Siang ini, semua karyawan GT Corp bersiap untuk makan siang. Ada yang makan siang di kantin kantor, ada yang memilih keluar kantor, ada yang janjian makan siang dengan teman dari kantor lain. Whatever! Intinya tepat jam 1 siang semua sudah harus stand by di meja kerja masing-masing.
Icha sudah janjian akan makan siang bersama Wulan. Hampir 2 minggu bekerja di kantor yang sama, mereka belum pernah makan bareng di kantin. Wulan memang sengaja ingin mengakrabkan diri dulu dengan teman-teman devisinya.
"Setengah jam lagi aku tunggu di kantin ya. Bye." Terdengar suara Wulan di balik telepon seluler Icha. Tanpa menunggu jawaban dari Icha, ia segera memutuskan panggilannya. Icha mendengus kesal. "Kebiasaan." comel Icha dalam hati.
Icha merapikan mejanya. Semua berkas diatur rapi sesuai tanggal dan nomor halaman.
"Marissa... " Icha menoleh. Raymond sudah ada di depan ruangannya dengan senyum lebar. Semua karyawan kantor yang mengenal Icha memanggilnya Marissa. Hanya Wulan yang tahu nama kecilnya, Icha.
"Siap-siap ya, CEO mengajak kita makan siang di luar sekalian bertemu kliennya."
Mendengar perkataan Raymond, Icha segera melepaskan berkas yang sedang dibereskan di atas meja kerjanya.
"hah? Harus aku juga ikut ya, Ray?" Tanya Icha cepat. "Aku dah janjian sama temanku untuk makan bareng." lanjutnya merengek.
"Ya, harus. Kalau beliau sudah perintah, jangan dibantah. Nanti kamu yang dimakan." Jawab Raymond sambil melototkan matanya. Icha meracau kesal. Raymond tertawa dan kembali ke ruangannya masih dengan tawa ejekannya pada Icha.
Icha terduduk lemas. Janji makan siangnya bersama Wulan harus ditunda dulu. Ia segera menghubungi Wulan.
"Iya, cha... aku udah menuju ke kantin ni." suara Wulan dibalik telepon.
"Lan.. kayaknya acara makan siang perdana kita ditunda dulu deh." sahut Icha lemas.
"Lho kok?" Wulan heran.
"CEO ada pertemuan di luar sekalian makan siang. Aku diharuskan ikut." jawab Icha pelan.
"Yaaaa... nggak bisa makan bareng dong." sesal Wulan. "Ya udah, nggak papa. Masih ada banyak waktu." Lanjut Wulan mengerti kondisi Icha.
Tidak mungkin ia menyuruh Icha untuk menolak ajakan CEO mereka. Apalagi ini bukan ajakan, tapi bagian dari tugas yang harus dijalani Icha. Jadilah mereka makan siang di tempatnya masing-masing. Wulan dengan teman-teman satu devisinya dan Icha harus semobil dengan Marco dan Raymond menuju restoran xx.
Icha membisu sepanjang perjalanan. Setelah menjadi sekretaris Marco beberapa pekan, ini kali pertama mereka satu mobil. Icha yang hendak duduk di depan, di samping Raymond yang menyetir pun tiba-tiba diperintah Marco untuk duduk di belakang. Otomatis, ia harus duduk di samping Marco.
Raymond yang sudah terbiasa menghadapi Marco, sedikit heran melihat sikap tuannya itu. Sejak kapan ia mau duduk ditemani? Dengan sekretaris yang lama pun selalu duduk di depan kalau mereka semobil. Marco tidak pernah menyuruhya duduk mendampingi Marco di kursi penumpang. Heran sih. Tapi, Raymond diam dan hanya menyimak. Ia hanya menerka-nerka dalam hati.
Kayakx bakal ada drama Rama Sinta deh. Gumam Raymond dalam hati.
Mereka diam dengan pikiran masing-masing. Raymond konsentrasi menyetir. Marco sibuk dengan membuka email di tabletnya dan Icha sibuk melihat ke luar jendela. Bayangan kejadian dalam ruangan Marco kemarin terus mengganggu hatinya. Icha jadi malu sendiri. Pasalnya, ia melihat gelagat Marco biasa saja setelah membuat ulah kemarin. Apa Marco memang sengaja mempermainkan hatinya?
"Ray, jangan lupa ingatkan manajer devisi keuangan untuk menyerahkan laporan proyek pembangunan vila di puncak. Aku tidak ingin ada kesalahan satu rupiah pun." Tiba-tiba suara datar itu terdengar. Icha menoleh ke arah Marco yang masih sibuk dengan gadgetnya. Raymond yang mendengar namanya disebut pun langsung melihat ke arah kaca spion depan.
"Siap, tuan. Tadi saya sudah mengingatkan kembali manajer keuangan." jawab Raymond hormat.
Setelah 35 menit perjalanan, sampailah mereka di restoran xx. Marco membuka pintu mobil dan keluar. Ia tidak pernah menunggu Raymond atau sopir kantor yang membukakan pintu untuknya. Ia lebih suka membuka pintu sendiri karena itu bukan pekerjaan yang berat menurutnya.
Mereka segera memasuki restoran.
"Selamat siang, Tuan Brad... maaf, saya terlambat." Ternyata kliennya sudah menunggu di ruang vip. Marco langsung menyalami partner bisnisnya itu. Ia segera mengambil tempat tepat di depan tuan Brad, laki-laki matang berusia 35 tahun yang terkenal dengan dunia malamnya.
"Tidak apa-apa, tuan. Saya paham keadaan kota Jakarta. Jam begini pasti macet sekali." Tuan Brad menjawab ramah. Di sampingnya ada seorang Laki-laki yang diperkenalkan sebagai asisten pribadinya.
Raymond segera memesan makanan untuk makan siang mereka. Dua pembisnis besar itu terus berbicara soal rencana-rencana mereka ke depan nantinya. Tapi, ada yang aneh di mata Marco. Tuan Brad sering sekali melirik ke arah Icha yang duduk di samping kiri Marco. Sedangkan Icha tidak menyadari apa yang terjadi. Ia sibuk mengutak-atik gawainya.
Sampai pesanan makanan mereka datang pun, tuan Brad masih mencuri pandang pada Icha. Icha yang sekali-kali berbicara dengan Raymond pun nampak santai. Sampai akhirnya...
Deg....
Icha tersentak kaget ketika tangan kanannya digenggam Marco. Bahkan Marco sengaja mengangkat tangan Icha yang digenggamnya dan meletakkan di atas meja. Tuan Brad kaget tapi ia berusaha bersikap normal. Banyak pertanyaan dalam hatinya.
Aku pikir gadis cantik ini sekretarisnya. Atau jangan-jangan ini sekretaris sekalian tunangannya. Gumam Brad penasaran.
Icha yang bingung menatap Marco dengan heran. Tetapi, lagi-lagi Marco semakin menggenggam erat tangannya dan memberi senyuman manisnya pada Icha. Jantung Icha seperti mau meledak.
Setelah para pelayan selesai menata semua pesanan mereka, Icha menarik tangannya cepat. Ia takut Marco tahu tangannya yang semakin berkeringat dan gemetar.
"Silahkan, tuan Marco."
Tuan Brad tidak lagi berani melirik ke arah Icha. Ia sadar bahwa genggaman tangan yang Marco sengaja tunjukkan tadi sebagai pemberitahuan bahwa perempuan cantik di sampingnya itu adalah miliknya. Terlepas ia adalah seorang sekretaris atau bukan.
Semua rekan bisnis Marco sudah tahu sifat dan karakter Marco. Jangan mengganggu gugat apa yang sudah menjadi miliknya. Jika tidak, ia tidak segan-segan menghancurkan hidup orang itu sampai ke akar-akarnya.
Marco bukan tipe lawan bisnis yang dingin. Ia dikenal paling ramah di mata rekan bisnisnya. Tapi jangan menyalahgunakan keramahannya karena ia akan langsung menunjukkan taringnya yang tajam. Maka, tidak ada lawan bisnis yang berani merendahkannya.
Berbeda kalau di kantor. Ia terlihat sangat dingin dan kaku. Tanpa ekspresi. Raymond yang paling memahami pribadi Marco.
Mereka menikmati makan siang dengan santai. Marco dan Brad tetap membicarakan tentang dunia bisnis di sela makan mereka. Raymond yang sebenarnya ikutan shock ketika melihat Marco menggenggam tangan Icha tadi diam seribu bahasa dengan pikiran yang berkecamuk.
Selesai makan, mereka harus kembali ke perusahaan masing-masing.
"Terimakasih atas jamuan makan siangnya, tuan. Senang bisa berbagi cerita dengan anda." ucap Brad sambil menyalami tangan Marco.
"Sama-sama... Saya berharap kita bisa bekerjasama dengan baik." Sahut Marco.
Dengan tiba-tiba Marco kembali menggenggam tangan Icha dan berjalan ke luar ruang makan. Icha yang tersentak kaget seperti terhipnotis mengikuti langkah Marco dengan patuh. Hingga sampai di parkiran pun Marco masih menggenggam tangan Icha erat.
Setelah drama pamitan dengan Brad, Marco membuka pintu dan menyuruh Icha untuk masuk. Icha menuruti.
"Hanya aku yang boleh menggenggam tangan ini. Paham!?" Bisik Marco tepat di telinga Icha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Milka Epi
tangan icha yg digenggan lha koq aku yg baperan... 😁😁
2023-03-06
0
ₕₒₜ cₕₒcₒₗₐₜₑ
mulai posesif....
2022-12-02
0