Arga langsung melepaskan pelukan pada adiknya ketika adiknya mengatakan soal lehernya. Arga langsung melihat ke arah leher sang adik. Seketika matanya membelalak melihat leher adiknya terluka.
"Kenapa dengan lehermu, Darel? Apa mereka yang melakukannya?" tanya Arga.
"Sudahlah, Kak! Akukan baik-baik saja sekarang," ucap Darel yang berusaha menenangkan emosi kakaknya itu.
"Kak Arga, Darel!" teriak Daffa yang datang menghampiri mereka berdua.
"Kak Daffa. Kau kemana saja tadi? Kenapa baru datang?" tanya Darel.
"Kakak sedang mengurus teman yang satu sekolah denganmu itu," jawab Daffa.
"Lian Jevera," ucap Darel.
"Ya, dia. Kakak curiga kalau dia juga ikut andil dalam masalah ini," jawab Daffa.
"Astaga, Darel! Kenapa dengan lehermu?" tanya Daffa saat matanya melihat kearah leher Darel.
"Aku tidak apa-apa, Kak! Hanya luka goresan sedikit. Tidak dalam kok," jawab Darel.
"Kak Arga, Kak Daffa. Ayo kita pulang," ajak Darel.
"Baiklah. Mari kita pulang!" seru Arga, lalu membantu Darel berdiri. Sedangkan Daffa sudah duluan menuju mobil.
"Darel. Maafkan kami berdua yang datang terlambat menjemputmu. Tadi ada kecelakaan di jalan dan hal itu membuat jalanan menjadi macet," ucap Arga menyesal.
"Tidak apa-apa, Kak! Kakak jangan merasa bersalah begitu. Ini semua takdir," jawab Darel yang memberikan senyuman manisnya pada Kakak kesayangannya.
Arga tersenyum bangga mendengar ucapan dari adiknya.
"Kakak menyayangimu," ucap Arga.
"Aku juga menyayangi, Kakak!" berucap dengan lembut.
Dan tanpa sadar mereka telah sampai di depan mobil mereka. Sedangkan Daffa yang ada di dalam mobil geleng-geleng kepala melihat kedua saudaranya yang sedang asyik dengan dunia mereka.
Daffa berteriak dari dalam mobil dengan kepala yang menyembul keluar.
"Mau sampai kapan kalian berdua berdiri disitu? Apa kalian tidak mau masuk ke dalam mobil?"
Arga dan Darel saling lirik. Dan mereka pun baru sadar kalau mereka sudah berada di depan mobil mereka. Mereka pun masuk ke dalam mobil.
Setelah itu, Daffa langsung menghidupkan mesin mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
...***...
Di kediaman keluarga Wilson tampak sedikit rusuh dimana Adelina sangat mengkhawatirkan ketiga putranya yang belum kembali pulang ke rumah.
"Davian, coba kamu ulangi lagi menghubungi mereka. Siapa tahu kali ini diangkat." Adelina meminta pada putra sulungnya untuk kembali menghubungi ketiga putranya.
"Baik, Ma!"
Davian langsung mematuhi permintaan ibunya. Davian pun mengulang kembali menghubungi salah satu adiknya.
"Ma, masih sama. Ponsel Arga tidak aktif," ucap Davian.
"Ponselnya Darel juga tidak aktif," sahut Vano yang juga berusaha menghubungi adik bungsunya
"Coba hubungi ponselnya, Daffa!" seru Daksa.
Ghali menghubungi ponsel Daffa. Dan panggilan pun tersambung.
"Hallo, Kak Ghali."
"Hallo, Daffa! Kau ada dimana? Kenapa kalian belum pulang juga? Ini sudah pukul berapa?"
"Maafkan kami, Kak! Saat dalam perjalanan menuju sekolahnya Darel, kami terjebak macet. Ada kecelakaan di jalan raya. Makanya kami sedikit terlambat menjemput Darel. Tapi..." ucapan Daffa terhenti.
"Tapi apa, Daffa?"
"Saat kami sampai di sekolahnya Darel. Darel dikeroyok oleh tiga orang yang tak dikenal. Dan sempat terjadi perkelahian."
"Lalu bagaimana dengan Darel?"
"Darel... Darel mengalami luka di bagian lehernya, Kak! Seperti tergores pisau."
"Apa?" teriak Ghali "Sekarang kalian dimana?"
"Kami di jalan menuju pulang ke rumah. Mungkin sepuluh menit lagi kami sampai!"
"Ya, sudah! Kalian hati-hati."
PIP!
"Ghali. Apa yang dikatakan, Daffa?" tanya Adelina.
"Mereka terlambat menjemput Darel dikarenakan jalanan macet akibat ada kecelakaan di jalan raya. Saat sampai di sekolah, mereka melihat Darel sedang dikeroyok oleh tiga orang yang tak dikenal dan mengakibatkan lehernya terluka," jawab Ghali.
"Lalu mereka dimana sekarang?" tanya Arvind.
"Mereka dalam perjalanan pulang," jawab Ghali.
"Pantesan saja perasaan Mama tidak enak dari tadi. Ternyata terjadi sesuatu terhadap Darel," ucap Adelina.
Tak lama kemudian terdengar suara klason mobil berbunyi.
TIN!
TIN!
"Itu mereka pulang!" seru Raffa.
Mereka semua berlari menghampiri ketiganya yang baru pulang. Dan dapat mereka lihat sibungsu yang tertidur dalam gendongan Arga.
"Kenapa wajah Darel pucat sekali?" tanya Evan saat melihat wajah adiknya yang pucat.
Arvind dan Adelina memperhatikan wajah putra bungsunya dan memang benar, wajahnya sibungsu sedikit pucat.
Arga membawa adiknya ke kamar yang berada di lantai dua. Setelah sampai di dalam kamar, Arga dibantu oleh Davian membaringkan tubuh adik mereka di tempat tidur.
Sedangkan Andre melepaskan sepatu adiknya, lalu kemudian menyelimutinya.
"Astaga. Ini lukanya sedikit dalam!" seru Adelina yang duduk di samping ranjang putra bungsunya dan memperhatikan luka di leher putranya itu. "Telepon Dokter Fayyadh sekarang?" suruh Adelina.
Vano langsung menghubungi Dokter Fayyadh. Dan panggilan pun tersambung.
"Hallo, Paman Fayyadh! Ini aku Vano. Bisa ke rumah sekarang. Darel sakit, Paman."
"Baiklah, Vano. Paman akan segera kesana."
"Terima kasih, Paman."
PIP!
Beberap menit kemudian, Dokter Fayyadh telah selesai memeriksa Darel.
"Bagaimana Darel, Fayyadh?" tanya Arvind khawatir.
"Tidak perlu khawatir, Arvind! Putramu baik-baik saja. Luka di lehernya itu hanya luka kecil dan tidak terlalu parah. Darel hanya butuh istirahat," jawab Fayyadh.
"Haaah. Syukurlah," ucap Arvind.
Mereka semua bernafas lega setelah mendengar penuturan Dokter tersebut.
"Baiklah. Kalau begitu aku permisi dulu." Dokter Fayyadh langsung pamit setelah memeriksa keadaan Darel.
"Aku antar Paman," ucap Andre.
Dokter Fayyadh dan Andre pun pergi meninggalkan kamar Darel menuju lantai bawah.
"Lebih baik kita juga keluar. Biarkan Darel istirahat," sela Arvind.
Mereka semua pun mengangguk. Sebelum mereka pergi meninggalkan Darel yang sedang istirahat. Mereka terlebih dahulu memberikan kecupan sayang di kening sibungsu secara begantian. Yang memberikan kecupan pertama adalah ayahnya, lalu ibunya kemudian disusul oleh kakak-kakaknya.
Arvind, Adelina dan putra-putranya berada di ruang tengah. Disana telah berkumpul semua anggota keluarga, kecuali Ki Tae Young dan ketujuh putranya. Dan Darel yang sedang istirahat di kamar.
"Bagaimana keadaan Darel, Minki?" tanya Antony.
"Darel baik-baik saja, Pa! Dia hanya butuh istirahat saja," jawab Arvind.
"Lalu bagaimana dengan luka di lehernya itu, Kak Arvind?" tanya Sandy.
"Lukanya sedikit dalam. Tapi tidak terlalu parah," jawab Arvind lagi.
"Haaaaah. Syukurlah," ucap mereka bersamaan.
^^^
Keesokkan paginya dimana seluruh anggota keluarga Wilson tengah bersiap-siap dengan urusan masing-masing. Setelah itu mereka akan sarapan pagi bersama seperti biasanya, tak terkecuali sibungsu keluarga Wilson yaitu Darel Wilson. Walau dirinya masih dinyatakan masih sakit oleh orang tuanya dan para kakaknya. Tapi menurut dirinya sendiri mengatakan bahwa dirinya sudah membaik.
Sekarang mereka telah berkumpul di meja makan, kecuali Rayyan dan Darel yang belum bergabung.
Darel keluar dari kamarnya dan melangkahkan kakinya menuruni anak tangga hendak menuju keruang makan.
TAP!
TAP!
TAP!
Tapi langkahnya terhenti saat melihat kakak sepupunya yang selalu berbuat jahat padanya yaitu Rayyan yang sedang mengendap-endap seperti maling. Dengan rasa keponya, Darel mengikuti kakak sepupunya itu.
"Apa yang dilakukan olehnya? Kenapa dia mengendap-endap begitu? Mencurigakan?" ucap Darel pada dirinya sendiri. Darel masih setia mengikuti kakak sepupunya itu.
"Aku harus segera pergi untuk membelikan ponsel baru untuk anak sialan itu. Merepotkan sekali. Untung saja mama mau memberikanku uang. Jadi, aku bisa mengganti ponsel anak sialan itu. Kalau misalnya Mama tidak mau memberikan aku uang, mau cari uang dari mana untuk menggantikan ponsel anak sialan itu." Rayyan menggerutu sepanjang langkahnya. Namun tanpa disadari olehnya, Darel mendengar ucapannya.
Rayyan melangkah keluar rumah dengan cara mengendap-endap seperti maling. Darel yang melihat hal itu tersenyum menyeringai. Dirinya mendapatkan sebuah ide.
"Oooh! Ternyata kau meminta uang pada ibumu ya. Jadi ini maksudnya kau mengatakan pada ibumu ingin membeli sesuatu. Sesuatu itu adalah kau mau membeli ponsel untuk menggantikan ponselku. Kan aku sudah bilang pake uangmu sendiri. Jangan minta pada orang tuamu. Dikarenakan kau sudah mengataiku anak sialan. Jadi terimalah hukuman pertamamu, Kak Rayyan! Hukuman keduanya bakal menyusul nanti." Darel berucap penuh seringai.
Darel berlari menuju ruang makan dan detik kemudian Darel pun berteriak.
"Ma, Pa! Ada maling masuk ke rumah kita. Malingnya ada disana!" seru Darel sambil menunjuk kearah pintu utama yang kebetulan Rayyan memang keluar mengendap-endap seperti maling.
Mendengar ucapan Darel, mereka semua berlari untuk menangkap maling tersebut.
"Kena kau. Hahaha.. Oops!" Darel langsung menutup mulutnya.
BAGH! BUGH!
BAGH! BUGH!
Mereka memukuli maling tersebut tanpa ampun. Termasuk Agatha dan William.
"Apa yang kalian lakukan. Hentikan! Ini aku, Rayyan!" teriak Rayyan.
Akhirnya mereka berhenti memukuli maling tersebut saat mendengar teriakan Rayyan.
"Rayyan!" seru mereka bersamaan merasa bersalah.
Darel yang sedari tadi tertawa kecil berusaha bersikap biasa. "Kak Rayyan. Ternyata kau. Aku pikir tadi itu maling. Habisnya Kakak mengendap-endap seperti maling sih," pungkas Darel.
"Sayang. Kau tidak apa-apa, Nak?" tanya Agatha yang mengelus rambut dan wajah putranya.
"Aku tidak apa-apa, Ma!" jawab Rayyan.
"Lagian kamu ngapain mengendap-endap kayak maling di rumah sendiri, hum?" tanya William pada putranya.
"Eemm. Aku ingin keluar sebentar, Pa! Kalau aku minta izin sama Papa. Papa pasti tidak akan mengizinkan aku pergi," jawab Rayyan.
Mereka semua menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Rayyan, lalu mereka kembali ke meja makan untuk melanjutkan makan mereka yang tertunda.
Darel yang sedari tadi senyam senyum mengingat saat Rayyan yang diserang. Daffa dan Vano menatap Darel yang sedang senyam senyum sendiri berpikir bahwa ini adalah perbuatan adiknya. Daffa dan Vano saling lirik dan kemudian menatap adik bungsunya.
"Eeheem!"
Vano dan Daffa berdehem dan hal itu sukses membuat Darel terkejut. Semua kakak-kakaknya menatap penuh selidik. Darel kalang kabut dan memilih kabur.
"Kakak, aku lapar. Aku duluan." Darel langsung berlari menuju meja makan.
Sedangkan para kakaknya saling melirik satu sama lain, kecuali Daffa dan Vano karena mereka sudah curiga pada sibungsu.
"Kenapa dengan sikelinci nakal itu?" tanya Andre. Mereka hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
"Sudahlah. Ayo, kita ke ruang makan. Mereka sudah menunggu kita!" seru Davian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 322 Episodes
Comments
fitria cute🌷🌷🌹🥀
tulisan "minki" di ganti ya kak?
2024-04-24
0