Semuanya telah berkumpul di meja makan. Dan bersiap-siap untuk sarapan.
"Rayyan. Maafkan Paman ya. Paman tidak tahu kalau itu kau," ucap Arvind.
"Tidak apa-apa, Paman. Lagian aku juga yang salah pake mengendap-endap segala. Udah seperti maling," jawab Rayyan.
"Hahaha. Memang enak dikeroyok," batin Darel.
Tanpa basa-basi dan sopan santun, Darel sudah terlebih dahulu memulai acara makannya. Sambil senyumannya tak lepas dari bibirnya.
Semua mata menatapnya. Darel yang menyadari hal itu, balik menatap keluarganya.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu? Apa dengan kalian menatapku, perut kalian akan kenyang?" tanya Darel sambil mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
Mereka pun kemudian langsung memulai acara makan mereka.
"Aish. Dasar kelinci kurang ajar," batin Davian.
Darel sesekali melirik kearah Rayyan dan lagi-lagi dirinya tersenyum. Sedangkan para kakaknya juga sedari tadi memperhatikannya.
"Ada apa dengan bocah ini?" batin Ghali yang menatap wajah adiknya dan juga sedikit melirik kearah Rayyan.
"Jangan senyam senyum seperti itu terus, Darel! Cepat habiskan sarapanmu. Setelah itu, kembali ke kamar untuk istirahat." Davian berbicara dengan tegas dan tanpa menerima bantahan.
Darel menatap wajah Kakak tertuanya itu dengan tatapan tidak suka dan sedikit memperlihatkan wajah masamnya.
"Kau menyebalkan, Kak! Aku sudah kenyang!"
Darel pun pergi meninggalkan meja makan dengan makanan yang masih banyak di piringnya untuk menuju kamarnya di lantai dua.
Setelah tiba di kamarnya, Darel menutup pintu kamarnya.
BLAM!
Darel membanting pintu kamarnya dengan keras. Mereka yang mendengar bantingan pintu yayang cukup keras kamar hanya bisa pasrah sembari mengelus-ngelus dada.
Mereka kembali fokus pada makanan mereka walau hati dan pikiran mereka tertuju pada Darel.
Beberapa menit kemudian, Darel kembali membuka pintu kamarnya.
CKLEK!
Setelah pintu kamarnya terbuka. Darel langsung melangkahkan kakinya keluar dan menuruni anak tangga.
Darel berjalan menuju pintu samping dimana pintu samping tersebut terhubung dengan garasi mobil yang begitu luas dan besar. Disitulah semua mobil milik anggota keluarga diparkir.
Davian yang masih berada di meja makan tak sengaja melihat adiknya berjalan menuju pintu samping.
"Darel," panggil Davian. Tapi Darel pura-pura tidak mendengarnya.
Kemudian Nevan juga ikut memanggil adik bungsunya itu.
"Darel," panggil Nevan.
Darel langsung membalikkan badannya melihat kakaknya.
"Dasar adik kurang ajar. Aku yang pertama memanggilnya tidak didengar olehnya. Giliran Nevan yang memanggilnya, dia langsung membalikkan badannya." Davian mengedumel kesal akan sikap adik bungsunya.
Arvind dan Adelina hanya tersenyum melihat kelakuan putra sulungnya yang sedang kesal atas ulah sibungsu. Tak jauh beda dengan yang lainnya, mereka tersenyum menyaksikan kelakuan Davian dan adiknya.
"Itu tandanya sikelinci itu sedang marah padamu, Kak Davian!" Raffa berbicara dengan nada mengejeknya.
"Wah, ini bisa gawat, Kak Davian. Kalau benaran Darel marah padamu. Habislah dirimu, Kak. Duniamu akan berduka," ucap Evan menambahkan.
"Diamlah kalian. Jangan memancing diair keruh! Kalian tidak lihat tu wajah Kak Davian," celetuk Axel.
"Hehehe.." Axel, Evan dan Raffa terkekeh pelan.
"Ada apa memanggilku, Kak Nevan? Kalau tidak ada hal penting, biarkan aku pergi," ucap Darel.
"Darel mau kemana? Kenapa arahnya menuju pintu samping?" tanya Davian.
"Sepertinya barusan aku mendengar seseorang berbicara. Tapi aku tidak melihatnya," ejek Darel.
Mereka yang mendengar ucapan Darel tertawa kecil sambil menutup mulut mereka. Takut terdengar oleh Davian. Kalau terdengar kan bisa gawat.
"Sabar Davian. Sabar. Dia adikmu. Adik kesayanganmu," batin Davian.
"Darel mau kemana? Kenapa arahnya menuju pintu samping?" Nevan mengulangi pertanyaan dari Davian.
"Aku mau berenang. Gerah berada disini. Panas.. Sesak." Darel berbicara sembari menyindir Kakak tertuanya itu.
Setelah mengatakan hal itu, Darel langsung pergi begitu saja meninggalkan para Kakak dan anggota keluarganya yang lainnya yang tampak melongo.
"Apa? Berenang?" ucap mereka kompak.
"Tidak! Darel!" teriak mereka, lalu berlari menghampiri sang adik.
Mereka sangat mengkhawatirkan sibungsu. Dikarenakan adik mereka belum sepenuhnya sembuh. Kalau adik bungsu mereka benar-benar ingin berenang, bisa-bisa sakitnya makin bertambah.
Darel berada di parkiran dan sedang berbicara dengan enam penjaga yang bertugas menjaga mobil.
"Itu Darel, Kak!" Raffa berbicara sambil menunjuk kearah parkiran.
Mereka semua pun mendekat agar bisa mendengar apa yang dibicarakan Darel kepada keenam penjaga itu.
"Dengarkan aku baik-baik. Untuk hari ini khusus Kak Rayyan. Kalau dia mau pergi dan menggunakan salah satu kendaraan miliknya, seperti biasa biarkan dia membawanya. Tapi mulai besok selama satu minggu, Kak Rayyan tidak diizinkan menggunakan kendaraan miliknya. Kalau sampai Kak Rayyan berani menggunakan kendaraan miliknya dan kalian membiarkannya, kalian semua akan aku pecat tanpa gaji sesen pun. Mengerti!" Darel berbicara dengan nada ketus.
"Baik tuan muda Darel," jawab mereka bersamaan sambil membungkukkan badan mereka.
"Hukuman kedua menantimu, Kak Rayyan!" Darel berucap sambil tersenyum bahagia.
Para kakaknya masih memperhatikannya yang sedang berbicara dengan beberapa penjaga. Bahkan mereka semua mendengar apa yang dibicarakannya.
"Hukuman kedua. Apa maksud, Darel?" tanya Alvaro bingung.
"Aku tahu maksudnya, Darel!" seru Daffa.
"Daffa. Katakan, ada apa?" tanya Davian.
"Ini ulahnya Darel saat Rayyan disangka maling lalu dipukuli oleh kita semua," kata Daffa.
"Haaaaa," ucap mereka bersamaan.
"Kemungkinan itu hukuman pertama yang diberikan Darel untuk Rayyan," ucap Vano.
"Kok bisa Darel punya ide seperti itu?" tanya Ghali.
"Baguslah. Paling tidak ada sedikit pembalasan dari adik bungsu kita," saut Raffa.
"Kau benar, Raf. Walau Darel tidak membalas secara langsung. Tapi dengan cara seperti ini saja sudah membuat kita senang," ucap Evan.
"Pasti Darel menikmatinya," ucap Nevan.
"Pastilah Kak Nevan. Kami berdua melihat bagaimana ekspresi wajah Darel saat Rayyan dikeroyok oleh kita karena disangka maling. Wajahnya tampak bahagia," jawab Vano dan diangguki oleh Daffa.
"Kita juga memperhatikan wajahnya saat di meja makan. Wajahnya begitu bahagia. Tapi Kak Davian malah merusak kebahagiaannya," ucap Daffa.
"Waah! Adikku benar-benar jenius. Kejeniusannya itu menular dariku, Axel Wilson!" Axel berucap dengan penuh percaya diri.
"Huueeekkk," ejek mereka sambil pura-pura ingin muntah.
"Lalu apa maksudnya hukuman kedua?" tanya Arga.
Hening..
Mereka tampak berpikir sejenak. Memikirkan apa yang dimaksud oleh sibungsu tentang hukuman kedua? Tiba-tiba Raffa bersuara.
"Aku ingat sekarang. Apa ini ada hubungannya dengan ponsel Darel yang dirusaki oleh Rayyan?" ucap dan tanya Raffa.
"Mungkin juga," jawab Alvaro.
"Kita lihat saja nanti. Apa yang akan dilakukan oleh sikelinci nakal itu," ucap Vano.
Mereka memperhatikan wajah adik bungsu mereka yang terlihat sangat-sangat bahagia.
"Dasar kelinci buluk. Berwajah polos, tapi diam-diam punya seribu cara berbuat jahat," ujar para kakaknya tersenyum.
"Sudah, sudah. Ayo, kita kembali ke dalam rumah. Darelnya sudah kembali ke dalam rumah," ajak Elvan.
Mereka pun kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Mereka bernafas lega kalau adik mereka tidak benar-benar berenang.
^^^
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam dan waktunya anggota keluarga akan makan malam bersama. Dan semuanya pun sudah berkumpul di meja makan. Yang belum bergabung dengan anggota keluarga yang lainnya adalah Rayyan, Kevin dan Darel.
