Darel sekarang sudah berada di rumahnya, tepatnya di kamar kesayangannya. Sudah tiga hari setelah paska kecelakaan yang menimpanya. Darel sudah dinyatakan sembuh, walau Darel masih suka merasakan sakit di kepalanya.
Saat ini Darel sedang berdiri di balkon kamarnya. Dan tanpa disadarinya semua kakak-kakaknya sudah berada di dalam kamarnya.
"Sepertinya pemandangan diluar itu lebih bagus dari pada pemandangan di dalam kamarmu ini, Rel!" seru Davian.
Mendengar suara Kakak tertuanya hal itu sukses membuat Darel terkejut, lalu Darel membalikkan badannya. Dan dapat dilihat olehnya, semua kakak-kakaknya sudah berada di dalam kamarnya.
"Kakak," ucap Darel.
Sedangkan mereka semua hanya tersenyum melihat wajah tampan sang adiknya.
"Kamu sedang melihat apa sih diluar? Bisa-bisanya kedatangan kami saja, kamu tidak menyadarinya?" tanya Daffa.
"Aku hanya melihat bintang yang bersinar cerah di langit Kak Daffa. Mereka semua tampak indah," jawab Darel dengan senyuman manisnya.
"Tapi di luar dingin, Rel! Kamu itu baru pulih dari kecelakaan. Kakak tidak mau kamu kenapa-kenapa," ucap Ghali.
"Oh ya! Apa kamu masih merasakan sakit di kepala, hum?" tanya Nevan.
"Untuk hari ini aku tidak merasakannya, Kak!" Darel menjawab dengan jujur.
"Syukurlah. Kamu harus banyak istirahat, oke!" Nevan tersenyum menatap wajah tampan adiknya.
"Baik, Kak!" Darel menjawabnya dengan lembut.
Darel melangkahkan kakinya menuju tempat tidurnya. Setelah berada di dekat tempat tidurnya. Darel langsung menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur tersebut. Pandangannya tertuju ke langit-langit kamarnya.
"Kakak," panggil Darel dengan tatapan matanya masih fokus ke langit-langit kamarnya.
Mendengar sibungsu memanggil, para kakak-kakaknya pun mengerubungi tempat tidur miliknya. Ada yang duduk di sofa, ada yang naik ke tempat tidurnya, lalu duduk dan mengapit dirinya.
"Ada apa, hum? Apa ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Andre yang duduk di samping Darel dan tangannya mengelus rambutnya yang tiduran di tempat tidur.
Darel menolehkan wajahnya melihat kearah Andre dan kembali melihat ke langit-langit kamarnya.
"Aku merasa kecelakaan yang menimpaku itu disengaja!"
Mereka semua menatap Darel. "Apa maksudmu, Rel?" tanya Vano penasaran dengan ucapan adiknya.
Darel bangun dari tidurnya dan menatap satu persatu wajah-wajah kakaknya yang juga menatapnya.
"Saat kecelakaan itu terjadi. Aku sempat melihat kearah mobil itu. Dan aku yakin saat itu posisiku dibilang masih ditepi dan belum berada ditengah sama sekali. Tapi mobil itu melaju sangat kencang dan memang sengaja mengarah padaku. Seharusnya kan mobil itu di posisi kanan dan aku di posisi kiri. Justru mobil itu berada diposisi kiri juga," tutur Darel saat mengingat kejadian naas itu.
"Apa kamu yakin?" tanya Davian yang berpindah duduk di samping adik bungsunya.
"Aku yakin, Kak! Saat kecelakaan itu aku berusaha untuk menghindar. Tapi tiba-tiba kepalaku sakit dan penglihatanku buram. Makanya mobil itu berhasil menabrakku," jawab Darel.
"Brengsek! Kalau memang apa yang dikatakan Darel itu benar? Ada orang yang berusaha membunuh Darel. Aku tidak akan membiarkan orang itu hidup," batin Davian.
"Kalau sampai aku menemukan orang itu. Akan aku habisi dia," batin Vano.
"Kak Davian," panggil Darel.
"Hm," jawab Davian.
"Apa orang itu berniat ingin membunuhku? Kalau iya? Apa salahku, Kak? Kalau misalkan orang itu tahu aku masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana, Kak? Pasti orang itu akan terus mengincarku dan tidak akan membiarkanku hidup." Darel berbicara dengan air matanya yang air matanya sudah mengalir deras di pipinya.
Semua kakak-kakaknya tidak tega melihatnya. Mereka ikut menangis melihat adik kesayangan mereka yang menangis. Hati mereka sakit saat mendengar penuturan dari sang adik.
Davian menarik tubuh adiknya ke dalam pelukannya.
"Kamu tidak perlu khawatir. Semuanya akan baik-baik saja. Ada Kakak disini dan juga kakak-kakakmu yang lainnya. Kami semua akan menjagamu."
"Hiks.. Tapi aku tidak mau kalian terluka, Kak! Aku tidak mau orang itu menyakiti kalian. Dan aku juga tidak mau hanya gara-gara melindungiku kalian semua terluka.. Hiks." Darel terisak.
Nevan menarik tubuh Darel yang dipeluk oleh Davian dengan lembut.
"Lihat Kakak, Rel!" Nevan berucap. Darel pun melihat wajah Kakak keduanya itu.
"Dengarkan Kakak. Kakak akan lakukan apa saja untukmu? Sekalipun nyawa kakak taruhannya. Kamu adalah adiknya Kakak. Adik kesayangan Kakak. Sama seperti kedua kakakmu, Evan dan Raffa. Kita ini bersaudara dan sudah tanggung jawab kita semua untuk saling melindungi," tutur Nevan.
Lalu kakak-kakaknya yang lainnya mendekat padanya dan memberikan kekuatan dan dukungan padanya.
"Apa yang dikatakan oleh Kak Nevan benar, Rel! Kita ini bersaudara. Dan tugas kita adalah saling membantu satu sama lainnya. Kamu tidak perlu khawatir. Semuanya akan baik-baik saja," hibur Axel.
"Benar, Rel! Kakak akan melindungimu. Kamu tidak perlu khawatir. Kita akan saling menjaga," ucap Evan.
"Kakak akan selalu ada untukmu," kata Alvaro.
"Jangan pernah merasa takut ataupun merasa bersalah apabila terjadi sesuatu pada Kakak saat Kakak membantumu," kata Arga.
"Kakak menyayangimu. Apapun akan Kakak lakukan untukmu, begitu juga dengan kedua kakak-kakakmu yang super aneh itu," ucap Elvan sembari menjahili Evan dan Raffa.
Sementara Evan dan Raffa mendengus kesal ketika mendengar ucapan dari Elvan.
Bagaimana dengan yang lainnya dan Darel. Mereka tersenyum ketika mendengar ucapan kejam dari Elvan.
"Kakak akan selalu melindungimu. Ingat itu!" seru Raffa.
Mereka semua pun berpelukan. Melepaskan semua beban dan rasa takut yang menjalar di tubuh mereka selama ini. Takut akan kehilangan.
"Jangan pernah meninggalkanku, Kak!" Darel berucap sembari memohon.
"Tidak akan. Kita akan selalu bersama selamanya," jawab para kakaknya kompak.
Tanpa mereka sadari. Orang tua mereka sedari tadi mengintip dan mendengar semua yang dibicarakan oleh putra-putra mereka. Disatu sisi, hati mereka terharu saat melihat kekompakan putra-putra mereka. Disisi lain, hati mereka sakit, sedih dan takut karena nyawa putra bungsu mereka dalam bahaya. Tapi mereka terus berharap dan berdoa pada Tuhan agar putra-putra mereka selalu dalam keadaan baik-baik saja.
...***...
Keesokkan paginya dimana seluruh anggota keluarga tengah berkumpul di meja makan untuk melakukan ritual pagi yaitu sarapan pagi bersama.
Sementara Darel tidak ikut bergabung disana. Darel sudah berpesan pada kakaknya yaitu Vano kalau dirinya tidak ikut sarapan bersama.
"Oh ya. Darel mana? Kenapa Darel tidak ikut sarapan bersama kita disini?" tanya Salma.
Saat Vano ingin menjawab, Agatha sudah terlebih dahulu membuka suara.
"Adelina! Kenapa putramu yang satu itu selalu saja buat masalah di rumah ini, hah?! Kenapa setiap sarapan atau makan bersama, selalu saja dia datang terlambat? Kenapa kita selalu menunggunya? Memang dia itu siapa?" ucap Agatha ketus.
Adelina dan Arvind hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar ucapan dari iparnya itu. Mereka sudah kebal setiap hari mendengar ocehannya, makian dan hinaan yang ditujukan untuk putra bungsu mereka, terutama Arvind. Arvind berusaha sekuat tenaga untuk tidak terpancing apalagi sampai kelepasan menampar Agatha.
"Bisa tidak kau memberitahu putramu itu untuk menghargai orang lain. Jangan seenaknya saja. Kalau kau tidak bisa mendidik putramu itu, biar aku yang mendidiknya." Agatha berucap sinis.
"Maaf semuanya. Aku sudah membuat kalian menunggu!" seru Darel yang tiba-tiba datang.
"Sayang," sapa Adelina saat melihat putra bungsunya.
"Darel," panggil Vano. Darel melihat kearah Vano.
"Darel. Kenapa tur...?" ucapan Vano terhenti saat melihat Darel yang menggelengkan kepalanya.
"Hei, anak sialan. Kenapa kau itu selalu membuat kami menunggumu saat mau makan bersama, hah?! Memang kau pikir, kau itu siapa di rumah ini? Jangan belagu jadi orang," ucap Agatha kasar.
Darel tersentak mendengar ucapan dan juga bentakkan dari Agatha. Kepalanya menunduk. Hal itu sukses membuat orang tua dan kakak-kakaknya menjadi panik dan juga khawatir. Namun, detik kemudian Darel mendongakkan wajahnya dan menatap kearah Agatha.
"Maaf Nyonya Agatha kalau sudah membuat anda menunggu. Perlu aku ingatkan sekali lagi pada anda Nyonya, soal statusku di rumah ini. Aku adalah pewaris dari seluruh kekayaan keluarga Wilson. Jadi, aku punya hak penuh atas rumah ini. Kalau anda tidak betah tinggal di rumah ini atau sudah muak melihat wajahku. Silahkan angkat kaki dari sini. Dan bawa juga ketujuh putra anda itu," jawab Darel dengan lantang sembari menatap tajam kearah Agatha.
DEG!
Agatha kaget dan membelalakkan matanya saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut Darel. Dirinya tak menyangka kalau bocah yang dibencinya selama ini berani melawan dirinya.
Beda dengan anggota keluarga yang lain. Seperti Antony, Adelina, Arvind, Salma, Sandy, Evita, Daksa dan para kakak-kakaknya tersenyum bangga atas ucapan yang keluar dari mulut Darel.
"Bagus, Rel! Itu baru adik kesayangan Kakak," batin Axel.
"Bagus, Darel! Kakak bangga padamu," batin Evan.
"Kakak bangga padamu, Rel!" batin Daffa.
"Mantap. Itu baru adiknya Kakak," batin Raffa.
"Mampus kau Bibi Agatha. Kau pikir adikku akan selamanya diam, hah! Sekarang rasakan itu. Bagus, Rel!" batin Vano.
"Kakak bahagia melihatmu seperti saat ini, Rel! Jangan pernah takut pada siapapun. Kakak bangga padamu," batin Alvaro.
"Kau benar-benar hebat, Darel! Ini baru adiknya Kakak," batin Davian.
"Bagus, Rel!" batin Nevan.
"Lawan saja, Rel! Jangan pernah takut!" batin Ghali.
"Lakukan apa yang menurutmu benar, Darel! Kakak akan selalu bersamamu," batin Andre.
"Ma, Pa. Maaf mengganggu sarapan kalian. Aku kesini hanya ingin mengambil minuman saja karena aku haus. Boleh tidak sarapannya diantar ke kamar saja?" ucap Darel.
"Baiklah, sayang. Mama akan menyuruh Bibi mengantarkan sarapan untukmu ke kamar," jawab Adelina lembut.
"Terima kasih, Ma." Darel tersenyum manis pada ibunya.
"Iya, sayang." Adelina tersenyum balik kearah putranya sembari mengelus rambutnya.
"Tuan muda Darel. Ini minumnya," ucap salah satu pelayan yang datang membawa botol minum untuk Darel.
"Terima kasih, Bi!" ucap Darel lalu berlalu pergi meninggalkan mereka semua yang ada di meja makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments