Skip tentang kelulusannya ya... 😉
Icha berhasil lulus dengan nilai terbaik. Ya, tidak diragukan lagi kemampuan neng geulis satu ini.
Saatnya bersiap-siap ke Jakarta. Icha harus segera ke sana untuk mencaritahu tentang kampus mana yang mau didaftar. Wulan pun ikut membantu Icha mempacking barangnya. Lumayan banyak yang dibawa. Maklum, perempuan.
"Kok aku jadi sedih ya, cha... "Ucap Wulan dengan wajahnya yang nampak galau. Icha tersenyum menggoda Wulan.
"Nanti juga terbiasa, lan... kalo kita udah sibuk kuliah, pasti lupa deh."
"Kamu kali yang lupa aku. Secara udah hidup di kota besar, banyak teman baru, pasti lupa sama aku." Wulan merengut kesal.
"hahahaha... ya, nggak mungkin dong, neng. Kamu itu tetap sahabat sejati aku." Icha merangkul Wulan yang sudah hampir pecah tangisannya.
" Janji kamu sering pulang ya, cha." rengek Wulan dalam pelukan Icha.
"Kamu juga dong harus sekali-kali ke Jakarta. Biar kita bisa hang out bareng."Jawab Icha cepat. Wulan hanya mengangguk lemah. Icha melepaskan pelukannya dan mulai sibuk dengan packingannya lagi.
Tanpa terasa mereka di kamar Icha sampai malam menjemput. Wulan sudah meminta izin pada orangtuanya untuk menginap di rumah Icha. Ia ingin menghabiskan malam ini dengan sahabatnya. Besok pagi Icha sudah harus berangkat ke Jakarta.
Saat ini mereka sedang makan malam bersama.
"Ingat, Cha... jaga diri kamu selama di Jakarta. Kamu tahu kan Jakarta itu kota seperti apa. Segala kenikmatan dunia ada di sana. Awas kamu terjerumus ke hal-hal yang tidak baik." Ujar papa Rendra menasehati putri semata wayangnya. Ya, Icha memang anak tunggal. Tapi orangtuanya tidak pernah memanjakan Icha semaunya. Mereka mendidik Icha dengan sedikit adab dan aturan yang keras, hingga sampai 18 tahun umur Icha bisa menjaga dirinya dengan baik.
"Iya, papa... Icha janji akan menjaga diri Icha dengan baik untuk papa dan mama." Ujar Icha pelan dan sopan. Wulan hanya mendengarkan dengan baik sambil memotivasi dirinya untuk bisa menjaga diri dengan baik juga.
"Papa juga minta maaf karena nggak bisa ikut ngantar kamu ke sana." Pak Rendra sedikit kecewa karena tidak bisa mengantar anak gadisnya ke Jakarta. Urusan di kantor yang tidak bisa ditinggalkan membuat pak Rendra tidak bisa ikut mengantar. Untung, ibu Tanti, mamanya Icha mendapat izin dari kantornya. Jadilah besok Icha ke Jakarta bersama mamanya.
"Dan kamu Wulan, sudah mendaftar kuliahmu?" Wulan sedikit kaget ketika namanya disebut pak Rendra.
"Sudah, Pak De... tinggal dengar kelulusannya. Satu kampus lagi nanti minggu depan tes masuknya." Jawab Wulan pelan. Pak Rendra menganggukkan kepalanya. Wulan memang diminta untuk memanggil papa Rendra dengan sebutan pak de. Walaupun tidak ada hubungan darah, tapi orangtua Icha sudah menganggapnya sebagai anak mereka. Karena itu, panggilan pak de semakin merekatkan hubungan di antara mereka. Itu yang bikin Wulan betah nginap di rumah Icha.
Mereka terus melanjutkan makan malam sambil membicarakan hal-hal penting. Pak Rendra selalu mengajak istri dan anaknya bercerita apa saja saat duduk di meja makan.
Selasai makan, Icha dan Wulan membereskan semua di meja makan dan mencuci piring kotor.
"Cha... kangen pak Marco nggak?" Icha mengerutkan keningnya sambil menatap Wulan.
"Kenapa tiba-tiba ingat pak Marco?" Tanya Icha heran. Wulan yang sedang menyandarkan punggung di
dashboard tempat tidur sambil memandang plafon rumah, melihat ke arah Icha.
"Nggak tahu... tiba-tiba ingat dia aja. Apa kita nggak akan ketemu dia lagi ya?" Wulan kembali memandang ke plafon kamar. "Aku hanya penasaran aja. Kenapa dia ngajarnya hanya tiga bulan trus menghilang tanpa jejak." Lanjutnya.
Icha yang diam-diam merindukan lelaki itu pun menjadi galau seketika. Ia menutup matanya sambil merasakan gejolak dalam hatinya. Icha diam tanpa kata.
"Kamu dah tidur?" Tanya Wulan karena tidak mendapatkan jawaban dari Icha.
"hmmm? Belum. Aku belum tidur. Aku juga nggak tau kemana dia. Lagian ngapain sih ingat-ingat dia?" Icha sengaja tidak mau membahas Marco karena tidak ingin keceplosan yang tidak-tidak.
"Ya... aneh aja. Kamu tau kan banyak perempuan di sekolah yang patah hati gara-gara dia. Datang tiba-tiba dengan pesonanya, trus ilang begitu aja." Wulan nampak sewot bercerita.
"Kamu juga patah hati?" Tanya Icha curiga.
"Dikit sih. Gimana nggak patah hati, cha.. liat dong pesonanya. Kamu nggak ngerasa ya?"Wulan heran dengan Icha yang tidak terlalu peduli dengan laki-laki itu.
Icha terdiam.
Kamu salah kalau bilang aku nggak patah hati. Justru aku mungkin yang paling terluka. Entah rasa apa ini yang sudah membuat aku jatuh sedalam-dalamnya pada pesonanya.
Icha hanya bisa berkata-kata dalam hati. Airmatanya jatuh. Untung saja ia sudah tidur membelakangi Wulan. Jangan sampai Wulan melihat ia menangis. Yang ada Wulan akan menertawai dirinya. Ya... tertawa karena aneh dengan rasa bodoh ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments