucap Marco datar. Laki-laki yang hampir jarang tersenyum ini terlihat sangat berbeda seperti hari-hari biasa di kantor yang selalu tampil modis dengan jas mahalnya.
Siang ini ia terlihat lebih muda dari usianya yang sudah 31 tahun. Kemeja mahal yang digulung setengah. Celana jeans hitam dan sneaker biru. Tidak lupa kacamata hitam penambah ketampanannya.
Sepersekian detik Wulan masih takjub dengan makhluk di hadapannya ini.
"Siang.. " Imbuh Marco sekali lagi.
Wulan tersadar. Ia salah tingkah.
"Ma-maaf... selamat siang, tuan. Mari-mari silahkan duduk." Wulan menunjuk sebuah kursi di teras kamar kos.
"Marissanya ada?" tanya Marco cepat. Ia tetap berdiri di tempatnya.
"Oh ada... sebentar, tuan." Wulan segera masuk ke dalam kamar kos. Icha masih terdiam di dalam. Antara takut, gugup, tapi ada sebongkah rasa bahagia juga di hatinya. Bahagia karena orang yang dengan mendadak menjemputnya adalah Marco. Laki-laki yang sudah membuat Icha menutup rapat pintu hatinya untuk pria lain.
"Ayo... Tuan Marco udah nunggu." Wulan berbisik sambil menarik pergelangan tangan icha.
"Aku takut." Icha menggenggam tangan Wulan seolah-olah meminta kekuatan dari sahabatnya.
"Yakinlah... semua akan baik-baik saja." Ucap Wulan meyakinkan Icha.
Icha melangkah ke luar. Ia melihat punggung Marco yang tengah asyik terlena dengan pemandangan di sekitar kos Icha. Icha menarik napas panjang.
Jangan GeEr dulu, cha... siapa tahu dia mau ajak kamu ke kantor. Itu kata hatinya.
"Tuan... " Sapanya pelan.
Marco berbalik. Ia terpana melihat Icha dengan dres sederhana tapi mampu menghipnotis matanya.
Segurat senyum terpancar di bibirnya.
"Ayo... " Tanpa aba-aba, Marco menggenggam tangan Icha dan mengajaknya pergi. Icha melongo. Ia menatap ke genggaman tangan mereka berdua.
Wulan yang melihat adegan romantis itu pun ikut terlarut dalam suasana penuh cinta. Ia mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments