Seketika senyumannya itu luntur dari bibir manisnya. Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Hal itu membuat para kakak-kakaknya menjadi khawatir. Mereka semua pun mengerubungi sang adik.
"Hei, ada apa? Kenapa kamu nangis?" tanya Davian yang gemas melihat adiknya ketika sedang menangis. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut sang adik.
"Darel," panggil Daffa.
"Kakak. Apa kalian akan membenciku? Apa kalian akan meninggalkanku? Apa kalian akan marah padaku kalau aku menerima kepu-tusan ka-kek?" tanya Darel yang menundukkan kepalanya.
Para kakak-kakaknya terdiam mendengar rentetan pertanyaan dari adik bungsu mereka.
"Sebegitu takutkah adikku untuk menerima keputusan dari kakek," batin mereka masing-masing.
"Hiks.. jangan pernah meninggalkanku, Kak! Jangan pernah membenciku.. Hiks!"
Davian langsung menarik tubuh adik bungsunya ke dalam pelukannya dan memberikan kecupan di keningnya.
"Kakak tidak akan pernah meninggalkanmu. Selamanya Kakak akan selalu menemanimu. Dan selamanya Kakak akan menyayangimu!"
Darel mendongakkan wajahnya dan menatap manik hitam milik Kakak tertuanya.
"Benarkah, Kakak?" tanya Darel. Davian mengangguk sebagai jawaban.
Darel beralih menatap satu persatu wajah kakak-kakaknya yang lain. Mereka yang mengerti arti tatapan dari sibungsu, menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Kita akan selalu bersama. Dan tidak akan pernah berpisah, kecuali Tuhan sudah mentakdirkan kita untuk berpisah," tutur Nevan, Kakak keduanya.
"Lebih baik sekarang kita temui Kakek. Kasihan kalau Kakek nungguin kamu kelamaan," ucap Davian.
***
Arvind, Adelina dan anggota keluarganya sudah berkumpul di ruang tengah.
"Jadi Darel ingin berbicara denganku, Arvind?" tanya Antony.
"Benar, Pa!" jawab Davian.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Antony.
"Kondisinya sudah tidak apa-apa? Walau Darel sempat mengeluh pusing di kepalanya," jawab Arvind.
"Tapi Darel baik-baik saja kan, Kak Arvind?" tanya Evita.
"Ya, Evita. Darel baik-baik saja."
"Alah. Caper banget jadi anak. Dasar bocah sialan," batin Agatha.
"Maafkan kami, Kek! Kami terlambat!" seru Nevan yang datang bersama saudara-saudaranya yang lain.
"Tidak sayang. Kalian tidak terlambat. Ayo, duduk!" kata Salma, sang Bibi.
Davian dan adik-adik pun menduduki pantatnya di sofa.
"Darel," panggil Antony.
Darel menoleh. "Ya, kek!"
"Duduk disini dekat Kakek." Antony menepuk-nepuk sofa di sampingnya.
Darel memperhatikan satu persatu anggota keluarganya, lalu kembali menatap kakeknya.
"Ma-maafkan aku, Kek! Aku duduk disini saja bersama Mama dan Papa," jawab Darel.
Antony mengerti atas sikap cucu bungsunya, kemudian dirinya tersenyum. "Tidak apa-apa? Kakek mengerti! Apa keputusanmu, sayang? Apakah kamu akan menerimanya atau tidak?" tanya Antony.
Darel masih diam. Ada sedikit keraguan dan ketakutan dalam dirinya. Adelina yang menyadari sikap putra bungsunya, berlahan menggenggam tangannya.
"Darel. Terimalah keputusan dari Kakek. Kakak mempercayaimu," ucap Steven.
"Ya, Rel! Kakak juga mempercayaimu," kata Naufal Jecolyn.
"Kau tidak perlu khawatir dan juga takut. Kami tidak akan pernah membencimu. Kalau kami membencimu, berarti kami juga membenci Kakek," ucap Gilang Jecolyn.
"Apapun yang terjadi kau adalah adik kami!" seru Dhafin.
Semuanya mengangguk tanda setuju, kecuali Agatha dan ketujuh putranya.
Darel menggenggam kuat tangan ibunya. Adelina yang merasakan tangannya di genggam begitu kuat oleh putranya langsung membisikkan kata penenang. "Lakukan sesuai kata hatimu, sayang."
"Aku.. aku mau menerimanya, Kek!" Darel menjawabnya dengan mantap.
"Baiklah! Dikarenakan Darel sudah mau menerimanya. Jadi malam ini Papa menyerahkan semua tanggung jawab Papa kepada Darel. Darel yang akan menggantikan posisi Papa. Baik di rumah maupun di Perusahaan. Dikarenakan umurnya Darel masih 18 tahun. Papa akan tunjuk Davian Wilson, Steven Wilson dan Naufal Jecolyn untuk mendampingi Darel sampai Darel berumur 20 tahun. Dan untukmu Darel. Terima kasih sudah mau menerima keputusan Kakek. Kakek sangat yakin di tanganmu, keluarga ini akan hidup dengan baik. Dan untuk kalian semuanya. Jangan salah paham kepada Kakek. Apa yang Kakek lakukan ini demi kalian juga? Kakek sudah menceritakan semuanya pada Darel dan Kakek meminta pada Darel untuk merahasiakannya. Sampai saat waktunya tiba, kalian semua akan mengetahuinya. Kakek menyayangi kalian. Percayalah!" Antony Wilson berucap sembari menatap satu persatu cucu-cucunya.
"Pa! Tidak bisa begitu. Papa tidak bisa melakukan itu pada kami. Papa dengan seenaknya memberikan hak sepenuhnya pada anak sialan itu, lalu bagaimana nasib putra-putra kami?!" bentak Agatha.
"Jangan mulai lagi, Agatha! Apa tamparanku kemarin belum bisa membuatmu sadar akan statusmu dikeluarga ini." Arvind berbicara dengan keras dan penuh penekanan.
Seketika Agatha menutup mulutnya dan mengumpat dalam hati.
"Brengsek kau Arvind," batin Agatha.
"Keputusanku sudah bulat, Agatha! Kalau kau tidak setuju, silahkan pergi dari rumah ini dan bawa anak-anakmu," ucap Antony.
Darel sudah mulai jengah dengan situasi sekarang ini. Ditambah lagi dirinya merasakan sakit di kepalanya. Dan tiba-tiba saja Darel menjatuhkan kepalanya di bahu Adelina, ibunya. Sontak membuat Adelina terkejut.
"Darel, kenapa sayang?" tanya Adelina.
"Kepalaku sakit," lirih Darel pelan dan masih bisa didengar oleh ibunya
"Ya, sudah! Kalau begitu kita ke kamar sekarang," ucap Adelina.
Adelina membantu putranya berdiri. Tapi saat Darel sudah berdiri, tiba-tiba tubuh lemahnya jatuh di pangkuan ibunya.
"Darel!" teriak Adelina sambil mengelus wajah putranya.
"Darel," panggil para kakaknya.
"Cih. Dasar lemah," kata Aldan.
"Kenapa tidak mati sekalian. Menyusahkan saja," ujar Rayyan kasar
"Apa yang kau katakan, hah?!" amuk Vano dan ingin menghajar Rayyan tapi dihalangi oleh Daffa.
"Sudahlah, Vano! Ngapain kita buang-buang energi melawan mereka. Percuma! Tidak ada gunanya. Lebih baik kita urus Darel. Itu yang penting," bujuk Daffa
Davian mengambil alih tubuh adiknya dan langsung menggendong adik bungsunya dan membawanya ke kamar.
^^^
Saat setelah tiba di kamarnya, Davian membaringkan Darel di tempat tidur secara berlahan, lalu kemudian menyelimuti adiknya.
"Biarkan Darel istirahat. Mungkin kepalanya sakit lagi," ucap Arvind.
"Istirahatlah sayang. Papa menyayangimu," ucap Arvind, lalu mengecup kening putranya dan mereka meninggalkan putranya sendiri di kamarnya.
***
Keesokkan paginya, semua anggota keluarga telah berkumpul untuk melakukan aktivitas pagi mereka yaitu sarapan pagi. Hanya Darel yang belum bergabung disana.
"Adik kalian belum bangun?" tanya Adelina.
"Sepertinya belum, Ma!" Andre yang menjawabnya.
"Biarkan aku yang membangunkan sikelinci buntel itu," sela Raffa.
"Kau yakin akan membangunkan siluman kelinci itu. Aku takutnya malah akan terjadi perang mulut antara kau dan Darel. Ditambah lagi dengan teriakan nyaring dari Darel," ejek Evan.
"Lihat saja. Kali ini aku bisa membangunkan siluman kelinci itu tanpa terjadinya perang dan teriakan darinya," ucap Raffa mantap.
"Oke," tantang Evan.
"Kakak akan berikan hadiah kalau kau berhasil membangunkan sikelinci buntel itu tanpa perang dan teriakannya," ucap Nevan.
"Benarkah, Kak?" tanya Raffa.
"Eeemm," jawab Nevan.
"Baik. Kalian lihat saja!" seru Raffa.
^^^
Setelah itu, Raffa langsung pergi menuju kamarnya Darel yang berada di lantai dua.
Raffa sudah berada tepat di depan pintu kamar Darel, adik bungsu kesayangannya. Raffa langsung memutar knop pintu tersebut karena memang pintu kamar adiknya tidak di kunci.
CKLEK!
Raffa sudah berada di dalam kamar Darel. Dapat Raffa lihat adiknya yang masih terlelap. Raffa berada di samping tempat tidur Darel.
"Hei, Darel. Bangunlah sudah pagi," ucap Raffa sambil mengelus rambut adiknya, tapi sang adik tidak terusik sama sekali dan makin terlelap dalam tidurnya.
"Aish. Ini anak makin enak saja tidurnya," kesal Raffa.
Raffa mendekatkan wajahnya ke telinga Darel. "Hei, kelinci buntel kesayangan Kakak. Bangunlah sekarang juga. Atau Kakak akan mengacak-acak isi kamar kami ini," ucap Raffa.
Darel seketika langsung bangun dari tidurnya dan memposisikan dirinya menjadi duduk. Raffa tersenyum karena dirinya berhasil membangunkan sikelinci buntelnya. Tapi sayangnya, Darel bukannya bangun, melainkan dirinya masih belum bangun. Darel tertidur dalam keadaan duduk.
"Yaahh! Bukannya bangun malah tidur lagi nih bocah," kesal Raffa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 413 Episodes
Comments