Arvind, Adelina dan anggota keluarga lainnya sudah berada di ruang tengah setelah kembali dari kamar Darel. Mereka bersenda gurau bersama di sana.
"Aku tidak habis pikir dengan putra bungsumu itu, Kak Arvind?" tanya Evita sambil tersenyum.
"Memangnya kenapa, Evita? Apa ada yang salah dengan putraku itu?" tanya Arvind balik.
"Tidak ada yang salah dengan putramu itu, Kak. Sikap dan kelakuannya itu loh. Benar-benar lucu dan menggemaskan," jawab Evita.
"Bibi Evita salah. Darel itu sangat menyebalkan," celetuk Raffa.
"Itu dikarenakan kamu selalu membuat moodnya Darel buruk," jawab Evita yang berhasil membuat keponakannya itu cemberut.
"Aaiisshh," Kesal Raffa.
TAP!
TAP!
TAP!
Terdengar suara langkah kaki menuju kearah ruang tengah disertai suara teriakan.
"kakak Elvan. Aku sudah selesai. Buruan, Kak! Nanti aku bisa telat!"
"Hei, Darel," panggil Aldan dengan nada sedikit keras. Darel yang merasa dipanggil pun menoleh.
"Kau pikir ini dihutan, hah! Bisa tidak kau tidak usah teriak-teriak segala. Kalau kau setiap hari seperti ini, bisa-bisa pendengaran kami rusak. Kalau kau ingin berteriak di luar sana. Bukan di dalam rumah!" bentak Aldan.
"Kalau perlu sekalian joget-joget kayak orang gila diluar sana juga tidak apa-apa? Tidak akan ada yang melarang," sela Caleb ketus.
"Ma-maaf," ucap Darel yang menundukkan kepalanya.
"Maaf.. maaf! Apa hanya kata itu saja yang keluar dari mulutmu, hah?! Apa tidak ada kata-kata yang lain?!" bentak Kevin.
Para kakak-kakaknya yang melihat Darel yang sudah ketakutan seperti itu membuat hati mereka marah dan panas. Davian seketika langsung berdiri dari duduknya.
"Kalian!" ucapan Davian terhenti karena Darel sudah terlebih dahulu memotongnya.
"Kakak," lirih Darel sambil menggelengkan kepalanya.
Davian yang mengerti pun akhirnya pasrah dan kembali duduk. Dirinya tahu kalau adiknya tidak suka keributan.
"Maaf, Kakak terlambat!" seru Elvan yang datang dari arah belakang Darel dan langsung memeluk tubuh adiknya.
Elvan tahu pasti adiknya itu berusaha bersikap tenang. Walau hatinya merasa sakit menerima bentakkan tersebut.
"Kakak, kau mengagetkanku!" sahut Darel yang berusaha tersenyum.
"Apa kamu sudah siap, hum?" tanya Elvan.
"Eemm," jawab Darel dengan anggukan kepalanya.
"Kalau begitu ayo kita pergi," ajak Elvan.
"Semuanya aku pergi," pamit Darel.
***
Elvan dan Darel telah sampai di sekolah. Dan terlihat para murid laki-laki dan murid perempuan yang sedang berlalu lalang memasuki gerbang sekolah.
"Kakak, aku masuk dulu!" seru Darel saat membuka pintu mobil.
Elvan tersenyum. "Yang akan menjemputmu nanti adalah Andre. Jadi kamu jangan pulang sendiri. MENGERTI!!"
"Baik, Kak!" jawab Darel sambil berlari kecil memasuki gerbang sekolah.
Para murid-murid kelasnya Darel dan juga para sahabat-sahabatnya sudah berkumpul di dalam kelas. Tinggal menunggu ketua panitianya yaitu Darel.
"Sikelinci itu mana? Kok belum datang juga!" seru Gavin.
"Kenzo. Apa kau sudah memberitahu siluman kelinci itu kalau hari ini ada kegiatan di sekolah?" tanya Brian.
"Sudah. Aku sudah menghubungi sikelinci tengil itu," jawab Kenzo.
"Sambil menunggu sikelinci tengil itu datang. Aku ada berita HOT seputar sikelinci itu!" seru Kenzo.
"Berita apa, Zo? Buruan ceritakan pada kami!" seru Azri antusias disertai anggukan dari yang lain.
"Saat aku menghubungi sikelinci tengil itu. Sikelinci itu sedang asyik tidur dan dirinya merasa terganggu. Bahkan sikelinci itu juga marah-marah padaku. Jadi pas sikelinci tengil itu bertanya alasanku menghubungi dirinya, aku langsung memberitahunya soal kegiatan kita di sekolah. Tiba-tiba aku mendengar sesuatu yang jatuh dan suara rintihan gitu. Ternyata Darel jatuh dari tempat tidur dan suara rintihan itu suara kesakitan Darel. Hahaha," tutur Kenzo beserta tawanya.
"Hahaha." Mereka semua tertawa mendengar cerita Kenzo.
"Ooh.. lagi senang-senang rupanya ya!" ucap Darel yang tiba-tiba datang.
DEG!
Jantung mereka berdebar kencang saat melihat korban dari berita HOT itu telah datang. Mereka menelan saliva saat melihat aura gelap yang terpancar dari wajah siluman kelinci tersebut.
"Eeh, Rel. Kau sudah datang ya," kata Damian.
Darel tidak menjawabnya. Dirinya masih memberikan tatapan mautnya kepada ketujuh sahabat-sahabatnya menyebalkannya itu.
"Terus saja tertawa. Kenapa berhenti," ucap Darel yang berjalan menuju mejanya.
Evano mendekati Darel dan disusul oleh yang lain. "Kau marah?" tanyanya lembut
"Tidak," jawab Darel ketus.
"Kalau kau tidak marah. Kenapa tuh bibir dimanyunkan begitu?" tanya Gavin tersenyum sambil menarik pelan bibir Darel.
"Apa mau minta dici...?" perkataan Farrel terpotong.
"Najis. Dari pada aku melakukannya denganmu, mending aku melakukannya dengan gadis jelek diluar sana," jawab Darel.
"Hahahaha." mereka semuanya tertawa.
"Kau lucu sekali, Rel. Kau sedang marah. Tapi dari wajahmu itu tidak terlihat seperti orang yang sedang marah. Malah sebaliknya wajahmu itu terlihat lucu, imut dan menggemaskan seperti perempuan. Padahal Darel itu cowok loh," ucap Azri.
"Ya. Itu benar sekali, Azri. Siapa pun yang melihatnya pasti akan langsung meleleh? Sekali pun sikelinci buntel ini berbuat salah, tapi kalau sudah melihat wajah polosnya, wajah tampan serta wajah cantiknya, orang tersebut tidak tega untuk memarahinya." Damian ikut menimpali.
"Sudahlah. Aku malas meladeni kalian. Tidak akan ada habis-habisnya."
Darel benar-benar kesal akan ulah ketujuh sahabatnya, lalu Darel pergi keluar kelas meninggalkan mereka semua.
"Yaakk, Rel! Tunggu kita dong!" seru mereka semua dan berlari mengejar Darel.
^^^
Disinilah mereka semua berkumpul, di ruang Aula. Murid kelas satu sampai murid kelas tiga. Mereka sedang merencanakan dan menyusun rencana-rencana yang akan mereka lakukan nanti.
Setelah selesai pembagian kelompok, mereka pun segera melakukan tugas mereka masing-masing.
Dua jam kemudian. Akhirnya kegiatan mereka pun selesai.
"Akhirnya kelar juga!" seru Kenzo.
"Jangan senang dulu, tiang Listrik. Ingat masih ada lima hari lagi. Dalam lima hari kedepannya, tugas kita makin berat," ucap Darel tanpa menghiraukan tatapan maut sahabatnya itu.
