Davian, Steven, Naufal sedang berada di perusahaan CJ Grup. Mereka bertiga tengah sibuk dengan pekerjaan mereka dan berada di ruangan mereka masing-masing.
Mereka bertiga bertanggung jawab atas perusahaan besar keluarga dibawah kepemimpinan adik mereka yaitu Darel Wison. Dikarenakan adik mereka masih sekolah, mereka yang menangani perusahaan tersebut.
Naufal sebagai yang termuda berniat untuk mengajak makan siang kedua kakaknya. Naufal pun memutuskan keluar dari ruangannya.
Kini Naufal sudah berdiri di depan ruangan kakak sepupunya, Steven.
TOK!
TOK!
CKLEK!
Naufal membuka pintu tersebut. Setelah itu, kakinya melangkah masuk.
"Kakak," panggil Naufal.
"Hei, Naufal! Ada apa, hum?" tanya Steven.
"Kakak sudah makan?" tanya Naufal.
"Eemm, belum." Steven menjawab.
"Kebetulan. Aku juga belum makan. Bagaimana kita makan siang bersama. Sekalian ajak, Kak Davian?" usul Naufal.
"Baiklah. Mari kita makan dan ajak Kak Davian bersama kita!" seru Steven
Setelah itu, mereka pun pergi menuju ruangan kerja Davian.
Steven dan Naufal sudah berada di depan pintu ruang kerja Davian. Tanpa basa-basi dan sopan santun, keduanya langsung membuka pintu ruangan Davian dan tak lupa suara teriakannya.
CKLEK!
"Kak Davian!" teriak Naufal dan Steven, dan mereka langsung memasuki ruangan kakak sepupunya itu.
Mendengar teriakan dari kedua adik sepupunya membuat Davian sukses terkejut.
"Dasar adik tidak tahu sopan-santun. Ketuk pintu dulu, kenapa? Jangan nyelonong begitu saja," ucap Davian kesal atas ulah keduanya.
"Hehehe." Mereka hanya cengengesan tanpa dosa.
"Ada apa kalian kesini?" tanya Davian, lalu menghentikan kegiatannya.
"Kami mau mengajak Kakak makan siang bersama," jawab Naufal.
"Kakak pasti belum makan siang kan?" tanya Steven.
"Belum," jawab Davian singkat.
"Bagaimana kalau kita makan siang bersama, Kak!" seru Naufal.
Davian menatap wajah kedua adik sepupunya itu. "Baiklah."
Akhirnya mereka pun memutuskan untuk makan siang bersama di sebuah cafe yang tak jauh dari perusahaan mereka.
***
Darel dan teman-temannya sudah berada di dalam kelas. Darel dan teman-teman sekelasnya baru saja selesai melakukan kegiatan praktek komputer mereka yang dilakukan di ruangan khusus komputer. Tinggal lima belas menit lagi bell pulang akan berbunyi.
Sambil menunggu bell pulang berbunyi. Darel dan ketujuh sahabatnya menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru mereka agar nanti di rumah, mereka tidak terlalu lelah dalam belajar. Mereka mengerjakan soal-soal itu secara bersama. Bukan nyontek atau nyalin. Tapi mereka bekerja sama dalam cara mencari jawabannya. Tepat bell pulang berbunyi, tugas mereka pun selesai.
"Akhirnya selesai juga tugasku!" seru Kenzo dan Gavin bersamaan.
Sedangkan yang lainnya hanya tersenyum melihat ulah kedua sahabatnya.
"Yuk, kita pulang!" ajak Azri semangat.
Mereka pun pergi meninggalkan kelas menuju gerbang sekolah. Sambil berjalan mereka terus berbincang-bincang.
"Rel. Hari ini siapa yang datang menjemputmu?" tanya Brian.
"Kak Arga dan Kak Daffa," jawab Darel.
"Wah. Tumben hari ini dua Kakak sekaligus menjemputmu. Biasa mereka datang sendiri-sendiri untuk menjemputmu!" seru Damian.
"Aku juga tidak tahu. Kak Nevan bilang begitu padaku," jawab Darel.
"Tapi kenapa mereka belum datang?" tanya Evano saat matanya tidak melihat keberadaan kakak-kakaknya Darel.
"Mungkin sebentar lagi," jawab Darel.
"Apa kau yakin akan menunggu mereka, Rel?" tanya Farrel.
"Aku yakin," jawab Darel lagi.
"Tapi sekolah sudah sepi, Rel! Kami tidak mau meninggalkanmu sendirian disini," ucap Gavin.
"Sudahlah. Kalian pulang saja. Kalian tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja disini." Darel berbicara sembari berusaha meyakinkan ketujuh sahabatnya itu.
"Kau pulang bersamaku saja ya, Rel! Sumpah! Aku benar-benar tidak ingin meninggalkanmu disini." Kenzo berucap dengan nada cemasnya.
"Yak! Kalian kenapa sih? Kenapa sikap kalian jadi lebay begini? Sudahlah. Kalian pulang saja. Aku tidak apa-apa sendirian disini." Darel masih terus meyakinkan ketujuh sahabatnya.
Akhirnya mereka pun pasrah akan sikap Darel dan memutuskan untuk pulang dan meninggalkan Darel sendiri di gerbang sekolah.
Sedangkan Darel tersenyum bahagia melihat perhatian ketujuh sahabatnya itu.
"Terima kasih atas perhatian kalian," batin Darel tersenyum.
Sudah sepuluh menit Darel menunggu jemputan. Tapi kedua kakaknya itu belum datang juga.
"Kenapa mereka belum datang juga. Biasanya mereka selalu ontime menjemputku. Aku belum keluar kelas saja mereka sudah menunggu di luar gerbang sekolah," batin Darel.
"Semoga tidak terjadi apa-apa pada mereka di jalan." monolog Darel.
Lalu tiba-tiba Darel dikejutkan oleh kedatangan tiga pemuda yang tidak dikenalnya.
"Hei, anak manis! Kok sendirian? Lagi menunggu seseorang ya?" tanya salah satu pemuda itu yang tangannya berani menyentuh dagu Darel. Dan Darel dengan sigap berhasil mengelak.
"Lihatlah. Dia sok jual mahal," ejek pemuda itu. Sedangkan yang lainnya tertawa. "Hahaha."
Lalu ketiga pemuda itu berlahan mendekati Darel. Dan hal itu sukses membuat Darel melangkah mundur.
"Mau apa kalian?"
"Kami hanya ingin bermain-main sebentar denganmu manis. Sepertinya mencicipi sedikit tubuhmu ini, kau tidak akan keberatankan?" tanya pemuda yang lainnya.
Darel terus melangkah mundur dan akhirnya punggungnya menabrak sesuatu.
"Kena kau, Darel Wilson!" seru orang yang berada di belakangnya.
Darel membelalakkan kedua matanya saat mendengar suara orang itu. "Lian Jevera," batin Darel.
Orang itu memegang kuat tangan Darel ke belakang sehingga membuat Darel meringis.
"Aakkhh."
"Kau tidak akan bisa pergi ke mana-mana lagi, Darel! Kau sudah terkepung. Mereka adalah orang-orangku," ucap Lian.
Ketiga pemuda tersebut sudah berdiri di depan Darel. Salah satu pemuda itu mendekat kepada Darel, lalu dirinya mendekatkan wajahnya ke wajah Darel.
Detik kemudian matanya beralih ke bibir milik Darel yang berwarna merah. Saat pemuda itu ingin mengecup bibirnya. Darel langsung meludahi wajah pemuda tersebut.
CUIH!
Darel meludah tepat di wajah pemuda tersebut. Dan membuat pemuda itu marah.
"Brengsek! Beraninya kau meludahiku!" bentak pemuda itu.
"Kenapa? Mau lagi?" tantang Darel.
PLAKK!
Pemuda itu menampar dengan keras wajah Darel sampai meninggalkan bekas di wajah putih mulusnya.
"Aakkhh." Darel merasakan sakit dan panas di wajahnya.
"Itu akibatnya kalau kau melawan!" hardik pemuda itu.
Pemuda itu tetap bersikeras dan bernafsu ingin mencium bibir Darel dengan sedikit ancaman. Pemuda itu mengeluarkan pisau lipatnya, lalu mengarahkan ke leher pemuda manis yang ada di hadapannya.
"Kalau kau berusaha bergerak, maka pisau ini akan melukai lehermu, manis."
Pemuda itu kemudian kembali mendekatkan bibirnya ke bibir Darel dan hendak menciumnya, tapi bukan Darel namanya yang harus pasrah dan takut akan ancaman pemuda tengil di depannya ini. Dirinya tidak peduli pisau itu sudah menyentuh kulit lehernya. Yang dipedulikannya saat ini adalah harga dirinya.
Ketika bibir pemuda itu sudah hampir menyentuh bibirnya. Darel langsung menggerakkan kepalanya ke samping dan hal itu mengakibatkan goresan pada kulit lehernya.
"Aakkhh." Darel dapat merasakan sakit di bagian lehernya dan air matanya pun jatuh membasahi pipinya.
"Sialan. Ternyata pemuda manis ini nekat juga. Aku pikir dia akan takut dan pasrah saat aku mengancamnya," batin pemuda tersebut.
"Jangan pedulikan dia. Lakukan saja. Kapan lagi kita akan bersenang-senang dengan pemuda tampan, manis dan juga cantik seperti dia ini," tutur temannya yang sudah tidak tahan untuk cepat-cepat menyentuhnya.
Mereka bertiga menarik paksa tubuh Darel dari Lian. Lian dengan senang hati melepaskannya karena memang itu tujuannya.
Mereka menghempaskan tubuh Darel ke dinding. Sedangkan Lian hanya tersenyum bahagia menyaksikan pertunjukkan mereka berempat.
Tanpa disadari oleh Lian, ada dua pemuda yang sedang berjalan menuju kearahnya. Kedua pemuda itu adalah Arga Wilson dan Daffa Wilson, kedua kakak kandung Darel Wilson.
Arga dan Daffa melihat kearah Lian yang sedari tadi tatapan matanya hanya fokus ke depan. Arga berusaha melihat apa yang dilihat oleh Lian.
Tiba-tiba Arga membulatkan kedua matanya saat melihat adik bungsunya sedang dikeroyok oleh tiga pemuda. Dan tanpa pikir panjang lagi, Arga berlari menuju sang adik.
Tinggallah Daffa sendirian. Dan Daffa melihat kearah Lian.
"Kau!" ucap Daffa yang tangannya menepuk kuat bahu Lian. Hal itu sukses membuat Lian terkejut.
"Kenapa kau masih berada disini? Seharusnya pelajar sepertimu sudah pulang dari tadi dan kenapa wajahmu kelihatan bahagia?" tanya Daffa yang menatap tajam kearahnya. Lian hanya terdiam dan tidak tahu harus menjawab apa.
"Brengsek! Apa yang kalian lakukan pada adikku?!" teriak Arga saat melihat adik bungsunya yang mati-matian melawan ketiga pemuda brengsek tersebut.
Arga secara membabi buta menyerang ketiga pemuda tersebut. Sedangkan Darel langsung jatuh merosot lemah ke tanah. Dengan tangan memegang lehernya.
BUGH! DUUAAGGHH!
BUGH! DUUAAGGHH!
Arga memukul bahkan menendang ketiga pemuda itu tanpa ampun. Arga menghampiri pemuda yang dilihatnya hampir ingin melecehkan adiknya dan menarik kasar rambutnya pemuda itu.
"Berani sekali kau menyentuh adikku, hah! Kau pikir kau siapa? Beraninya kau melakukan hal itu padanya!" bentak Arga.
Arga tanpa peri kemanusiaan langsung mematahkan tangan pemuda itu. Tangan yang sudah berani menyentuh adiknya.
KREK!
"Aaaaaakkkkkhhhh!" teriak pemuda itu saat tangannya dipatahkan oleh pemuda di depannya.
"Itu hukuman untukmu," ucap Arga.
Sedangkan disisi lain, Lian bergidik ngeri mendengar suara teriakan dari tiga orang-orang suruhannya.
Saat Lian ingin pergi, tangan Daffa sudah terlebih dahulu mencekalnya.
"Mau kemana, hum?" tanya Daffa dengan senyuman menyeringainya.
"Aku... Aku mau pulang," jawab Lian gugup.
"Kenapa buru-buru? Kita belum mulai permainannya," saut Daffa.
"Ach, Maaf, Kak! Aku harus pulang," ucap Lian lagi.
"Siapa namamu?" tanya Daffa.
Lian hanya diam. Dan tidak berniat menjawabnya.
"Aku bertanya padamu brengsek! Siapa namamu!" bentak Daffa.
"Lian Jevera," jawab Lian.
"Kau sekolah disini?" tanya Daffa lagi.
"I-iya," jawab Lian gugup.
"Kelas berapa?"
"Kelas 10c!"
"Eeemmm. Anak ini beda kelas dengan Darel. Tapi kenapa dia tidak suka dengan Darel? Bahkan dia sangat bahagia melihat Darel dikeroyok!" batin Daffa.
"Kau dengar aku baik-baik. Hari ini aku melepaskanmu kali ini. Tapi kalau sampai aku mengetahui, kau terlibat dalam masalah ini. Aku bisa pastikan, kau dan keluargamu akan mendapatkan masalah besar karena sudah berani bermain-main dengan keluarga Wilson." Daffa berucap dengan nada ancaman.
Setelah itu, Daffa melepaskan tangannya dari tangan Lian, lalu Daffa pun menyusul Arga ke dalam sekolah.
Setelah puas menghajar ketiga pemuda brengsek tersebut. Arga menghampiri adiknya. Dan dia terkejut saat melihat adiknya sudah terduduk lemah di tanah dengan wajah yang pucat.
"Darel!" teriak Arga dan langsung berlari menuju adiknya.
Saat sudah didekat adiknya, Arga langsung memeluk sang adik.
"Darel. Apa kau baik-baik saja, hum?" tanya Arga panik.
"Aku baik-baik saja, Kak! Hanya leherku yang sedikit sakit," lirih Darel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 412 Episodes
Comments