"Kak. Kenapa Darel belum turun juga? Apa Darel tidak ikut makan malam juga? Darel sudah melewatkan makan siang. Jangan sampai Darel melewatkan makan malam juga," pungkas Raffa.
"Kakak akan ke kamar Darel dan akan membujuknya untuk makan malam bersama kita."
Setelah mengatakan itu, Davian langsung beranjak dari duduknya meninggalkan meja makan untuk menuju kamar adik bungsunya.
Darel yang berada di kamarnya sudah selesai dengan tugas-tugas sekolahnya. Dirinya mendapatkan materi pelajaran dan soal-soal itu dari Gavin dan Kenzo. Mereka mengirimkannya melalui email. Jadi walau Darel tidak masuk sekolah, teman-temannya setia membantunya.
"Akhirnya kelar, dech!" seru Darel. "Aku harus buru-buru ke bawah. Aku tidak mau mereka menungguku terlalu lama di meja makan," ucap Darel dan langsung keluar dari kamarnya.
Saat Darel hendak melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Dirinya dihadang oleh Rayyan dan Kevin.
"Hei, anak sialan." Kevin berucap kasar.
Darel tidak ingin ada keributan. Dan ia memilih untuk pergi. Tapi Rayyan dan Kevin tetap menghadangnya.
"Mau kemana, hah?!" bentak Rayyan
"Apa mau kalian, Kak?" Tanya Darel.
"Mau kami kau pergi dari sini dan tinggalkan rumah ini anak sialan!" hardik Kevin.
"Kau dan keluargamu tidak pantas berada di rumah semewah ini. Kalian itu pantas hidup di jalanan," ejek Rayyan meremehkan.
"Perkataanmu itu tak lebih baik dari apa yang ada dalam dirimu? Rupa menarik memang kau miliki, namun kelakuanmu sangat amat menjijikkan. Jadi jaga ucapanmu kalau tidak ingin kena karma atas perbuatanmu itu. Semoga Tuhan cepat memanggilmu," sindir Darel menatap sinis kedua musuh bebuyutannya itu yang tak lain saudaranya sendiri.
"Bangsat. Berani sekali kau menyumpahi kami biar segera mati, hah!" amuk Rayyan.
"Aku tidak menyumpahimu atau saudaramu itu. Aku hanya ingin kalian tidak menambah dosa. Itu saja," jawab Darel santai, lalu matanya melirik paper bag di tangan Rayyan yang diyakini olehnya adalah ponsel baru untuknya. "Oh ya. Itu di tangan Kakak ponsel untukku kan?" tanya Darel.
Darel kemudian merampas paper bag tersebut dari tangan Rayyan. Kemudian Darel membuka paper bag tersebut dan mengeluarkan isinya. Sebuah ponsel keluaran baru.
Setelah puas melihatnya, Darel kembali memasukkan kembali ponsel itu ke dalan paper bag dan mengembalikan lagi kepada Rayyan dengan cara meleparinya.
"Aku tidak mau ponsel itu. Aku sudah bilang dari awal saat kau membanting ponselku. Aku ingin ponselku yang model lama. Dan kau harus membelinya menggunakan uangmu sendiri. Tapi kau malah menipuku. Kau meminta uang pada ibumu, lalu kau membelikan ponsel yang tidak sesuai dengan keinginanku. Jadi, bersiap-siaplah selama satu minggu kau tidak bisa menggunakan kendaraan pribadimu." Darel berbicara dengan nada ketus dan dingin.
Setelah mengatakan hal itu, Darel pergi meninggalkan Rayyan dan Kevin.
"Brengsek. Darel!" teriak Rayyan, lalu menarik paksa tangannya saat Darel ingin menuruni anak tangga.
"Beraninya kau mempermainkanku, hah!!" bentak Rayyan.
Dengan penuh emosi, Rayyan mendorong Darel yang posisinya berdiri di tepi anak tangga. Darel pun terhuyung ke belakang.
"Aaaaaaa!" teriak Darel.
"Dareeell" teriak Davian sembari berlari menaiki anak tangga dan berhasil menahan tubuh adiknya agar tidak terjatuh.
"Ka-kakak," ucap Darel dengan suara bergetar dan air matanya yang sudah mengalir.
"Kamu tidak usah takut. Semuanya baik-baik saja. Kakak ada disini." Davian memeluk adiknya dan berusaha menenangkan adiknya yang ketakutan.
Davian menatap tajam kearah Kevin dan Rayyan, terutama Rayyan. Davian berlahan melangkah mendekati Rayyan.
"Apa yang sudah kau lakukan pada adikku, hah?!" teriak Davian. Dan teriakannya sukses terdengar sampai ke ruang makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 412 Episodes
Comments