Masih suasana di meja makan dan suasana makin tegang dimana putra sulung dari Arvind Wilson begitu marah akan sikap Bibi dan ketujuh saudara sepupunya.
Davian benar-benar tidak bisa lagi menahan kesabaran ketika mendengar adik dan ibunya dihina serta dibentak. Davian menatap nyalang kearah Agatha serta Dirga dan adik-adiknya.
"Tutup mulutmu wanita sialan. Jangan pernah kau berani membentak ibuku atau menghina adikku. Bagaimana pun juga ibuku lebih tua darimu? Dia istri dari Arvind Wilson, putra tertua dari Antony Wilson. Kami sudah cukup sabar selama ini. Kami selalu menghormatimu. Tapi kalau seperti ini, rasa hormat kami sudah tidak ada lagi untukmu!" teriak Davian sambil menunjuk-nunjukkan jarinya ke wajah Agatha.
"Davian, jaga ucapanmu. Dia itu bibimu!" bentak William Wilson.
"Maaf Paman! Sebelum Paman menyuruhku untuk menjaga ucapanku. Terlebih dahulu Paman harus menyuruh wanita tidak tahu diri itu untuk jaga ucapannya. Apalagi pada ibu dan adik-adikku. Paman sedari tadi hanya diam saja saat wanita itu berbicara seenaknya pada ibu dan adikku. Dan disaat aku berbicara kasar padanya. Paman memarahiku," jawab Davian ketus.
"Davian, kau...!" teriak William, lalu mengangkat tangannya untuk menampar Davian.
"Kenapa? Paman mau menamparku. Paman tidak punya hak untuk menamparku. Ayah kandungku belum pernah sekali pun main tangan padaku. Dan Paman ingin main tangan padaku. Coba saja kalau berani. Aku Davian Wilson tidak akan tinggal diam. Aku akan membalas siapa pun yang berani menyakitiku dan keluargaku. Sekali pun orang itu adalah keluargaku sendiri. Selama Paman tidak bisa mendidik istri dan anak-anak paman, jangan pernah paman mencoba untuk mengajariku atau menasehatiku, apalagi menasehati adik-adikku." Davian berbicara dengan keras sambil menatap tajam William.
William langsung terdiam ketika mendengar ucapan ketus dan juga bentakkan dari Davian.
"Papa lihat. Ini yang kami takutkan. Dari awal kami tidak berniat untuk datang ke rumah ini, tapi papa tetap memaksa kami dan memohon pada kami. Apa Papa akan diam saja melihat keluarga papa diperlakukan seperti ini? Papa itu adalah anak tertua dikeluarga ini. Papa harus bisa bertindak tegas. Jangan diam saja, Pa!" tutur Nevan.
"Dan untuk kalian berdua Dzaky dan Aldan. Baiklah kalau kalian tidak mau mengaku atas apa yang sudah kalian lakukan pada adikku Darel. Aku tidak akan mempermasalahkannya. Tapi aku akan membawa masalah ini ke pihak yang berwajib untuk membantu masalah ini. Sudah cukup kalian selalu menyakiti adik kami. Jadi, biar polisi saja yang akan turun tangan dan bertanya pada kalian." Vano berucap dengan senyuman evilnya di sudut bibirnya.
"Apa maksudmu, Vano?" tanya William, sang Paman.
"Maksudku adalah aku akan menunjukkan sebuah video tentang apa yang sudah dilakukan oleh kedua putra Paman yang tidak tahu diri itu. Dan kali ini aku tidak akan main-main," jawab Vano santai.
"Alah! Paling-paling bohongan. Bilang saja kalian mau kedua putraku mengakukan?" ucap Agatha ketus.
"Hahahahaha!" Vano tertawa keras. "Apa yang baru kau katakan, Nyonya Agatha. Bohongan? Jadi Nyonya Agatha menantangku, ya. Baik kalau begitu. Sekarang coba kau lihat baik-baik ini, Nyonya," ucap Vano dan langsung memperlihatkan video tersebut.
Semuanya menyaksikan video itu. Agatha, William dan ketujuh putra-putranya terkejut. Mereka terdiam dan tidak berkutik sama sekali. Apalagi Agatha, diri bungkam seribu bahasa.
"Apa Nyonya Agatha masih berani melawan saya, hum?" tanya Vano sembari menyindir
"Bawa saja masalah ini ke polisi, Kak Vano. Aku sudah muak dan juga jijik melihat kelakuan mereka semua," ucap Raffa.
"Sudahlah, Pa! Kita pulang sekarang. Dan video yang ada di tangan Vano kita bawa ke kantor polisi saja. Makin lama disini, aku bisa gila. Dan bisa-bisa akan ada pertumpahan darah!" seru Davian.
"Baiklah, kita pulang sekarang!" jawab Arvind.
Arvind, Adelina dan putra-putrnya beranjak dari duduknya. Ketika mereka hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba tangan Arvind ditahan oleh Antony, sang Ayah.
"Jangan pergi Arvind. Papa mohon, jangan pergi." Antony berucap dengan lirihnya.
Arvind yang melihat wajah sedih ayahnya menjadi tidak tega. Begitu juga dengan Davian serta adik-adiknya. Mereka kasihan melihat sang Kakek.
Arvind menatap wajah Davian dan Nevan putra pertamanya dan putra keduanya secara bergantian.
Davian dan Nevan yang ditatap oleh ayahnya menjadi sedih. Kemudian mereka berdua mengangguk.
Arvind tersenyum ketika melihat kedua putra tertuanya memberikan izin kepadanya.
"Baik, Pa. Aku, Adelina dan putra-putraku akan tetap disini," jawab Arvind. Antony tersenyum bahagia ketika mendengar jawaban dari putra sulungnya.
"Terima kasih, sayang." Antony berucap lembut, lalu Antony menatap satu persatu anggota keluarganya. "Dan untuk kalian semua. Tunggu Papa di ruang tengah. Ada hal penting yang ingin Papa sampaikan pada kalian semua, termasuk cucu-cucu Papa!"
"Apa yang ingin dibicarakan oleh situa bangka ini," batin Agatha.
^^^
Mereka semua telah berkumpul di ruang tengah setelah terjadi perang mulut di meja makan.
"Sebenarnya apa yang ingin papa bicarakan pada kami?" tanya Evita.
"Ini ada hubungannya dengan kalian semua," jawab Antony sembari menatap wajah anak-anaknya, menantunya dan cucu-cucunya. Dan pandangan Antony berakhir kearah Dirga dan Marcel.
"Ya, sudah. Langsung saja. Papa mau bicara apa? The point saja tidak usah berbelit-belit. Ribet amat sih," ucap Agatha ketus.
"Agatha! Jaga kata-katamu. Dia itu Papaku. Papa dari suamimu. Mana sopan-santunmu berbicara sama orang yang lebih tua darimu. Wajar saja kelakuan anak-anakmu menjijikan. Sedangkan kau saja kelakuan dua kali lipat menjijikan," ucap Evita emosi.
"Evita, jaga ucapanmu. Kau jangan bicara seperti itu pada Agatha. Dia adalah kakak iparmu," ujar William.
"Kenapa, Kak? Tidak terima aku bersikap kasar pada istrimu. Istrimu selalu bersikap kasar pada Papa, bersikap kasar padaku adikmu, bersikap kasar pada Kak Adelina, istri dari Kakakmu sendiri. Dan Kakak hanya bisa diam. Sekarang saat aku bersikap kasar pada perempuan ini, Kakak baru buka mulut. Cih!! Selama perempuan ini tidak bisa menghormati orang-orang yang ada di rumah ini, jangan harap aku akan menghormatinya," ucap Evita.
"Sudah, CUKUP! Kalian semua sangat-sangat menjijikan! Kalian sama sekali tidak menghargai Papa sebagai orang tua kalian. Papa sudah muak melihat kelakuan kalian, terutama kau Agatha. Papa sudah cukup sabar selama ini melihat kelakuanmu. Dan kau William!! Sebagai laki-laki jangan diam saja. Kau harus tegas. Kau adalah seorang suami dan juga seorang Ayah. Didik mereka dengan benar. Kau menulikan telingamu saat istri dan anak-anakmu bersikap kasar, tapi kau bisa mendengar saat istri dan anak-anakmu disakiti. Apakah otakmu sudah dicuci oleh istrimu ini?!" bentak Antony.
"Papa, jaga bicaramu. Jangan seenaknya menuduhku!" bentak Agatha.
BRAAKK!
PRANG!
Arvind tiba-tiba memukul meja dengan sangat keras sehingga membuat kaca meja itu pecah dan mengakibatkan tangannya terluka dan banyak mengeluarkan darah. Tapi Arvind tidak memperdulikannya. Mereka yang melihat hal itu sontak terkejut. Mereka semua yang ada di ruang tengah itu bergidik ngeri.
Arvind berdiri dari duduknya, lalu menghampiri Agatha dengan tatapan matanya yang tajam.
Detik kemudian...
PLAAKK!
"Aakkhhh." Agatha merasakan panas di wajahnya dan juga bibirnya yang berdarah akibat tamparan Arvind yang tak main-main.
Melihat apa yang dilakukan oleh Arvind membuat mereka semua ketakutan, terutama William. William tidak berani menatap wajah kakaknya itu.
"Berani-beraninya kau membentak Papaku, Agatha. Kau bukan siapa-siapa dikeluarga ini? Kau bisa menikah dengan adikku, William Wilson itu karenaku. Kalau aku mau, hari ini aku bisa buat adikku menceraikanmu!" bentak Arvind.
Agatha dan ketujuh putra membelalakkan mata mereka. Mereka sangat terkejut mendengar ucapan dari Arvind. Bahkan mereka juga ketakutan ketika melihat wajah Arvind ketika marah.
"Kau masih ingatkan saat kau berpacaran dengan adikku? Bagaimana aku dan Sandy tidak merestui hubungan kalian? Dikarenakan kami sangat menyayangi William, makanya kami merestui hubungan kalian berdua. Jadi kau harus sadar diri berada di rumah ini!" bentak Arvind yang sudah tersulut emosi.
"Selama ini aku sudah cukup sabar melihat kelakuanmu dan ketujuh putra-putramu itu. Aku diam dan berusaha menahan kesabaranku ketika kau menghina putra bungsuku, bersikap kasar pada istriku. Dan kali ini kesabaranku meluap karena kau sudah berani berbicara kasar dan berani membentak Papaku. Selama aku hidup, aku belum pernah sekali pun membentaknya. Tapi kau hanya orang luar, sudah berani membentak Papaku. Kau pikir.. kau itu siapa, hah?!" bentak Arvind.
Semua orang yang ada di ruang tengah tersebut bungkam, tak terkecuali Agatha. Bahkan William sedari tadi pun tidak berani menatap wajah kakaknya.
Arvind melayangkan tangannya ke udara hendak menampar Agatha kembali, namun tangannya terhenti ketika seseorang memeluknya dari belakang.
GREP!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 412 Episodes
Comments
Aman 2016
mantab Thor lanjut
2024-06-22
0