Permata Keluarga Wilson
Pagi hari yang cerah seorang pemuda tampan dan manis yang sedang terlelap menggeliat dalam tidurnya. Cahaya matahari pagi itu benar-benar mengganggu tidurnya yang indah.
Pemuda itu terbangun dan merubah posisinya menjadi duduk. Seandainya jika dia tidak ingat bahwa hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah SMA, mungkin pemuda itu sekarang masih terus bergelut dengn selimut hangatnya.
"Sudah pagi ya? Hoaamm... cepat sekali. Tapi aku masih mengantuk," gumam pemuda itu sambil menguap.
"Darel Wilson, sekarang sudah saatnya untuk mandi dan bersiap-siap pergi sekolah!" seru seorang pemuda tampan yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.
Dengan malas-malasan, pemuda yang di panggil Darel itu melangkahkan kakinya mengambil handuk yang sudah di sediakan pemuda itu.
Pemuda itu adalah Kakak tertuanya, sekaligus kakak kesayangannya.
"Kakak. Aku masih mengantuk," jawab Darel malas. Davian hanya tersenyum menanggapi keluhan adiknya.
"Ayoo, buruan mandi nanti kamu bisa telat."
Akhirnya dengan langkah malasnya, Darel masuk ke kamar mandi.
***
[Ruang Makan]
"Apa adik bungsu kalian sudah bangun?" tanya seorang wanita paruh baya yang masih kelihatan muda dan cantik kepada pemuda-pemuda tampan yang duduk di hadapannya.
Wanita itu adalah Adelina Wilson, ibu dari 13 orang putra yang sangat tampan.
"Mungkin masih tidur, Ma! Tapi Kak Davian sudah berada di kamar Darel untuk membangunkannya."
Pemuda tampan yang bernama Daffa Wilson menjawab pertanyaan dari ibunya. Sementara ibunya mengangguk mengerti atas jawaban dari putra ketujuhnya itu.
Tak lama kemudian, Darel berjalan pelan memasuki ruang makan ditemani dengan seorang pemuda yang berwajah tampan yang saat itu sedang menggodanya.
"Adik Kakak yang satu ini sangat tampan dan juga manis sekali. Wajahnya begitu menggoda dan menggemaskan." Davian masih terus menggoda adiknya.
Sedangkan Darel cuma menanggapinya dengan wajah cemberut yang malah terlihat sangat imut membuat Davian pun tersenyum dan mecubiti pipinya.
"Awww! Sakiit Kakak!" seru Darel sambli melepaskan cubitan maut Davian di pipinya yang putih.
Sedangkan yang lainnya hanya tersenyum melihat kelakuan dua anggota keluarga mereka.
"Ehemm... Sudahlah Davian. Jangan ganggu adikmu terus. Cepat duduk dan sarapan. Nanti Darel, Evan dan Raffa bisa terlambat ke sekolah!" seru Arvind Wilson selaku sang kepala keluarga.
Darel dan Davian segera duduk di tempat masing-masing, kemudian melanjutkan sarapan yang seharusnya sudah di lakukan sejak beberapa menit yang lalu.
Selesai sarapan, Ghali yang mengantar Darel ke sekolah. Sedangkan Andre yang mengantar Evan dan Raffa. Mereka pun berangkat ke sekolah adik mereka mereka masing-masing.
Sementara Arvind sudah berangkat sejak 5 menit yang lalu ke kantor.
***
Ghali telah sampai di sekolah adik bungsunya. Setelah itu, Darel pun turun dari mobilnya.
"Nanti yang akan menjemput kamu adalah Arga. Jadi jangan pulang sendiri atau menumpang dengan orang lain. Mengerti!" ucap Ghali pada Darel.
"Baik Kak," jawab Darel.
"Ya, sudah! Belajarlah yang benar dan jangan malas-malasan," ucap Ghali sambil mengacak-acak rambut Farel sayang.
"Aish, Kakak! Kau merusaki rambutku," protes Darel dengan bibir yang dimajukan.
Ghali tersenyum gemas melihat wajah cemberut adiknya itu.
"Aku masuk dulu Kak!" seru Darel, lalu berlari memasuki gerbang sekolahnya.
***
Disisi lain, Evan dan Raffa juga sudah sampai di sekolah mereka.
"Nanti yang akan menjemput kalian Kak Nevan," ucap Andre.
"Baik Kak." Evan dan Raffa menjawab secara bersamaan, lalu mereka pun memasuki gerbang sekolah mereka.
***
[Perusahaan]
Antony Wilson dan putra sulungnya Arvind Wilson sekarang berada di ruang kerjanya miliknya. Mereka sedang membahas masalah Harta Warisan.
"Jadi, Papa akan tetap mewarisi seluruh kekayaan Papa untuk Darel?" tanya Arvind.
"Iyaa! Papa juga akan memberikan posisi papa padanya di perusahaan. Darel akan mengambil alih semua tanggung jawab Papa baik di rumah maupun di perusahaan." Antony menjawab dengan mantap.
"Kenapa hanya Darel yang sebagai pewarisnya, Pa? Dan kenapa harus Darel yang menggantikan posisi Papa? Lalu cucu-cucu Papa yang lainnya Bagaimana? Apa mereka tidak akan cemburu nantinya? Aku tidak mau hal yang tidak diinginkan terjadi pada putra bungsuku, Pa?" ucap dan tanya Arvind.
"Kau tidak perlu khawatir Arvind. Papa sudah pikirkan hal itu."
"Apa alasan Papa memilih Darel?" tanya Arvind.
"Karena putra bungsumu itu sangat istimewa. Dia saudara paling kecil dikeluarga, tapi pemikirannya lebih dewasa dan juga sabar dibanding dengan saudara-saudaranya yang lain."
"Oh iya! Adik perempuanmu, Evita mengundangmu, istri dan anak-anakmu makan malam di rumah. Jadi datanglah. Jangan buat adikmu itu kecewa. Sebisa mungkin menginaplah beberapa malam."
"Baiklah! Kami akan datang," jawab Arvind.
***
[Kediaman Arvind Wilson]
Di sebuah kamar terlihat sepasang suami istri yang sedang merundingkan sesuatu. Mereka adalah Arvind dan Adelina.
"Evita dan Papa mengundang kita makan malam disana. Mereka berharap akan kedatangan kita," ucap Arvind pada istrinya.
"Aku tidak masalah sayang. Tapi bagaimana dengan anak-anak, terutama Davian? Pasti Davian tidak akan setuju," jawab Adelina.
"Itu tugasmu, sayang. Kau bujuklah mereka," pinta Arvind.
"Aish, Kau ini! Kaukan Ayahnya. Kenapa bukan kau saja yang bicara dengan mereka?" kesal Adelina.
"Justru aku Ayah mereka, makanya aku tidak tahu cara merayu mereka. Apalagi saat mereka sudah marah. Hanya kau yang bisa merayu dan membujuk mereka." Arvind membujuk istrinya sembari mencium pipi sang istri.
"Baiklah, baiklah!" Adelina pun pasrah atas tingkah suaminya
^^^
Di ruang tengah telah berkumpul pemuda-pemuda tampan. Mereka asyik dengan kesibukan masing-masing.
"Waah! Lagi ngumpul semua nih putra-putra Papa. Boleh tidak Papa dan Mama bergabung!" seru Arvind yang datang bersama istrinya menuju ruang tengah.
Mereka dengan kompak melihat kedatangan orang tua mereka dan dengan kompak pula menjawabnya.
"Silahkan Pa, Ma!"
Arvind menyikut siku Adelina, istrinya untuk memberi kode agar istrinya langsung pada intinya.
"Aish, kau ini seperti anak kecil saja. Mereka kan putramu kenapa kau tak berani berbicara langsung pada mereka." Adelina berbicara berbisik.
Davian selaku putra sulung dikeluarga melihat kearah orang tuanya yang sedang berbisik-bisik.
"Pa, Ma! Kalian berdua kenapa? Kenapa bisik-bisik seperti itu? Apa ada sesuatu yang ingin kalian sampaikan pada kami?"
DEG!
"Waw! Pertanyaan putra sulungku tepat mengenai sasaran," batin Arvind.
Davian dan adik-adiknya sedang menatap kedua orang tua mereka. Mereka menatap kedua orang tua mereka dengan tatapan bingung.
"Pa, Ma! Kalian kenapa sih? Kalian ini ini aneh," ucap Raffa.
"Baiklah. Begini anak-anak. Kakek dan Bibi kalian bibi Evita mengundang kita makan malam disana. Jadi, malam ini kita akan kesana!" ucap Adelina was was.
"Aku tidak akan datang ke rumah itu lagi, Ma!" jawab Evan, lalu Evan beranjak pergi meninggalkan keluarganya sambil menarik pelan tangan Darel, adik bungsunya.
"Ayoo, Darel. Kita ke kamar."
Darel yang ditarik oleh kakaknya hanya pasrah dan menurut.
"Aku juga! Aku tidak mau menginjak rumah itu lagi," saut Raffa dan Raffa pun menyusul Evan dan Darel.
Daffa, Vano, Alvaro dan Axel kompak berdiri. "Kami juga tidak akan pergi kesana Pa, Ma! Maafkan kami!" Mereka pun pergi menyusul Evan, Raffa dan Darel.
Tersisa Arvind, Adelina dan keenam putra sulungnya di ruang tengah. Setelah mendapatkan penolakan dari ketujuh putranya yang lain.
"Davian! Kau harapan Papa satu-satunya. Papa tahu kalian sangat marah pada Bibi dan sepupu-sepupu kalian atas apa yang mereka lakukan pada Darel empat bulan yang lalu. Tapi kan kejadian itu sudah lama. Dan Papa yakin hal itu tidak akan terulang lagi. Kita hanya makan malam saja tidak lebih." Arvind memohon pada putra sulungnya.
"Ayolah, anak-anak! Mama mohon. Ini juga permintaan dari Kakek dan Bibi kalian, Bibi Evita. Ditambah lagi Bibi Salma juga merindukan kalian." Adelina membujuk keenam putranya.
Davian menatap adik-adiknya. Setelah mendapatkan anggukkan dari kelima adiknya, Davian menatap kembali kedua orang tuanya.
"Baiklah. Kalau hanya sekedar makan malam saja, kami akan ikut."
Adelina dan Arvind tersenyum. "Bagaimana dengan adik-adikmu yang lain, Davian?" tanya Arvind.
"Papa tidak usah khawatir. Aku akan bicara pada mereka," ucap Davian.
"Terima kasih, sayang. Maafkan Papa yang sudah memaksamu dan adik-adikmu untuk ikut makan malam di rumah Kakek kalian. Dan Papa tahu kau sangat menyayangi adik-adikmu, terutama Darel," ucap Arvind.
"Sudahlah, Pa! Papa tidak perlu mengucapkan terima kasih padaku. Aku melakukan ini karena aku menyayangi Papa," jawab Davian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 395 Episodes
Comments