"Aku, itu mm-"
"Aku apa?"
Patrizia menghela napasnya kasar pasalnya sudah tiga puluh menit pria di hadapannya itu berbicara tidak jelas. Sebenarnya Patrizia sudah tahu apa yang ingin pria itu katakan, Patrizia tahu kerena mendengar suara batinnya. Tapi entah kenapa pria itu sangat susah untuk mengatakannya? Membuat Patrizia kesal saja.
"Tuan Duke, sebenarnya apa yang ingin kau katakan?"
Yap, pria itu adalah Felix. Dua hari setelah acara jamuan minum teh, tiba-tiba saja Felix datang ke kediaman Patrizia tanpa pemberitahuan.
"Maaf lady, kedatangan ku ke sini ingin meminta bantuan. Aku ingin memperbaiki hubungan ku dengan adik ku. Aku ingin menebus semua kesalahan ku di masa lalu. Aku ingin membuat adik ku itu kembali ceria tapi-"
"Tapi kau tidak tahu caranya. Dasar bodoh! Hanya mengatakan itu saja kau membutuhkan waktu tiga puluh menit." batin Patrizia kesal.
Ruben tertawa, jiwa kucing itu berada di kalung dimensi sementara raganya tertidur di samping Patrizia.
Patrizia semakin kesal mendengar suara tawa Ruben. "Diamlah!"
"..tapi aku tidak tahu caranya." lanjut Felix dengan lesu.
"Ajak saja adik mu itu ke pasar malam." saran Patrizia.
"Apa lady ingin pergi ke pasar malam bersama kita?"
Malam harinya..
Patrizia menatap malas sepasang kakak beradik yang tengah tertawa sembari bermain lempar kaleng susun. Patrizia terpaksa mengiyakan ajakan Felix tadi karena Ruben yang memaksanya.
Kucing itu memaksa dengan alasan yang membuat darah Patrizia mendidih.
Patrizia ayolah, aku ingin pergi ke pasar malam. Aku ingin melihat bianglala berputar.
Mengingat kembali ucapan Ruben semakin membuat Patrizia kesal saja dan saat ini kucing itu entah ada dimana bersama Imelda dan Samuel.
Prang
Lamuanan Patrizia buyar saat semua tumpukkan kaleng itu terjatuh akibat lemparan bola Felix. Irene bersorak senang melihatnya.
Penjaga permainan itu memberikan jepit rambut berbentuk bunga matahari sebagai hadiahnya.
Felix menyematkan jepit itu di rambut indah bergelombang milik Irene. "Cantik."
"Terimakasih kakak." Irene tersenyum seraya memeluk Felix.
"Teruslah tersenyum seperti itu dan teruslah bersinar seperti matahari."
Patrizia menatap datar kakak beradik itu. "Apa mereka melupakan ku? Hello.. Jika untuk di abaikan kenapa kau mengajak ku? Aku seperti orang ketiga di hubungan mereka." batinnya.
...🍃🍃🍃...
Satu minggu kemudian..
Patrizia berada di halaman belakang kastil bersama Imelda. Mereka tengah memberi makan Rex, serigala putih peliharaan Patrizia.
Rex tengah makan daging segar di dalam kandangnya sedangkan Patrizia berada di luar kandang, mata gadis itu terus saja menatap mata heterochromia milik Rex.
Apa kau tidak bosan terus menatap mata ku seperti itu? Batin Rex.
"Tidak, aku tidak akan pernah bosan melihat mata mu itu terlebih mata merah mu, aku sangat menyukainya."
Apa aku bisa minta sesuatu pada mu?
"Katakan."
Aku ingin sekali memakan kucing mu itu.
Patrizia terbahak. "Makan saja aku tidak melarang mu."
Ruben yang tengah memakan ikan bakar kesukaannya itu melotot mendengar ucapan Patrizia.
"Zia."
Terdengar suara bariton dari arah belakang Patrizia, gadis itu sontak membalikkan badannya.
Patrizia tersenyum. "Kak Reo."
Reonal membawa Patrizia ke dalam pelukannya. "Maaf, kakak baru bisa datang mengunjungi mu."
"Tidak apa, aku mengerti."
Sebagai seorang Panglima, Reonal sangat sibuk mengurusi semua masalah di istana karena itu juga akhir-akhir ini ia jarang sekali bertemu dengan Patrizia.
"Kata Steve, kau sudah tahu siapa pemilik sihir hitam itu."
"Iya."
"Siapa?"
Patrizia menghela napasnya dalam kemudian ia menyebutkan satu nama yang membuat mata Reonal nyaris meloncat dari tempatnya, setelahnya kilatan amarah terlihat dari sorot matanya, rahangnya mengeras dan napasnya memburu menandakan jika dirinya benar-benar marah.
"Itu artinya, dia juga yang sudah meracuni mu?"
Sudah di bilangkan, penyakit kulit yang di derita Letizia itu berasal dari racun sihir hitam.
Patrizia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Argh
Reonal berteriak meluapkan emosinya.
"Kak, tenanglah."
Reonal menghela napasnya kasar. "Bagaimana kakak bisa tenang Zia?"
"Semuanya akan baik-baik saja. Kakak pakailah cincin ini." Patrizia memakaikan cincin di jari manis Reonal.
"Kakak tidak percaya Sienna juga terlibat."
"Itu kenyataannya kak dan Sienna harus mempertanggung jawabankan semua perbuatannya."
"Iya, kau benar." ucap Reonal lesu seraya meraup wajahnya kasar.
Patrizia menatap Reonal dengan tatapan yang sulit di artikan. "Hanya setengah kebenaran yang baru kau ketahui kau sudah se-frustasi ini, entah apa yang akan terjadi dengan mu setelah kau tahu seluruh kebenarannya. Kau memang bukan kakak ku tapi aku sudah menganggap mu sebagai kakak ku. Aku menyayangi mu. Semoga kau baik-baik saja setelah aku pergi nanti." batin Patrizia.
Patrizia memang sudah menganggap Reonal sebagai kakaknya. Di dunia nyata Patrizia adalah anak tunggal, ia hanya tinggal bersama ibunya karena orang tuanya sudah bercerai.
Patrizia hidup tanpa kasih sayang seorang ayah bahkan ibunya sendiri pun tidak memperdulikannya karena ia sibuk bekerja. Patrizia kecil di paksa untuk hidup mandiri dan dewasa sebelum waktunya. Patrizia tidak pernah merasakan yang namanya kasih sayang.
Tapi, setelah ia bertemu Queen, Patrizia merasakan kasih sayang seorang saudara dari sosok bosnya itu. Menurut Patrizia, Queen adalah sosok malaikat yang di kirim tuhan untuknya. Dan sekarang Patrizia mendapatkan kasih sayang itu lagi, kasih sayang dari seorang saudara.
"Sebaiknya kakak istirahat, hari juga sudah mulai gelap."
"Baiklah, kau juga harus cepat beristirahat, bukankah besok kau ingin ikut kakak ke ibu kota?"
"Iya, aku ingin di sini sebentar lagi, setelah itu aku istirahat." Patrizia melihat ke arah Imelda. "Imel, kau urus semua kebutuhan kakak ku di sini."
"Baik lady."
Reonal dan Imelda masuk ke kastil sedangkan Patrizia masih betah menatap senja di temani Ruben dan Rex. Patrizia dan Ruben duduk di kursi besi panjang dekat kandang Rex.
"Ruben, apa aku kasih tahu saja kak Reo tentang diri ku yang sebenarnya?"
Itu terserah pada mu.
"Tapi jika aku kasih tahu kak Reo, apa dia akan percaya? Apa dia akan menerima ku sebagai adiknya? Atau dia akan mengabaikan ku seperti orang tua ku di sana?"
Entahlah, aku tidak bisa menebak perasaan manusia, mereka terlalu rumit.
"Aku tidak tahu bagaimana reaksi kak Reo saat dia tahu jika adiknya sudah meninggal dan sosok adik yang selama ini bersamanya hanya jiwa asing yang masuk ke dalam raga kosong adiknya hanya untuk menjalankan sebuah misi, setelah misi itu selesai jiwa asing itu akan kembali ke dunianya." Patrizia tersenyum miris. "Bukankah itu sangat kejam?"
Kita ikuti alur yang sudah Dewa tentukan untuk kita saja karena dia-lah penulis asli kisah yang sedang kita jalani sekarang.
Patrizia menghela napasnya dalam. "Kau benar."
...🍃🍃🍃...
Keesokkan harinya..
Patrizia baru saja selesai latihan pedang di barak kesatria bersama Reonal. Semua kesatria kagum melihat kemampuan berpedang Patrizia begitu juga dengan Edoardo sang Jenderal.
Edoardo Salvador, pria berusia 32 tahun itu adalah seorang Jenderal kerajaan Archon. Edoardo juga termasuk salah satu tokoh penting dalam novel, sang Jenderal adalah second male antagonis yang sangat mencintai Sienna.
Dan sekarang sebelum Edoardo bertemu dengan Sienna dan jatuh cinta padanya, Patrizia akan membuat Edoardo berada di kubunya karena di masa depan kekuatan militer Edoardo akan sangat menguntungkan untuk Patrizia.
"Bagaimana Jenderal? Bukankah adik ku ini sangat berbakat?" tanya Reonal.
"Kau benar Panglima, adik mu ini memang sangat berbakat." puji Edoardo seraya menatap Patrizia.
"Terimakasih atas pujiannya Jenderal, saya merasa sangat terhormat." ujar Patrizia. "Eumm.. Jenderal.
"Iya."
Patrizia menggelengkan kepalanya. "Tidak jadi, maaf Jenderal." Patrizia menundukkan kepalanya.
Reonal terkekeh melihat tingkah adiknya itu karena ia tahu apa yang akan di katakan Patrizia sedangkan Edoardo mengkerutkan dahinya bingung.
"Kenapa tidak jadi? Sebenarnya apa yang ingin dia katakan? Dan kenapa juga dia terlihat seperti takut pada ku?" batin Edoardo bertanya.
Patrizia tersenyum miring mendengar suara batin Edoardo. "Kena kau!" batinnya.
"Adik ku ingin mengajak Jenderal bertanding pedang, apa Jenderal menerimanya?" tutur Reonal setelah melihat kebingungan di wajah Edoardo.
"Tentu saja." Edoardo menatap Patrizia yang masih menunduk. "Bersiaplah, aku tidak akan mengalah gadis kecil."
Mendengar itu sontak Patrizia mengangkat kepalanya dan matanya langsung bertatapan dengan mata tajam Edoardo. "Kau yang harus bersiap Jenderal karena gadis kecil ini akan mengalahkan mu."
Tanpa basa basi Patrizia langsung menyerang Edoardo, Edoardo pun balas menyerang Patrizia. Pertarungan di antara mereka seimbang karena tingkat keahlian berpedang mereka sama.
"Akhirnya aku menemukan lawan yang seimbang." batin Patrizia.
"Gadis yang menarik." batin Edoardo seraya tersenyum tipis.
Akhir dari pertarungan itu di menangkan oleh Patrizia dan tanpa ada yang mengetahuinya jika Patrizia menggunakan kekuatan sihirnya untuk mengalahkan Edoardo. Bukankah Patrizia curang? Ya terserah dia-lah, dia kan yang punya kekuatan. Yang penting Patrizia menang, itu poinnya.
Jika saja di dunianya ada kekuatan sihir, Patrizia akan dengan sangat mudah mengalahkan musuh kelompok mafianya. Patrizia juga tidak akan terjatuh ke jurang dan berakhir di dunia novel ini.
Patrizia mengatur napasnya, pertarungan ini sangat menguras energinya. Kekuatan Jenderal kerajaan Archon memang tidak kaleng-kaleng.
Huft sangat melelahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Liao_Tingyan
terserah mc lah 🗿
2025-04-06
0
R@3f@d lov3😘
lnjuut kak
2022-11-30
1
neen
apa ratu archon pemilik sihir hitamnya??
2022-11-09
1