Ke esokkan paginya dimana semua anggota keluarga akan melakukan aktivitas masing-masing. Beberapa anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan. Darel yang berada di dalam kamar sudah bersiap-siap untuk pergi menuju meja makan dengan seragam sekolahnya.
Saat Darel keluar dari kamar. Dirinya melihat Rayyan yang mengendap-endap seperti maling.
"Mencurigakan," batin Darel, lalu kakinya melangkah mengikuti Rayyan.
"Ooh! Ternyata dia pergi ke kamar ibunya. Kirain mau ngapain. Mending aku ke bawah saja dari pada menyaksikan pertunjukan drama ibu dan anak yang tak penting." monolog Darel.
Setelah itu, Darel pun melangkahkan kakinya menuju lantai bawah. Tapi tiba-tiba Darel menghentikan langkahnya.
"Tunggu dulu. Kenapa pagi-pagi begini Kak Rayyan mengendap-endap masuk ke kamar Bibi Agatha? Lebih baik aku mengintip dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Jangan-jangan mereka merencanakan niat jahat." monolog Darel, lalu Darel pergi menuju kamar Agatha.
"Ma. Aku butuh uang sebesar 50 juta," ucap Rayyan.
"Untuk apa, Rayyan?" tanya Agatha.
"Ada yang mau aku beli," jawab Rayyan.
"Baiklah. Tunggu sebentar," ucap Agatha, lalu pergi menuju lemarinya dan mengambil dompet miliknya.
Setelah mendapatkan dompetnya. Agatha mengeluarkan jumlah uang yang diminta oleh putranya itu.
"Ini," ucap Agatha sambil memberikan uang itu kepada putranya.
Rayyan menerima uang itu dengan wajah bahagia. "Terima kasih, Ma!" ucap Rayyan sembari memberikan kecupan di pipi ibunya.
Setelah itu, Rayyan pun pergi meninggalkan ibunya sendiri di kamar.
"Dengan uang ini aku bisa membeli ponsel anak sialan itu. Dan sisanya bisa aku gunakan untuk yang lain. Dia tidak akan tahu kalau aku meminta uang pada Mama," ucap Rayyan.
Darel bersandar di balik dinding kamar Agatha sambil kedua tangannya dilipat di dadanya.
"Mau menipuku ya, Kak! Bersiap-siap saja selama 1 minggu penuh kau tidak akan menggunakan kendaraan pribadimu. Silahkan merasakan naik Bus," ucap Darel tersenyum menyeringai.
Darel kemudian menyusul Rayyan ke bawah menuju meja makan.
^^^
Semua anggota keluarga sudah lengkap di meja makan.
"Makan yang banyak ya, sayang!" ucap Adelina sambil mengambil makanan beserta lauk pauk untuk putra bungsunya.
Adelina memandangi putra-putranya yang lain. "Kalian juga pangeran-pangeran tampan Mama. Makan yang banyak," ucapnya pada putranya yang lain. Mereka semua mengangguk sebagai jawaban.
"Darel makan yang banyak ya!!" ucap Vano.
Darel tersenyum. "Kalian juga, Kak!"
Darel menatap Agatha tajam. "Dari mana Bibi Agatha mendapatkan uang itu. Bukannya semua kartu kreditnya sudah aku blokir!" batin Darel.
Alvaro yang sedari memperhatikan adik bungsunya yang melamun tanpa menyentuh makanannya dengan pandangan matanya tertuju pada Agatha.
"Ada apa dengan, Darel? Kenapa tatapan matanya begitu tajam pada Bibi Agatha?" tanyanya pada dirinya sendiri.
"Darel," panggil Alvaro dan hal itu sukses membuat semuanya menatap Darel.
Sedangkan Darel tidak memberikan respon apapun. Tatapan matanya masih fokus pada Agatha.
Para kakaknya melihat arah tatapan matanya Darel mengarah pada Agatha.
"Kenapa Darel menatap begitu tajam pada Bibi Agatha?" batin Davian.
Evan yang ada di dekatnya menepuk pelan bahu Darel. Dan hal ini berhasil menyadarkan Darel dari acara menatap Agatha.
"Yak! Kenapa kakak mengagetkanku? Kalau aku jantungan bagaimana?" protes Darel.
"Siapa suruh melamun?" jawab Evan.
"Siapa juga yang melamun? Aku hanya sedang memikirkan sesuatu," elak Darel.
"Memangnya kamu sedang memikirkan apa, sih?" tanya Daffa.
"Eeemmm." Darel berpikir sejenak, lalu terlintas ide untuk menjahili Kakak bantetnya dan Kakak aliennya.
"Aku berpikir kenapa ya aku memiliki dua Kakak teraneh?? Yang satu pendek alias bantet. Yang satunya lagi alien alias manusia jadi-jadian," tutur Darel tanpa dosa.
Evan dan Raffa melotot saat mendengar penuturan adik bungsu mereka.
Sedangkan anggota keluarga yang lainnya berusaha menahan tawa. Tidak untuk Agatha dan ketujuh putranya. Mereka masa bodoh.
PLETAK!
Evan dan Raffa memukul kening Darel dengan menggunakan sendok secara bersamaan.
"Aww." Darel meringis kesakitan sambil mengelus keningnya dengan kedua tangannya. "Kenapa kalian memukulku?"
"Pake nanya lagi. Kenapa juga kau menghina kami, hah?" tanya Evan dan Raffa bersamaan sambil memberikan tatapan horor pada adik mereka.
Darel pun berdiri dari duduknya, dengan alasan agar bisa menghindari dari kedua kakaknya itu.
"Siapa juga yang menghina kalian, Kak? Apa yang aku utarakan itu adalah kenyataannya? Coba lihat sendiri. Aku lebih tinggi dari pada Kak Evan. Dan aku lebih tampan dari pada Kak Raffa. Wajah kalian berdua juga tidak ada mirip-miripnya dengan Papa. Atau jangan-jangan Kak Evan keturunan kerdil dan Kak Raffa keturunan alien," jawab Darel yang berlahan-lahan mundur beberapa langkah untuk memudahkan dirinya berlari.
"Pa, Ma. Apa kalian yakin kalau Kak Evan dan Kak Raffa putra kalian?" tanya Darel.
Akhirnya tawa semua anggota keluarga, kecuali Agatha dan ketujuh putranya pecah.
"Hahahaha."
"Dareeellll!" teriak Evan dan Raffa bersamaan.
"Hahahahaha. Wajah kalian benar-benar jelek, Kak!" teriak Darel yang sudah berlari keluar rumah.
Sampai diluar, Darel meminta sopirnya untuk mengantarnya ke sekolah.
Lima menit kemudian salah satu dari mereka menyadari.
"Astaga," tiba-tiba Daffa teringat sesuatu.
"Ada apa, Daffa?" tanya Adelina.
"Bukannya yang akan mengantar Darel ke sekolah adalah Kak Nevan. Kak Nevan nya masih disini. Sedangkan Darel nya sudah berlari ke luar rumah," jawab Daffa.
Para kakaknya langsung berlari keluar. Dan saat sampai di luar rumah mereka tidak menemukan Darel.
"Kakak, bagaimana ini?" tanya Raffa.
"Aku akan menyusulnya!" seru Nevan, lalu bergegas menuju mobil miliknya.
"Evan, Raffa. Kalian bersiap-siaplah. Kakak akan mengantarkan kalian ke sekolah!" seru Arga.
"Baiklah, Kak!" Evan dan Raffa menjawabnya bersamaan.
***
Nevan sudah sampai di gerbang sekolah adik bungsunya. Nevan langsung bergegas turun dari mobilnya untuk mencari keberadaan adik bungsunya itu. Dirinya benar-benar takut terjadi sesuatu padanya. Secara adiknya itu tidak pernah pergi kemana-mana sendirian.
"Kamu dimana, Rel!" batin Nevan ketika pandangannya tidak menemukan keberadaan sang adik.
Lalu tiba-tiba ada yang menepuk bahunya dari belakang.
"Kak Nevan!" teriak Darel dari belakang sambil menepuk bahu sang kakak.
Nevan terkejut. Dan membalikkan badannya melihat sipelaku pemukulan tersebut. Nevan menatap horor adiknya itu. Sedangkan Darel hanya cengengesan tanpa dosa.
PLETAK!
Nevan melayangkan satu jitakan tepat di kening adiknya itu.
"Aww. Sakit, Kak!" Darel melayangkan protesnya dengan memanyunkan bibirnya.
"Salah sendiri. Siapa suruh pergi sendirian tanpa menunggu Kakak?" ucap Nevan.
"Aku kan juga tidak sadar Kak. Tahu-tahunya aku sudah tiba di sekolah. Lagiankan aku sudah besar. Aku sudah bisa pergi sendiri. Dan tidak perlu diantar jemput lagi," ucap Darel yang masih memanyunkan bibir.
Nevan yang melihat wajah sedih adiknya menjadi tidak tega. Kemudian tangannya terangkat mengelus kening yang menjadi korban jitakannya itu.
"Kakak tahu kalau kamu itu sudah besar. Tapi bagi Kakak dan kakak-kakakmu yang lainnya kamu itu adik kecil kami yang harus dilindungi dan dijaga. Sama seperti Evan dan Raffa. Kalian bertiga dalam pengawasan kami. Kami tidak ingin terjadi sesuatu pada kalian bertiga. Sekarang kamu masuklah ke kelas. Dan jangan pulang sendiri. Tunggu jemputan. Nanti yang akan menjemput kamu adalah Arga dan Daffa." Nevan berbicara dengan lembut pada adiknya.
"Baiklah, Kak!" Darel menjawab perkataan Kakaknya itu.
Setelah itu, Darel pun melangkahkan kakinya memasuki perkarangan sekolahnya.
"Darel," panggil Nevan.
Darel membalikkan badannya dan melihat kearah kakaknya itu. "Apa, Kak?"
"Kakak menyayangimu," ucap Nevan.
Darel tersenyum. "Aku juga menyayangi, Kakak!"
Setelah itu, Darel kembali melangkahkan kakinya menuju kelasnya.
Sedangkan Nevan masuk ke dalam mobilnya saat dipastikan sang adik benar-benar sudah berada di dalam sekolahnya.
^^^
Darel sudah di dalam kelas. Dan sudah duduk di kursi miliknya.
"Rel. Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Brian.
"Aku sudah baikan, Kak!"
"Kau yakin, Rel?" tanya Azri.
"Aku sangat yakin. Kalau tidak, mengapa juga aku masuk sekolah hari ini!"
"Kau itu kan orangnya keras kepala. Tidak bisa dilarang. Siapa tahu di rumahmu ada peperangan kecil antara kau dan kakak-kakakmu. Dan berakhir kau bisa masuk sekolah," ejek Kenzo.
Yang lainnya mengangguk membenarkan perkataan Kenzo.
"Aish! Jadi kalian tidak suka aku masuk sekolah?" tanya Darel dengan menatap horor teman-temannya.
"Yah, yah! Siluman kelinci kita marah," ledek Damian.
"Kalian benar-benar menyebalkan. Aku sakit, kalian tidak datang ke rumahku. Aku masuk sekolah, bukannya merindukanku, malah ngajak ribut." Darel menatap kesal sahabat-sahabatnya dan jangan lupa bibir yang dimanyun-manyunkan.
"Hahahaha." tawa mereka pun pecah. Mereka berhasil menjahili sahabat kelinci mereka.
"Kau lucu sekali, Rel!" ucap Gavin.
"Wajahmu itu imut dan menggemaskan kalau marah, Rel! Tidak terlihat seperti lagi marah," goda Evano.
"Ditambah lagi tu bibir yang dimanyun-manyunkan. Apa mau minta dicium, hum?" goda Farrel.
Lalu tiba-tiba, terdengar suara tepuk tangan dari kelompok COBRA.
PROK!
PROK!
PROK!
Hal itu sukses membuat Darel dan sahabatnya kaget.
"Wah, wah! Ada yang lagi senang-senang, nih!" Khary berbicara dengan nada mengejek.
"Kau benar, Khary. Sepertinya kita ketinggalan pestanya." Leo ikut mengejek Darel dan ketujuh sahabatnya.
"Hei, jangan mengganggu mereka. Tampaknya mereka lagi happy," ejek Fahry.
"Hahaha." tawa mereka.
"Mau apa kalian?!" bentak Brian.
"Memang kalian tidak punya pekerjaan lain, ya. Hobi sekali cari ribut," ucap Damian kesal.
"Begitulah kami," jawab kelompok Cobra bersamaan.
"Cih! Dasar pecundang kalian," umpat Evano.
BRAKK!
Lian, sang pemimpin langsung menggebrak meja dengan keras. Sampai beberapa murid di kelas terkejut.
"Apa yang kau katakan barusan, hah?!" bentak Lian.
"PECUNDANG." Damian mengulang ucapannya.
"Brengsek!" amuk Lian.
Lian menarik kerah seragam Damian, lalu melayang pukulannya ke wajah Damian, tapi dengan cepat tangannya ditahan oleh Darel.
"Kau...!!" ucap Lian saat melihat Darel yang menahan tangannya.
"Kenapa?" tanya Darel, lalu menghentak kuat tangan Lian. "Kalian datang kesini dan cari ribut. Kami diam saja. Saat salah satu teman kami menghinamu, kau marah dan ingin memukulnya. Yang benar saja. Yang salah siapa? Yang mukul siapa?" sindir Darel.
"Kau sudah berani padaku, hah!" bentak Lian.
"Aku tidak pernah takut pada siapa pun. Selama ini aku diam dan tidak pernah melawan kalian, dikarenakan aku menghargai kalian semua. Apa lagi ini di sekolah. Tujuan kita ke sekolah ini untuk belajar bukan untuk berkelahi." Darel menjawabnya dengan menatap tajam Lian Jevera.
Kelompok Cobra menatap tajam kearah Darel. Melihat kelompok cobra menatap tajam kearah Darel, bahkan mereka semua menyudutkan Darel. Sahabat-sahabatnya tidak tinggal diam, lalu mereka semua berdiri dan maju menantang kelompok kelompok cobra.
Kini kedua kelompok itu saling menatap. Tatapan mata mereka sama-sama tajam. Murid-murid yang lainnya tampak ngeri menyaksikan kedua kelompok tersebut.
"Ada apa ini? Kenapa pada berkumpul begini? Kalian mau berkelahi, ya? Kalau kalian mau berkelahi jangan disini, diatas ring sekalian. Disini tempatnya belajar!" teriak guru yang tiba-tiba datang memasuki kelas 10a.
Mendengar teriakan guru tersebut, mereka semua terkejut dan akhirnya membubarkan diri dan duduk di kursi masing-masing.
Sedangkan kelompok cobra kembali ke kelas mereka. Mereka berada di kelas 10c. Tapi salah satu dari mereka mengintip dari luar jendela dan pandangannya tertuju pada Darel.
"Awas kau, Darel Wilson. Aku tunggu kau di gerbang sekolah. Aku akan membalas perbuatanmu," batin Lian Jevera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 412 Episodes
Comments