"Kau dijemput, Rel?" tanya Farrel.
"Iya," jawab Darel.
"Kenapa tidak pulang dengan kami saja? Kan jalan ke rumah kitakan satu arah," jawab Brian.
"Maunya sih. Tapi kan kalian tahu sendiri bagaimana sifat semua kakak-kakakku? Mereka tidak akan mengizinkanku untuk pergi dan pulang sendiri. Itu berlaku padaku dan juga Kak Evan serta Kak Raffa," jawab Darel.
Mereka sekarang sudah berada di gerbang sekolah. Mereka sepakat menemani Darel sampai jemputan datang. Mereka tidak tega meninggalkan Darel sendirian.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang sedang mengawasi mereka. Tepatnya mengawasi Darel.
TIN! TIN!
Bunyi suara klason mobil. Itu bertanda jemputan Darel sudah datang.
"Teman-teman aku duluan ya. Kalian hati-hati!" seru Darel dan berlari menuju mobil kakaknya.
"Sudah lama menunggu?" tanya Andre
"Tidak terlalu lama, Kakak. Kakak, aku mau ke toko itu dulu ya. Ada sesuatu yang mau aku beli. Kakak tunggu disini saja. Tidak lama kok," tutur Darel tersenyum.
"Baiklah. Hati-hati ya." Andre menjawabnya.
Saat Darel ingin menyebrang, tiba-tiba ada sebuah mobil melaju kencang kearahnya. Sedangkan Darel tidak menyadari sama sekali, lalu terdengar suara teriakan dari sahabat-sahabatnya yang kebetulan melihat Darel.
"Darel! Awaaass!" teriak mereka bersamaan.
Saat Darel sudah menyadarinya, Darel terlambat untuk menghindar. Tubuhnya terhantam oleh mobil tersebut, lalu mobil itu kabur.
Andre yang mendengar suara teriakan dan ditambah lagi suara teriakan itu memanggil nama adiknya. Dirinya pun segera keluar dari mobilnya dan berlari kearah adiknya.
"Dareeell!" teriak Andre sambil berlari menghampiri adiknya yang sudah tergeletak bersimbah darah di jalan disusul oleh ketujuh sahabat-sahabatnya.
Andre mengangkat tubuh adiknya dan meletakkannya di pahanya.
"Darel, hei! Bangunlah, Rel!" teriak Andre menangis sambil menepuk pelan pipi adiknya.
***
Suasana di kediaman Wilson tampak ramai. Anggota keluarga lebih memilih bersantai di rumah, lalu mereka dikejutkan dengan jatuhnya bingkai foto milik Darel.
Adelina kemudian bangkit dari duduknya dan menuju bingkai foto yang terjatuh tersebut, lalu tangannya memungut foto tersebut.
"Kenapa perasaanku tiba-tiba tidak enak begini? Apa terjadi sesuatu pada putra bungsuku?" batinnya dan setetes liquid bening mengalir dari mata indahnya.
Arvind menghampiri istrinya. "Sayang," panggilnya sambil menyentuh bahu istrinya.
"Sayang. Darel," lirih Adelina.
"Tenanglah. Semoga tidak terjadi sesuatu terhadap Darel," hibur Arvind.
Davian menghubungi Andre dan Vano menghubungi Darel. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang menjawab panggilan tersebut. Berulang kali mereka menghubungi Andre dan Darel tapi hasilnya tetap sama tidak dijawab.
Mereka semua kalut, panik dan khawatir. Dua anggota keluarga mereka tidak bisa dihubungi. Mereka semua berharap semoga tidak terjadi sesuatu pada Andre dan Darel, terutama Darel.
"Semoga kalian baik-baik saja," batin para saudara-saudaranya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 317 Episodes
Comments
Ryo gunawan
thor dabel up lahh nanggung banget thor
2022-11-19
2