"Hanya aku yang boleh menggenggam tangan ini. Paham?!"
Gara-gara kalimat yang dilontarkan Marco membuat Icha tidak tenang. Apa maksudnya ini?
Icha membolak-balik badan ke kiri dan kanan sambil berusaha memaksa menutup mata supaya tertidur. Tetapi, nihil. Bukannya tertidur, malah bayangan wajah dingin itu yang nampak dengan tatapan tajam matanya seakan-akan mengintimidasi Icha. Ditambah dengan kata-kata yang mengultimatum Icha.
"Ichaaaaaa... kamu kenapa sih? Dari tadi bolak balik nggak jelas. Goyangan tempat tidurnya kayak gempa, tau nggak." Sewot Wulan yang merasa terganggu dengan goyangan tempat tidur. Ia bangun dan duduk sambil melihat ke arah Icha. Icha sengaja menutup rapat matanya.
"Woiiiii... nggak usah pura-pura. Bangun lu!" Sentak Icha sambil mencubit kecil paha Icha. Icha nyengir dan terduduk.
"Kamu kenapa? Gelisah banget dari tadi. Kalau ada masalah ya ngomong. Kebiasaan dari dulu nyimpan sendiri masalahnya, nanti stres sendiri lho." Ngomel Wulan kesal. Icha menarik napas panjang.
Apa aku harus kasih tahu Wulan, ya? Tapi aku malu. Siapa tahu Marco hanya bercanda dengan kata-katanya.
"Nggak ada apa-apa... hanya masalah kerjaan dikit. Capek." Jawab Icha tersenyum meyakinkan Wulan.
"Kalau capek ya istirahat yang bener..." Sahut Wulan cepat.
"Nggak tau nih kenapa nggak bisa tidur." Icha turun dari tempat tidur menuju meja untuk mengambil air minum lalu diteguk sampai habis.
Icha belum berani jujur pada sahabatnya itu. Dan Wulan pun tak ingin memaksa Icha untuk bercerita. Ia tahu sifat Icha. Biar pun dipaksa, Icha tidak akan memberitahunya. Ada saatnya kalau sudah mentok, ia akan cerita dengan sendiri.
Wulan paling tahu kalau Icha sedang memikirkan sesuatu atau sedang menghadapi masalah. Ia bisa melihat bahasa tubuh Icha yang sedikit gelisah dan sering melamun. Tapi kalau Icha belum bercerita, itu artinya ia masih bisa menghadapi masalah itu seorang diri.
"Ya udah... tidur, yuk. Besok harus kerja lho." Ajak Wulan sambil membaringkan badannya. "Eh, cha... tunggu." Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "CEO kita namanya Marco?" Tanya Wulan penasaran. Agak aneh memang, sebagai karyawan ternyata banyak yang tidak tahu nama CEO mereka dan belum pernah bertemu. Itu karena Marco baru saja diangkat menjadi CEO dan hanya diketahui oleh dewan direksi. Marco tidak ingin membuat pengumuman soal pengangkatan dirinya. Ia pun selalu mengikuti jalur khusus untuk masuk ke dalam ruang kerja. Maka dari itu tidak heran jika banyak karyawan yang belum mengenalnya.
Icha terdiam sesaat. Bayangan itu muncul lagi.
"Woi... malah ngelamun." Sentak Wulan kesal.
"CEO kita namanya Marco Guatalla." Jawab Icha sambil berbaring membelakangi Wulan.
Mendengar nama itu Wulan spontan melebarkan matanya tanda tak percaya.
"Apa?" teriak Wulan histeris.
"Iiih... gila kamu ya. Udah tengah malam ini. Jangan teriak-teriak." Icha memukul kepala Wulan dengan boneka panda miliknya. Wulan masih shock.
"Kamu serius? Marco Guatalla, mantan guru kita kan? Kok bisa? Kok kamu nggak pernah kasih tau aku?" Wulan memberondong dengan banyak pertanyaan. Icha hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Wulan. Ia tidak menjawab.
"Jawab, cha... Jangan buat aku jantungan malam-malam gini lho." Desak Wulan sambil mengguncang pundak Icha.
"Menurutmu?" Icha balik bertanya santai. "Emang ada Marco Guatalla yang lain?" Lanjutnya membuat Wulan semakin yakin kalau yang dimaksud Marco ya mantan guru mereka.
"Kok bisa?" Wulan bertanya tidak percaya.
"Ya bisalah, Wulandarie Rahayu... Mr. LG alias Leonard Guatalla adalah kakek kandung Marco. Dan Marco baru diangkat menggantikan beliau. Sekolah dan kampus kita dulu itu juga dibawah naungan yayasan Guatalla. Marco ke sana karena memang dia pemiliknya. Aku nggak tahu apa maksudnya ia menjadi guru selama 3 bulan saja itu. Paham?" Jelas Icha panjang lebar. Ia membaringkan tubuhnya lagi.
"Kamu tiap hari ketemu dia dong?" tanya Wulan masih penasaran.
"Ya iyalah, oneng... Secara aku ini sekretarisnya." jawab Icha kesal. Ia menutup mata, berharap bisa segera tertidur agar jangan ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang membuat kepalanya ikutan pusing.
"aaaaah... kamu seneng dong bisa melihat wajah tampannya setiap hari." Ujar Wulan antara kesal dan senang.
"Ck... Biasa aja." Jawab Icha yang sudah membelakangi Wulan.
"Awas jatuh cinta lho." Goda Wulan sambil mencolek lengan Icha.
Icha tidak mau meladeni Wulan lagi. Ia menutup mata dan memeluk erat boneka panda kesayangannya. Wulan ikut tertidur.
Di sebuah mansion mewah...
Marco berdiri di balkon kamar. Pandangannya jauh ke depan. Pikirannya pun membawanya jauh ke satu wajah. Asap mengepul tebal dari rokok elektrik yang dihisapnya.
Hari ini juga kepalanya sedikit pusing karena setelah makan malam tadi, keluarga besarnya berkumpul dan membicarakan tentang pernikahan Marco. Ia didesak untuk segera menikahi Valencia. Hampir 6 tahun menjalani hubungan dengan model seksi itu, saatnya Marco sudah harus meresmikan hubungan mereka. Umurnya pun sudah sangat pantas untuk berumah tangga.
"Segeralah mengurus pernikahanmu dengan Velencia. Kakek ingin melihatmu di pelaminan sebelum kakek dipanggil Tuhan." Ucap kakek lembut, ketika kakek mengajaknya berbicara empat mata.
Marco menarik napas panjang. Kakek menyadari bahwa Marco masih belum siap untuk menikah.
"Ada apa, Marco? Seharusnya 5 tahun lalu kamu sudah menikah. Bahkan kamu sangat siap untuk menikah saat itu." Ucap kakek curiga. "Setelah kamu dihukum ke kota x, kamu berubah." kakek mencurigai ada sesuatu yang terjadi di sana. "Ada apa?" tanya kakek lagi pelan.
Marco menunduk sambil memegang kepala karena frustasi. Namun Ia tahu, selama ini kakeknyalah orang yang paling mendukung Marco. Ia menjadi tempat Marco bercerita dan berkeluh kesah.
"Ada yang membuatmu pindah ke lain hati di sana?" Tebak kakek curiga sambil menyipitkan mata.
Marco tertawa kecil masih memegang kepala dan menutup mata. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat.
"Bolehkah jika itu terjadi, kek?" Marco balik bertanya pada kakek. Kakek sedikit tersentak namun ia tersenyum melihat wajah kalut cucunya.
"Kalau urusan hati, kakek serahkan padamu. Karena kamu yang merasakan dan kamu yang akan menjalaninya." Sahut kakek bijak.
"Kamu tahu bagaimana sifat kakek. Ada hal-hal prinsip yang kakek paksakan kalian harus ikut. Tapi, ada hal-hal di luar itu yang kakek tidak bisa paksakan kehendak kakek pada kalian. Salah satunya ya menyangkut hati dan perasaan." Kakek mengambil napas sebentar. Di umurnya yang sudah mencapai kepala 8, memang membuat saluran pernapasan sedikit terganggu. Namun, kewibawaan sebagai pengusaha sukses dan terkenal masih sangat kelihatan.
"Maaf, kalau aku mengecewakan kakek." Ucap Marco penuh penyesalan.
Kakek langsung tertawa lepas. Laki-laki renta itu tidak marah. Ia paling memahami kalau bicara soal perasaan.
"Jadi benar ada yang sudah mengganggu hati kamu di sana?" Tanya kakek menggoda cucu tertuanya itu.
Marco mengangguk lemah. Sebenarnya Marco sedikit malu pada kakek.
"Ajak dia ketemu kakek." Pinta kakek.
"Aku lagi berusaha mendekatinya, kek." Sahut Marco berat.
"What??? It has been running 5 years, Marco." Kakek melototkan mata tak percaya. Sudah 5 tahun berjalan, Marco belum mendekati gadis pilihannya itu.
"Aku hanya masih belum yakin waktu itu, kek. Apalagi ada Velencia. Aku berusaha mencoba meyakinkan hati selama 5 tahun ini." Ucap Marco pelan.
"Lalu, apa kata hatimu?" Sanggah kakek penasaran.
Marco tersenyum penuh makna.
"Menurut, kakek?" Marco balik bertanya sengaja menggoda kakek.
Kakek tertawa bahagia. Apapun yang membuat Marco senang, kakek pasti mendukung. Dan tentu saja kakek sudah tahu apa kata hati Marco.
"Segera dapatkan hati gadis itu dan kenalkan pada kakek." Ucap kakek tersenyum.
"Aku masih harus mengatasi Valencia, kek." Ucap Marco berat, seakan meminta bantuan kakek.
Bukan hal yang mudah untuk memutuskan satu hubungan yang masih berjalan dengan baik. Hanya karena ia sudah berpindah ke lain hati, ia harus menyakiti hati yang lain.
"Itu resiko yang harus dihadapi." Ucap kakek memberi semangat.
"Hadapi saja demi cinta sejati." Kakek menepuk pundak Marco memberi kekuatan.
Kakek memang orang yang paling memahami Marco. Sedangkan daddy dan mommynya yang kini menetap di Amerika, selalu berseberangan dengannya. Itu yang membuat Marco lebih nyaman tinggal bersama kakek dan hidup di Indonesia. Hubungan dengan kedua orangtuanya pun sedikit merenggang.
Tuan Adam Guatalla dan nyonya Sania Guatalla, orangtua Marco. Anak sulung mr. LG yang dipercaya menangani perusahaan di Amerika. Sedangkan adik tuan Adam, tuan Jerry mengurus perusahaan di Brazil, negara asal mr. LG. Ia memiliki dua pasang anak, yakni Mario Guatalla dan Maria Guatalla.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments