Selamat membaca!
"Kamu … kenapa sih kamu tetap bersikeras agar Mas Denis tahu soal kehamilanmu?" tanyaku benar-benar geram dengan permintaan Almira yang menurutku sangat tidak masuk akal. Dia seperti lupa dengan kebaikan dan seolah-olah ingin merampas kebahagiaanku.
Almira memandangku kesal dan berdecih. "Kakak mau aku menjadi bahan gunjingan orang karena hamil di luar nikah? Mahasiswi yang susah payah Kakak biayai kuliahnya diejek dan akhirnya drop out? Kakak mau ibu malah tambah sakit begitu mendengar aku hamil?"
Almira mengancamku dengan pilihan yang sulit hingga membuatku terdiam. Coba mencerna ucapan dari kembaranku yang begitu penuh penekanan. Tentu saja aku juga tidak mau ibu jatuh sakit lagi, bahkan menjadi lebih parah. Rugi juga kupikir kalau Almira sampai berhenti kuliah karena menanggung malu akibat hamil tanpa suami. Jika dia digunjingkan, otomatis akan berimbas juga pada Mas Denis. Adik ipar seorang CEO perusahaan properti ternama hamil di luar nikah. Efeknya Mas Denis akan menyalahkanku karena dianggap tak sanggup mendidik adik kembarku. Argh! Aku tak sanggup membayangkannya.
"Sudahlah, Mira. Di luar sana banyak gadis hamil di luar nikah. Mereka santai saja menyikapinya. Mereka bisa menikah dengan lelaki yang menghamilinya atau lelaki lain jika pria yang menghamili tak mau bertanggung jawab. Kamu bahkan akan diuntungkan karena sebagai Kakak aku akan membiayai calon keponakanku dan aku juga akan mencarikan lelaki terbaik untuk menikahimu." Rasanya putus asa aku menghadapi sikap keras kepala Almira kali ini. Benar-benar membuat tensiku langsung naik hingga pening mulai terasa di kepalaku.
Almira menaikkan sebelah sudut bibirnya. "Tidak, aku tidak mau pria lain. Pokoknya Kakak harus memberi tahu soal kehamilanku pada Mas Denis. Nanti kita lihat apa dia mau bertanggung jawab atau tidak!" Dengan santai Almira berucap seolah-olah memberi tahu Mas Denis adalah masalah yang sepele.
"Ini bukan soal Mas Denis mau tanggung jawab atau tidak. Cobalah mengerti, Mira! Rumah tanggaku akan hancur berantakan kalau sampai Mas Denis tahu aku menipunya dengan memaksa kamu untuk menggantikanku di malam pertama kami." Aku mulai memijat pelipisku yang mendadak berdenyut sakit.
Almira meminum jus alpukat dari gelas yang sejak tadi ada di hadapannya. Dia tak memedulikan aku yang berkali-kali memijat pelipis karena pusing menghadapi sikapnya yang mendadak keras kepala dan menentang keinginanku.
Aku menyesap kopi yang telah aku pesan dan sudah hilang uap hangatnya karena kubiarkan sejak berdebat panjang dengan Almira. Sementara di hadapanku ibu hamil itu asyik memakan buah potong setelah meminum habis jus alpukat seakan tak ada masalah dalam hidupnya.
"Jadi bagaimana, Mira? Kamu harus ikuti saran Kakak karena dengan begitu kamu enggak akan putus kuliah dan tidak akan pernah jadi bahan gunjingan orang. Satu lagi yang lebih penting, nantinya ibu juga tidak akan tahu kalau kamu hamil setelah menikah dengan pria yang aku pilihkan." Aku kembali meletakkan cangkir kopi yang telah kosong di atas meja sambil masih menatap wajah adik kembarku, menunggu jawaban dari yang sungguh membuat hatiku menjadi cemas dibuatnya.
Almira pun masih santai menanggapinya. Dia mengunyah dan menelan potongan buah di mulutnya sebelum menjawab, "Tidak semua hal bisa diselesaikan dengan uang, Kak. Aku tidak butuh uang Kakak kali ini. Aku hanya mau Kakak beri tahukan hal ini kepada Mas Denis! Itu saja." Dengan santai sekali lagi Almira mengatakan keinginannya seolah tidak mengerti perasaanku yang sedang kacau saat ini.
Merasa tak sanggup menahan amarah, aku pun membanting serbet makan di atas meja. Kali ini, aku tak lagi bisa bersabar menghadapi keras kepala Almira dengan segala keinginannya yang tidak masuk akal.
"Jangan harap aku akan memberitahu Mas Denis soal kehamilanmu. Kalau kamu tidak mau aku biayai dan aku carikan lelaki yang mau menikahimu, maka kamu urus saja sendiri kehamilanmu itu!" Aku berdiri dan bersiap meninggalkan Almira.
Sebelum aku melangkah pergi, Almira berhasil mencegah langkahku dengan ucapannya.
"Kakak harus beri tahu Mas Denis atau aku yang akan mengatakannya langsung. Aku kasih waktu satu Minggu. Ingat, aku tidak main-main, Kak!" Dengan tegas Almira mengancamku hingga membuat pikiranku semakin kacau seakan-akan tak mampu lagi berpikir. Inikah akhir dari kebahagiaanku. Kebahagiaan yang akan hancur karena kehamilan Almira.
Bersambung ✍️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Santi Rizal
tuh kan jadi rumit
2023-02-21
0
Wahyu Lestari
kenapa tulisannya dr isi hati dan pikira si lissa,harusnya ya semua peran ada.ini mah lbh ke sosok lissa pdhal almira peranya juga penting,tp kya figuran
2023-02-02
0
Avansa Yuanza
betulll
2023-01-30
0