Chapter 7

"Temukan orang yang telah menggagalkan rencana kita." titah Andora.

"Baik Yang Mulia."

"Pergilah."

Bayangan hitam itu hilang setelah memberi hormat pada Ratu Andora.

Akh

Prang

Andora mendorong guci besar yang ada di kamarnya. Ia menatap serpihan guci itu.

"Siapa pun kau? Kau akan bernasib sama dengan guci itu. Hancur!"

"Sudah bertahun-tahun aku merencanakan ini, tidak akan aku biarkan siapa pun merusaknya. Tidak akan!"

Tutur Andora dengan sorot mata yang menatap tajam, kilatan amarah terlihat di sana. Namun setelah itu ia kembali tenang dengan senyum yang menghiasi wajahnya seakan tidak pernah terjadi apa-apa.

...🍃🍃🍃...

3 minggu kemudian..

Hari ini akan di adakan kompetisi berburu untuk para Lady yang di adakan setiap tahun sekali oleh istana. Hadiah untuk sang pemenang adalah menjadi pasangan dansa putra mahkota di pesta dansa yang di adakan pada malam harinya.

Semua gadis bahkan para gadis dari kerajaan lain pun ikut dalam kompetisi itu. Siapa yang akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi pasangan dansa putra mahkota kerajaan Archon yang sangat tampan itu?

Patrizia menatap jengah para gadis yang sibuk mempercantik dirinya. Patrizia tidak habis fikir, para gadis itu akan berburu atau berpesta?

Netra Patrizia terpaku pada sosok gadis yang tengah mengobrol dengan putra mahkota.

"Apa dia orangnya?" tanya Steve yang entah datang dari mana.

Patrizia menatap tajam Steve karena ia sedikit terkejut.

"Maaf."

Patrizia kembali menatap gadis itu dan putra mahkota. "Dia hanya budak. Aku memang merasakan mana sihir hitam itu saat dekat dengannya tapi mana itu bukan berasal dari dirinya tetapi kalung yang dia pakai." jelasnya kemudian.

"Kalung?"

"Hm. Kalung yang dia pakai itu di pengaruhi oleh sihir pemikat yang berasal dari sihir hitam."

"Jadi, kalung itu ada sihir pemikatnya?"

Jika kalian bertanya, kenapa Steve tidak bisa merasakan kekuatan sihir hitam? Itu karena sihir Steve tidak sebanding dengan sihir hitam dan yang bisa merasakan kekuatan sihir hitam hanyalah gadis pemilik sihir suci, itu pun jika pemilik sihir hitam tidak mengunci auranya. Karena kekuatan sihir hitam yang di miliki orang itu berasal dari kalungnya maka dengan sangat mudah Patrizia bisa merasakannya.

Patrizia dan Steve juga mengunci aura mereka, jadi si pengguna sihir hitam itu juga tidak bisa merasakan kekuatan sihir yang ada dalam diri mereka.

Pertarungan ini memang rumit, dia yang lengah maka dia yang akan kalah.

"Lihatlah, semua pria menatapnya penuh dengan puja." ujar Patrizia.

Steve melihat sekeliling dan ternyata benar semua pria dari kalangan bangsawan sampai rakyat biasa bahkan para pengawal dan kesatria pun menatap gadis itu dengan tatapan memuja.

"Apa kau tidak terpikat padanya?" tanya Patrizia.

Steve menggeleng.

"Artinya sihir pemikat itu tidak berpengaruh untuk orang yang memiliki kekuatan sihir." Patrizia tersenyum misterius kemudian ia bertelepati dengan jiwa Ruben yang ada di kalung dimensi sedangkan raganya tengah tertidur pulas di samping Patrizia. Patrizia meminta Ruben untuk mengambilkan sesuatu di sana.

Steve mengingat sesuatu. "Sekarang aku mengerti, jadi ini alasan kenapa putra mahkota belakangan ini selalu menempel pada gadis itu, padahal aku tahu putra mahkota itu menyukai mu bukan adik mu."

Ya, gadis yang sedang mereka bicarakan itu adalah Sienna. Sejak pertemuan pertama, Patrizia memang sudah merasakan kekuatan sihir hitam di sekitar Sienna tapi hanya sedikit dan saat pesta rakyat, Patrizia melihat kalung yang di pakai Sienna, saat itu juga Patrizia langsung mengetahui jika kekuatan sihir hitam itu berasal dari kalung yang di pakainya.

Patrizia menatap Steve datar.

"Kau tidak menyukai putra mahkota?" tanya Steve.

"Apa aku harus menyukainya?" tanya Patrizia balik.

Kini giliran Steve yang menatap Patrizia datar. "Lupakan."

Patrizia melihat Ruben yang ada di sampingnya kemudian ia berjongkok untuk mengambil sesuatu yang di gigit kucing menggemaskan itu.

"Pakaikan ini pada Viggo." Patrizia memberikan sebuah cincin pada Steve. "Pastikan dia tidak melepas cincin itu."

"Baiklah."

...🍃🍃🍃...

"Maaf lady Sienna, apa saya bisa berbicara dengan putra mahkota? Ada hal yang harus kami bicarakan." ucap Steve.

"Tentu." Sienna tersenyum ramah.

"Aku akan segera kembali?" ucap Viggo seraya mengelus kepala Sienna dan hal itu membuat orang-orang yang memperhatikan mereka sedari tadi memekik histeris.

"Ada hubungan apa di antara putra mahkota dan lady Sienna?"

"Apa mereka adalah sepasang kekasih?"

"Pangeran mahkota sangat romantis."

"Beruntung sekali lady Sienna bisa di cintai oleh putra mahkota."

Steve memutar bola matanya jengah mendengar ucapan para gadis itu kemudian ia langsung menarik tangan Viggo menjauh dari sana.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Viggo yang netranya masih setia menatap Sienna.

Steve berdecak melihat itu kemudian ia langsung memberikan cincin yang di berikan patrizia tadi pada Viggo. "Pakailah."

"Kenapa aku harus memakai cincin ini?"

"Ck! Sudahlah pakai saja."

Viggo memakai cincin itu dan seketika itu juga kernyitan muncul di dahinya. Ia seperti melupakan sesuatu tapi tidak tahu apa itu.

Steve menatap Viggo datar. "Kau sudah sadar sekarang?"

"Apa maksud mu?"

"Lady, apa kalian memiliki hubungan?"

"Iya, belakangan ini aku sering melihat Lady bersama putra mahkota."

"Putra mahkota juga terlihat sangat mencintai lady?"

"Apa kalian akan segera meresmikan hubungan kalian?"

Viggo menggeram marah mendengar ocehan para gadis yang mengelilingi Sienna itu. "Kenapa mereka berbicara seperti itu?" tanyanya menatap Steve.

Steve menghela napas kemudian ia mulai menceritakan tentang kedekatan Viggo dengan Sienna belakangan ini.

"Kapan aku melakukan semua itu? Bagaimana itu bisa terjadi? Kau sendiri tahu aku menyukai Letizia bukan adiknya."

"Itu karena pengaruh sihir pemikat. Jadi pastikan kau tidak melepas cincin itu jika terlepas kau akan terpengaruh lagi."

Viggo menatap cincin itu kemudian mengelusnya. "Letizia?"

"Iya."

"Di mana dia sekarang?"

"Entahlah, aku tidak tahu."

Viggo berdecak kemudian pergi mencari Patrizia.

...🍃🍃🍃...

Kompetisi berburu sudah di mulai sejak 30 menit yang lalu. Para gadis itu berlomba-lomba mendapatkan hewan buruan terbaik.

Patrizia memacu kudanya dengan cepat dan entah apa yang terjadi tiba-tiba saja kuda itu mengamuk dan berlari semakin cepat tanpa arah tujuan. Patrizia mencoba menenangkan kuda itu tapi nihil, kuda itu malah semakin mengamuk.

Sementara itu seseorang yang sedari tadi mengikuti dan mengawasi Patrizia tersenyum miring. Rencananya berhasil, Patrizia tidak akan selamat. Setelah itu ia pergi meninggalkan Patrizia dan kudanya yang masih mengamuk.

"Sudah, hentikan, dia sudah pergi." Patrizia mengelus-elus kepala kuda itu dan seketika kuda itu pun berhenti mengamuk.

Patrizia terkekeh. "Terimakasih kau sudah membantu ku, kau sangat pintar."

Tidak Lady, harusnya aku yang berterimakasih karena Lady sudah menghilangkan pengaruh ramuan itu jika tidak aku pasti sudah sangat kesakitan sekarang. Batin kuda itu.

FLASH BACK ON

Sesaat sebelum kompetisi di mulai..

Patrizia sedang memeriksa kondisi kudanya. Mata Patrizia menyipit saat ia menyadari gelagat aneh dari kuda itu.

"Apa yang terjadi dengan mu?"

Aku tidak yakin apakah Lady bisa mengerti apa yang akan aku coba jelalaskan atau tidak. Batin kuda itu menatap Patrizia.

"Katakan saja, aku bisa mendengar suara batin mu."

Sungguh?

"Iya, sekarang katakan ada apa dengan diri mu? Kenapa kau terlihat gelisah?"

Lady, tadi ada seorang perempuan yang memberi ku ramuan dan orang itu mengatakan setelah 30 menit aku akan merasa sangat kesakitan.

"Apa kau tahu siapa orangnya?"

Maaf Lady, aku tidak tahu. Perempuan itu menutup wajahnya.

"Apa kau bisa membantu ku?"

Tentu saja lady.

Patrizia menutup matanya kemudian menyentuh dahi kudanya untuk menghilangkan pengaruh ramuan itu. "Kau baik-baik saja sekarang."

Terimakasih Lady, katakan saja apa yang harus aku lakukan.

Patrizia tersenyum miring.

FLASH BACK OFF

Lady, apakah kita akan lanjut berburu atau kembali?

"Entahlah."

Aku tahu tempat yang akan lady sukai, apa lady mau ke sana?

"Tentu."

Kuda itu membawa Patrizia ke suatu tempat.

Mata patrizia berbinar saat ia melihat pohon apel merah yang berbuah sangat lebat. Apel merah itu seakan berteriak meminta Patrizia untuk memetiknya. Tanpa membuang waktu Patrizia langsung memetik apel merah itu dari atas kudanya.

"Berburu itu sangat melelahkan, lebih baik aku beristirahat di sini." tutur Patrizia kemudian menggigit apel di kedua tangannya itu secara bergantian.

Terpopuler

Comments

lily

lily

bagi dong apelnya

2024-12-11

0

英

Menarik jalan. cerita nya

2024-10-30

0

Mrinpur

Mrinpur

kerenn,,,👍👍👍

2022-11-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!