Selamat membaca!
Setelah bertukar peran, aku dan Almira kembali ke ruang operasi. Di depan ruangan itu, aku dapat melihat Mas Denis sudah berada di sana dan tengah menungguku. Kami pun menghampirinya.
"Maafkan aku, Mas. Maaf karena aku terpaksa melakukan hal gila ini, tetapi aku terpaksa demi mempertahankan pernikahan kita," batinku masih merasa bersalah, tetapi aku tidak bisa berkata jujur pada Mas Denis karena takut dia akan langsung menceraikanku begitu mengetahui kebohonganku.
"Sayang, kamu dari mana saja?" tanya Mas Denis, tapi pandangannya tidak melihatku. Dua manik matanya melihat Almira yang berada di sebelah kiriku.
Almira masih diam tanpa berkata apa-apa. Dia hanya menampilkan wajah yang sendu dan aku dapat melihat air mata di kedua pipinya. Aku memang melarang Almira untuk tidak banyak bicara dengan Mas Denis. Aku tidak ingin suara kami yang sedikit berbeda dapat membuat pertukaran peran ini akan terbongkar.
"Tadi kami dari kamar mandi, Mas. Soalnya begitu sampai di sini Kak Lissa menangis terus karena mencemaskan ibu. Coba lihat matanya sampai sembab begitu!" ucapku coba menyamarkan suaraku agar lebih mirip suara Almira. Tentu saja itu hal mudah untukku karena aku memang pernah bekerja sebagai pengisi suara untuk sebuah film kartun di salah satu stasiun TV swasta. Jadi, bagiku sangat mudah untuk menirukan suara adikku sendiri.
Aku coba membuat pertukaran ini jadi masuk akal karena terakhir kali aku berpisah dengan Mas Denis kedua mataku tidak sesembab seperti kedua mata Almira.
"Kamu enggak perlu cemas lagi, tadi dokter sudah keluar dan menyampaikan padaku kalau operasi ibu berjalan lancar. Sekarang kita tinggal menunggu ibu dipindahkan ke ruang rawat." Aku mendengar tutur kata Mas Denis begitu lembut. Saat ini, dia sudah berdiri tepat di hadapan Almira dan apa yang aku lihat beberapa detik kemudian seketika membuat hatiku merasa sakit. Aku melihat Mas Denis memeluk tubuh Almira.
"Kenapa rasanya bisa sesakit ini? Ya Tuhan ... jika melihat Mas Denis memeluk Almira saja aku merasa begitu sakit, bagaimana bisa aku membayangkan hal yang lebih dari ini?" Hatiku menjerit piluh. Rasa sesak yang semakin menusuk hingga membuatku merasa tak berdaya dan seolah tenggelam dalam permainanku sendiri.
***
Dengan berat hati, aku pun melepaskan kepergian Almira dan Mas Denis. Beberapa detik yang lalu mungkin semuanya terasa begitu mudah, tapi entah kenapa saat ini hatiku seakan tidak rela membiarkan Almira menggantikan posisiku di malam pertama yang seharusnya menjadi momen paling indah dalam perjalanan hidupku.
"Berat sekali rasanya. Apa aku bisa hidup dalam kebohongan seperti ini?" Seketika aku berpikir keras. Memutar otakku dan coba melawan ketakutan dalam diriku tentang kemarahan Mas Denis jika tahu aku tidak lagi suci.
"Aku harus menghentikan mereka." Aku kembali memutar tubuhku, berlari menuju lift yang ada beberapa langkah di belakangku. Aku mungkin masih sempat menghentikan kepergian mereka yang baru saja berpisah denganku di lift, tetapi sayangnya, pintu lift malah menghambatku hingga membuat langkahku tertahan tepat di depan lift yang menutup.
Kini aku langsung menekan beberapa kali tombol pada badan lift. Hingga akhirnya, beberapa detik kemudian pintu lift pun terbuka dan aku langsung melangkah masuk ke dalamnya. Tak butuh waktu lama, sesaat setelah aku tiba di lantai yang menjadi tujuanku, aku pun dengan cepat keluar dari lift dan memperpanjang langkahku hingga setengah berlari tanpa memedulikan setiap pasang mata yang menatap penasaran ke arahku. Bagiku yang terpenting adalah menghentikan kepergian Almira sebelum terlambat.
Beberapa kali bahuku menabrak bahu orang-orang yang melangkah berlawanan denganku. Tak sempat mengucapkan maaf aku malah pergi begitu saja hingga membuat orang yang telah aku tabrak terdengar memarahiku sambil menatap sinis.
Setibanya di lobi, aku langsung mencari taksi, tetapi sayangnya semua taksi yang kulihat sudah terisi penuh oleh penumpang. Hingga akhirnya, aku melihat sebuah taksi berhenti tepat di pelataran lobi dan penumpang yang di dalamnya turun. Aku pun bergegas melangkah untuk naik ke taksi tersebut. Nahas, kakiku tersandung karena terburu-buru dan akhirnya aku terjatuh.
"Pak, tunggu!" panggilku pada sopir taksi yang sudah membuka pintu untuk kembali masuk setelah membantu penumpang sebelumnya menurunkan kursi roda yang disimpan di bagasi mobilnya.
Sepertinya suaraku kurang keras hingga sopir taksi itu tetap masuk dan duduk di kursi kemudinya. Aku pun segera bangkit dan mengabaikan tatapan semua orang, lalu berlari untuk menghampiri taksi. Tanpa bertanya, aku langsung masuk sebelum taksi melesat pergi.
Aku dapat melihat raut wajah sopir taksi yang terkejut karena aku masuk begitu saja. "Maaf Mbak, ke mana tujuannya?"
"Antar saya ke perumahan Andara ya, Pak!" ucapku sambil mengatur napasku yang kelelahan karena habis berlari.
"Oke baik, Mbak." Sopir pun mulai melajukan kendaraannya meninggalkan pelataran rumah sakit.
Pikiranku masih begitu kalut, berulang kali aku menatap ke depan berharap mobil Mas Denis tidak jauh jaraknya dari taksi yang aku tumpangi. Namun, ternyata aku tetap tidak menemukannya. "Sekarang bagaimana aku bisa menghentikannya?" gumamku dalam hati sambil memilin jemariku yang dingin dan berkeringat.
Bersambung ✍️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Herni Haryani
hayo loch... apakah bisa lissa menghentikan malam pertama denis sama mira adiknya,lagian ada2 z ide gilanya.sekarang kuta lihat apakah takdir memihak ke lissa or mira adiknya 🤔
2024-08-22
0
🥀⃟𝖆𝖎ᷨ𝖘ͬ𝖞𝖆𝖍࿐
ckckckck sampe segitunya
2023-12-03
0
🥀⃟𝖆𝖎ᷨ𝖘ͬ𝖞𝖆𝖍࿐
kapok
2023-12-03
0