Selamat membaca!
Langkah panjangku terhenti tepat di hadapan Almira. Tak hanya memikirkan bagaimana cara agar dapat memaksanya untuk menuruti apa yang aku minta, saat ini aku juga tengah memikirkan kondisi ibuku yang masih belum selesai menjalani operasi. Walaupun awalnya keraguan itu masih terus mengusikku, tetapi aku merasa ini adalah jalan satu-satunya agar bisa menyelamatkan pernikahanku yang baru hitungan jam.
"Kakak, ibu, Kak …." Suaranya terdengar begitu lirih. Almira berdiri, lalu mendekap tubuhku. Tangisannya semakin keras hingga memecahkan keheningan di lorong rumah sakit.
"Sudah sabar ya! Kamu jangan menangis seperti ini! Ibu pasti baik-baik aja. Sekarang lebih baik kamu ikut Kakak dulu ya!" Aku melepas pelukannya, menatap wajah adikku yang begitu sendu.
"Ke mana, Kak?" tanya Almira sambil mengusap air matanya. Menatapku dengan rasa heran.
"Ikut Kakak ke toilet sebentar!"
Almira yang masih kelihatan bingung akan maksudku pun kini mulai mengikutiku tanpa banyak bertanya. Aku merasa ini adalah kesempatanku satu-satunya karena Mas Denis saat ini sedang mengurus administrasi untuk pembiayaan ibuku di rumah sakit.
Setibanya di dalam kamar mandi, aku mulai menatap tajam wajah adikku. Membuatnya semakin heran karena hal itu tidak biasa aku tampilkan. Wajah kami benar-benar sangat mirip hingga sulit bagi siapa pun untuk dapat membedakan antara aku dan Almira. Terlebih beberapa hari yang lalu sebelum hari pernikahanku, kami sempat menghabiskan waktu seharian di salon dan saat itu kebetulan Almira memotong rambutnya seperti model rambutku. Jadi ketika aku melihatnya, sama saja seperti aku melihat diriku di cermin. Tak ada yang berbeda di antara kami. Bahkan seolah-olah takdir berpihak padaku karena ukuran buah dada kami juga sama. Makanya, terkadang bra yang kami miliki sering tertukar karena ibu selalu membelikan kami warna yang serupa.
"Kenapa Kakak melihatku seperti itu?" tanya Almira merasa ada yang aneh denganku.
"Aku ingin kita bertukar peran, Mira." Entah apa yang dipikirkannya, tetapi yang dapat aku baca, saat ini dia tampak begitu terkejut mendengar permintaanku.
"Kenapa, Kak? Kenapa Kakak tiba-tiba ingin bertukar peran denganku?"
"Kamu tahu Kakak sudah tidak lagi perawan. Makanya, Kakak enggak mau jika Mas Denis akan membenci Kakak karena hal itu. Jadi Kakak minta untuk malam ini aja, kamu harus berpura-pura jadi Kakak!" Aku menggenggam tangannya dengan erat. Begitu memohon agar Almira mau menuruti permintaanku.
"Tidak, Kak! Maaf, tapi itu benar-benar hal yang gila. Aku enggak mungkin tidur dengan kakak iparku sendiri. Itu mustahil, Kak." Almira menghempaskan kedua tanganku dengan kasar, lalu memutar tubuhnya untuk pergi dariku. Namun, sebelum dia benar-benar melangkah keluar dari kamar mandi, aku langsung menahan pintu itu agar kembali menutup dan menghalangi tubuhnya dengan berdiri di depan pintu.
"Kalau kamu menolak permintaanku, jangan salahkan aku jika aku enggak akan mau lagi ngasih uang untuk biaya kuliahmu dan bukan hanya itu, aku juga enggak akan membiayai seluruh pengobatan ibu di rumah sakit!" Ancaman itu berhasil menggertak Almira yang seketika hanya diam setelah sebelumnya coba menyingkirkan tubuhku dari jalannya untuk keluar.
"Tapi, Kak ...."
"Enggak ada tapi-tapian, kamu harus menolong Kakak. Apa kamu mau Kakak diceraikan malam ini juga sama Mas Denis kalau sampai ketahuan Kakak udah enggak perawan lagi?"
"Kak, masalah ini apa enggak bisa dibicarakan dengan Mas Denis? Kakak lebih baik jujur aja! Pasti Mas Denis mau nerima kekurangan Kakak, apalagi kalian udah nikah."
"Kamu enggak perlu ngajarin aku. Kakak tahu bagaimana Mas Denis? Jadi, sangat tidak mungkin jika dia akan menerima kekurangan Kakak. Asalkan kamu tahu, Mira! Kakak itu udah mengatakan padanya sebelum menikah bahwa Kakak masih perawan. Makanya, dia langsung melamar Kakak."
Almira seketika terdiam dan hanya menatapku ragu. Aku yakin saat ini dia sendiri juga bingung harus menerima atau menolak permintaanku.
"Apa kamu lupa semua pengorbananku selama ini? Kakak bahkan sampai merelakan tubuhku demi membiayai kuliahmu."
"Bukan seperti itu, Kak. Tapi ...."
"Baiklah, kalau kamu enggak mau melakukannya, jangan salahkan aku jika sampai terjadi sesuatu yang buruk dengan Kakak." Aku langsung mengeluarkan pisau kecil yang sengaja aku bawa di dalam tas. Aku tahu hal ini pasti akan terjadi. Makanya, aku sudah mempersiapkannya jika sampai Almira bersikeras menolak permintaanku.
"Baik, Kak. Aku akan menuruti keinginan Kakak." Almira menjawabnya dengan cepat setelah merebut pisau kecil dari tanganku. Pisau yang sudah sempat menggores sedikit pergelangan tanganku.
Mendengar jawaban Almira entah kenapa aku masih merasa tidak tenang. Seperti masih ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku, tetapi aku tidak tahu apa itu.
"Ya Tuhan, semoga ini adalah jalan benar yang aku pilih. Aku hanya ingin hidup bahagia bersama Mas Denis. Aku enggak ingin dia membenciku karena aku telah membohonginya," batinku penuh harap dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca.
Bersambung ✍️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ🥀⃟ʙʟͤᴀͬᴄᷠᴋͥʀᴏsᴇ
𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒊𝒉 𝒅𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒎𝒖
2023-12-01
0
☠ᵏᵋᶜᶟ🥀⃟ʙʟͤᴀͬᴄᷠᴋͥʀᴏsᴇ
𝒃𝒂𝒈𝒖𝒔 𝒎𝒊𝒓𝒂, 𝒈𝒐𝒔𝒂𝒉 𝒎𝒂𝒖. 𝒃𝒊𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒂 𝒑𝒖𝒔𝒊𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊
2023-12-01
0
Juan Sastra
takutnya nanti pas mira hamil malah di fitnah lagi oleh kakaknya
2023-02-17
0