Seminggu berada dalam lingkaran GT Corp membuat Icha sudah lebih paham visi misi perusahaan besar itu. Sepanjang minggu ini juga ia berusaha untuk seprofesional mungkin tanpa melibatkan perasaan. Dan itu harus dilakukan Icha jika ia ingin bekerja dengan nyaman.
Setelah pertemuan pertamanya dengan Marco sebagai CEO, Icha berusaha menata hatinya supaya lebih tenang lagi. Ia memotivasi dirinya sendiri untuk bisa membedakan mana yang menjadi prioritasnya dalam bekerja. Tentu saja karya dan dedikasinya, bukan rasa dan perasaannya. Maka Icha perlahan mulai mengesampingkan rasa dalam hatinya. Ia mulai menjaga sikap pada pimpinannya.
Lain halnya dengan Marco.
Seminggu melihat perubahan sikap Icha padanya, membuat Marco sedikit tidak suka. Ia lebih suka melihat Icha yang gugup dan salah tingkah jika berhadapan dengannya. Dan itu membuat Marco gemas pada gadis cantik itu.
Beberapa tahun lalu, Icha hanya seorang siswi SMA yang masih labil. Masih terlihat bocah di mata Marco. Namun ada satu pesona dalam dirinya yang membuat Marco tertarik. Apalagi saat Marco berada dekat Icha dalam ruangan kerjanya sebagai guru waktu itu.
Sebenarnya Marco mendapat hukuman dari kakeknya untuk menjadi guru saat itu. Ia harus tinggal di kota kecil di kabupaten Bandung, tempat asal Icha dan Wulan. Ia diharuskan mengurus sekolah yang ada di sana. Sekolah dan kampus milik yayasan keluarga Marco. Marco tidak suka menjadi guru, apalagi ia harus jauh dari hingar bingar kota metropolitan dan teman-teman baiknya. Ia yang dari lahir langsung dihadapkan dengan segala kemewahan, harus rela tinggal di kota kecil, jauh dari kata mewah. Itu semua akibat dirinya yang sudah berusia 26 tahun tetapi masih belum mau mengurus perusahaan kakeknya. Kakek murka. Terjadilah drama Tom and Jerry antara kakek dan Marco. Dan sudah pasti Marco yang harus mengalah. Jika tidak, kakek mengancam akan menjadikan dirinya gembel seumur hidup. Tentu saja Marco menolak. Ia ngeri membayangkan dirinya menjadi gembel. Dengan berat hati, ia menuruti semua perintah kakek. Sampai akhirnya ia di sini sekarang. Duduk di kursi kebesarannya sebagai CEO GT Corp, perusahaan bonafit yang menjadi tumpuan dan harapan ribuan bahkan jutaan karyawan.
Dari kecil Marco memang sudah tinggal dengan kakeknya di Indonesia. Papa dan mamanya, tuan Adam Guatalla dan nyonya Sania Guatalla memilih tinggal di Amerika untuk mengurus salah satu perusahaan keluarga. Marco yang memiliki darah Indonesia dari mendiang neneknya lebih menyukai budaya dan makanan Indonesia. Jiwa Indonesianya lebih kuat di bandingkan Brazil atau Amerika. Ia anak tunggal. Ia memiliki beberapa sepupu dari 2 pamannya, adik papanya. Karena karakternya yang berbeda dari sepupu-sepupunya, kakek lebih mempercayai Marco untuk memegang beberapa perusahaan dan yayasan.
Setahun sekali papa dan mamanya mengunjunginya dan kakek. Semua keluarga besar sudah mengetahui dan memberi restu atas hubungannya dengan Valencia.
Marco berdiri di atas balkon ruang kerjanya. Ia melihat hiruk pikuk kota Jakarta dari ketinggian gedung kantornya ini. Ia menarik napas panjang. Sudah seminggu ini ada yang lain yang mengganggu hati dan pikiran. Sekretaris itu! Ya, wajah manis sekretarisnya yang membuat ia resah. Wajah yang dulu masih dianggap bocah, sekarang semakin dewasa dan menawan.
tok... tok... tok...
Suara pintu terdengar. Marco masih bergeming di tempatnya.
"Pagi, tuan. Saya mengantar kopi anda. Dan ini, ada email dari Grandpearl Group."
Icha datang dengan nampan yang berisi secangkir kopi panas dan surat yang ia letakkan di atas nampan, di samping gelas.
Marco menoleh. Ia menatap mata Icha sesaat sebelum mengambil cangkir kopi itu. Icha hanya tersenyum menunjukkan lesung pipinya yang tidak terlalu dalam. Tetapi sangat menggoda. Hati Marco mendesir.
Marco menghirup harum kopi di tangannya. Ia kembali menatap kota Jakarta.
"Bacakan emailnya!" Perintah Marco datar. Segara Icha membuka surat itu dan membaca isinya. Ternyata, itu laporan dari Grandpearl Group tentang saham GT Corp di perusahaan itu. Kemarin ia mendapatkan laporan dari orang kepercayaannya di perusahaan itu bahwa banyak keganjalan tentang hasil tender pembangunan pasar modern di kota x. Hingga ia memerintahkan CEO grandpearl mengirimkan hasil tender itu.
Marco berjalan menuju meja kerjanya. Ia meletakkan cangkir kopi di atas meja. Icha mengikuti dari belakang dan segera menyerahkan email itu. Sebisa mungkin Icha menghindari tatapan Marco. Tapi ia tidak menuduk lagi, seperti kebiasaannya yang lalu. Dan Marco menyadari itu. Marco tahu Icha selalu tidak mau menatap matanya.
Marco berjalan mendekati Icha. Icha mulai bingung dan was-was.
"Maaf, tuan... kalau tidak ada yang dikerjakan lagi, saya permisi." Pamit Icha gugup setelah Marco berdiri tepat di depannya. Marco sengaja tidak mendengar. Ia berjalan semakin mendekati Icha. Icha mundur perlahan. Ia semakin gugup. Sampai punggungnya menabrak pintu ruangan Marco.
"Tuan... " ucap Icha hampir tidak kedengaran.
"Aku sudah sering ingatkan, tatap mata lawan bicaramu ketika sedang berbicara." Marco berbisik di telinga Icha. Jarak mereka sangat dekat. Icha mengangguk cepat. Ia berharap Marco segera melepaskannya.
Tetapi Marco semakin terlena. Ia menghirup dalam wangi tubuh Icha. Ia menatap Icha penuh makna. Perlahan tangannya melingkari pinggang Icha. Karena kaget, Icha langsung meletakkan kedua tangannya di dada Marco. Mereka semakin dekat. Icha menelan salivanya yang terasa kering.
tok.... tok... tok...
Keduanya sedikit tersentak mendengar bunyi ketukan pintu. Icha berusaha melepaskan tangan Marco, tapi sia-sia. Marco tetap memeluk pinggangnya erat dan masih menatap mata Icha. Icha segera membuang muka ke arah lain, sehingga hidung Marco menyentuh pipi Icha.
tok... tok... tok...
Terdengar lagi suara ketukan dari luar.
Marco melepaskan pinggang Icha dan membuka pintu. Icha masih berdiri mematung di belakang pintu.
"Maaf, tuan... saatnya rapat. Semua dewan direksi sudah menunggu anda." Suara Raymond terdengar. Icha masih terdiam shock.
"Baik. Saya segera ke sana." Jawab Marco tanpa mempersilahkan Raymond untuk masuk. Raymond sedikit melihat-lihat ke kiri kanan. Ia tidak melihat keberadaan Icha.
Kemana gadis itu? Tidakkah ia tahu hari ini ada jadwal rapat. Tuan Marco bisa murka kalau begini.
"Masih ada yang kamu mau sampaikan?" Tanya Marco karena melihat Raymond masih berdiri di depan pintu. Marco tahu, ia sedang mencari Icha.
"Oh... tidak ada, tuan. Saya segera menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan." Jawab Raymond cepat. Ia segera kembali ke ruangannya.
Marco menutup pintunya kembali. Ia berdiri di depan Icha.
"Kembali ke ruangan kamu dan siapkan semua keperluan rapat." perintah Marco sedikit lembut. Tanpa menunggu perintah yang kedua kali, Icha mengangguk cepat dan segera keluar dari ruangan Marco. Marco tersenyum melihat tingkah Icha.
"Kamu harus bertanggungajawab atas apa yang sudah kamu perbuat pada hati ini." Ucap Marco setelah Icha menghilang dari keluar. Ia masih terus tersenyum membayangkan yang sudah terjadi tadi.
Enam tahun bersama Valencia tapi aku tidak sebahagia ini. Apakah aku sudah jatuh cinta pada bocah itu?
Marco masih berperang melawan pemikirannya sendiri, hingga ia menarik napas panjang dan beranjak menuju ke ruang rapat.
Di sana, sudah berkumpul semua dewan direksi. Raymond tetap berdiri di tempatnya. Icha sudah duduk di kursi sebelah kiri Marco. Ia berusaha melupakan semua. Ia ikut memberi hormat pada Marco.
Rapat pun berjalan sebagaimana mestinya. Semua harus bertindak secara profesional. Ketika di ruang rapat, semua urusan pribadi harus ditanggalkan. Marco memimpin rapat seperti biasa. Seakan-akan tidak ada yang terjadi antara dirinya dan gadis manis di samping kirinya. Icha berusaha mengikuti rapat dengan seksama. Walau pun sesekali ia melirik ke arah Marco.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Hulwatul Fitri
sumpah keren banget gaes ceritanya
2023-10-25
1